Asal Mula Boso Walikan Malang, Kode Rahasia Pejuang Pengecoh Spionase Belanda
loading...
A
A
A
MALANG menjadi wilayah yang dikuasai oleh tentara sekutu usai proklamasi kemerdekaan Indonesia. Saat itu tentara sekutu termasuk Belanda melancarkan Agresi Militer I dan II, untuk menjadikan Indonesia negara jajahan kembali.
Beragam cara dilakukan masyarakat Indonesia kala itu melakukan perlawanan. Di Malang, ada sebuah peninggalan budaya yang menyiasati adanya informan lokal atau warga pribumi, membocorkan perjuangan pejuang - pejuang Indonesia.
Para pejuang yang biasanya melakukan perlawanan melalui taktik gerilya dengan menggunakan boso walikan (bahasa terbalik).
Pemerhati budaya dan sejarah Agung Buana mengatakan, aksi gerilya para pejuang ini biasanya terbongkar oleh informan atau spionase para pribumi, yang bisa berkomunikasi dengan bahasa Indonesia bahkan bahasa Jawa sekalipun.
Apalagi sebagai informasi tentara Belanda dan sekutunya juga mengerahkan satuan prajurit KNIL, yang juga ada warga Indonesia yang dipekerjakan oleh Belanda.
“Ketika kita itu agresi militer pertama dan kedua. 1947 dan 1949 itu masa pelik ketika Belanda masuk ke Malang lagi ternyata diikuti orang-orang kalau dikatakan pengkhianat, orang-orang Indonesia tapi yang memberikan informasi ke Belanda,” ucap Agung.
Dari sanalah akhirnya para pejuang dari Malang ini memilih menggunakan bahasa walikan Malangan, yang telah ada sejak dahulu yang biasanya digunakan nongkrong warga. Hal ini untuk menghindari spionase dan kebocoran informasi oleh para pengkhianat ini.
Apalagi para spionase ini kendati warga Jawa dan Indonesia, tak mengerti arti bahasa walikan yang digunakan sehari-hari berkomunikasi warga Malang asli.
Beragam cara dilakukan masyarakat Indonesia kala itu melakukan perlawanan. Di Malang, ada sebuah peninggalan budaya yang menyiasati adanya informan lokal atau warga pribumi, membocorkan perjuangan pejuang - pejuang Indonesia.
Para pejuang yang biasanya melakukan perlawanan melalui taktik gerilya dengan menggunakan boso walikan (bahasa terbalik).
Pemerhati budaya dan sejarah Agung Buana mengatakan, aksi gerilya para pejuang ini biasanya terbongkar oleh informan atau spionase para pribumi, yang bisa berkomunikasi dengan bahasa Indonesia bahkan bahasa Jawa sekalipun.
Apalagi sebagai informasi tentara Belanda dan sekutunya juga mengerahkan satuan prajurit KNIL, yang juga ada warga Indonesia yang dipekerjakan oleh Belanda.
“Ketika kita itu agresi militer pertama dan kedua. 1947 dan 1949 itu masa pelik ketika Belanda masuk ke Malang lagi ternyata diikuti orang-orang kalau dikatakan pengkhianat, orang-orang Indonesia tapi yang memberikan informasi ke Belanda,” ucap Agung.
Dari sanalah akhirnya para pejuang dari Malang ini memilih menggunakan bahasa walikan Malangan, yang telah ada sejak dahulu yang biasanya digunakan nongkrong warga. Hal ini untuk menghindari spionase dan kebocoran informasi oleh para pengkhianat ini.
Apalagi para spionase ini kendati warga Jawa dan Indonesia, tak mengerti arti bahasa walikan yang digunakan sehari-hari berkomunikasi warga Malang asli.