Sosok Sultanah Nahrasiyah, Raja Samudera Pasai yang Juga Pemimpin Perempuan Islam Pertama di Asia Tenggara

Rabu, 22 Januari 2025 - 07:36 WIB
loading...
Sosok Sultanah Nahrasiyah,...
Sultanah Nahrasiyah, Raja Kesultanan Samudera Pasai menjadi pemimpin perempuan Islam pertama di Asia Tenggara. Foto: Ist
A A A
SULTANAHNahrasiyah, Raja Kesultanan Samudera Pasai menjadi pemimpin perempuan Islam pertama di Asia Tenggara. Namanya memang kurang familiar di telinga masyarakat, bahkan kaum muslim Indonesia.

Sosoknya dikenal memiliki keistimewaan dalam pergerakan pemimpin perempuan di Nusantara sebelum adanya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Sultanah Nahrasiyah naik takhta menggantikan ayahnya. Namun, ada versi lain yang menyatakan Nahrasiyah merupakan istri dari sang raja yang meninggal.



Sebelum Sultanah Nahrasiyah bertakhta, kerajaan dijabat Sultan Zain al-Abidin Malik az-Zahir yang tak lain ayah kandung Nahrasiyah.

Namun, saat menjabat sebagai raja itulah sang ayah tewas dibunuh Raja Nakur sebagaimana dikisahkan pada buku "Perempuan-Perempuan Tangguh Penguasa Tanah Jawa" karya Krishna Bayu Adji dan Sri Wintala Achmad.

Catatan Ying Yai Sheng Lan menguatkan adanya pemimpin perempuan muslim pertama di Nusantara. Ketika itu, Raja Samudera Pasai yang diserang Raja Nakur tewas setelah terkena panah beracun.

Sepeninggal Sultan Zain al-Abidin Malik az-Zahir inilah Nahrasiyah naik takhta. Dia merupakan perempuan pertama di Asia Tenggara yang memerintah sebagai raja. Sosoknya bertakhta di Kerajaan Samudera Pasai yang dipimpin sejak 1405-1428 M.

Di cerita lain, pascakematian sang raja membuat permaisurinya konon menyatakan sumpah di depan rakyat bahwa siapa yang dapat menuntut balas atas kematian suaminya, dia akan menikahinya dan bersedia bersama-sama memerintah Kerajaan Samudera Pasai.

Muncullah seorang Panglima Laot, pejabat kerajaan yang ditugaskan mengurus perikanan menyatakan kesanggupannya untuk mengemban amanah. Berangkatlah Panglima Laot bersama bala tentara Samudera Pasai yang ditugasi Sultanah Nahrasiyah untuk berperang melawan Raja Nakur.

Pada peperangan itu, pasukan Raja Nakur berhasil dikalahkan dan menyerah. Bahkan, sang raja berjanji tidak akan melakukan permusuhan terhadap Kerajaan Samudera Pasai. Sebagai pemimpin sejati, Sultanah Nahrasiyah menepati janjinya dan menikahi Panglima Laot.

Pada tahun 1409, karena sadar akan kewibawaannya, suami Sultanah Nahrasiyah mengantar upeti kepada raja China Ch'engestu yang terdiri dari berbagai hasil bumi dan diterima oleh Raja Cina.

Pada 1412, dia kembali ke Samudera Pasai. Setibanya di kerajaan, putra raja terdahulu yang sudah menginjak dewasa membunuh Panglima Laot.

Diketahui, sosok Sultanah Nahrasiyah wafat pada 17 Dzulhijjah 831 H atau 1428 M. Pada makamnya terukir surah Yasin dengan kaligrafi indah dan ayat kursi yang termaktub dalam surat Al-Baqarah.

Selain itu, di nisannya terdapat petikan kitab suci Al-Quran ayat 18 dan 19 Surat Ali Imran. Selama memerintah di Samudera Pasai, tak ada catatan sejarah dan bagaimana sepak terjang pemerintahan Sultanah Nahrasiyah. Namun, bagaimana pun sudah menggoreskan konsep kesetaraan gender sejak lahirnya kerajaan Islam pertama di Nusantara.
(jon)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2025 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1467 seconds (0.1#10.24)