7 Faktor Penyebab Keruntuhan Kesultanan Mataram Islam, Apa Saja?
loading...
A
A
A
Akibatnya, keadaan ekonomi rakyat Mataram Islam menjadi lebih sulit dari biasanya. Belum lagi, setelah periode Sultan Agung, penerusnya tidak bisa mengatasi krisis, sehingga kondisi ekonomi kerajaan pun semakin buruk.
Sejalan dengan menurunnya kondisi ekonomi di wilayah Mataram Islam, muncul masalah lain. Sebut saja seperti kemiskinan hingga kelaparan di tengah masyarakat.
Kabar buruknya, kondisi serba kekurangan itu membuat angka kriminalitas meningkat. Terlebih, di daerah-daerah di pedalaman yang memang terdampak secara signifikan oleh krisis ekonomi.
Melihat kondisi Mataram Islam yang ditinggal Sultan Agung, Belanda menjadi lebih berani. Mereka sadar bahwa salah satu musuh terkuatnya telah tumbang, sehingga semakin membuka potensi untuk melebarkan hegemoni VOC tanpa halangan.
Pada langkah-langkahnya, tak jarang Belanda turut memakai cara licik. Misal, seperti siasat adu domba yang ditujukan kepada pewaris kerajaan.
Selain tekanan dari Belanda, Mataram Islam juga dihadapkan pada pemberontakan. Wilayah-wilayah yang dulu ditaklukan Sultan Agung mulai berupaya melepaskan diri.
Alhasil, Mataram Islam pun harus lebih sering lagi bertempur. Gerakan pemberontakan ini juga tidak bisa di atasi oleh para pengganti Sultan Agung, sehingga banyak yang resmi melepaskan diri.
Mirisnya, ada penerus Mataram Islam yang justru berkolaborasi dengan VOC. Hal ini tentunya sangat bertolak belakang dari Sultan Agung yang dikenal anti VOC.
Menurut sejumlah sumber, kebijakan itu diambil karena pihak Istana kesulitan memperbaiki kondisi sosial ekonomi rakyat yang dilanda krisis. Amangkurat I dan para pengganti setelahnya memilih bekerjasama dengan VOC untuk menumpas pemberontakan dari wilayah kekuasaan.
Melihat kesempatan, Belanda yang memang berambisi untuk menguasai tanah Jawa menyambut baik uluran tangan dari Mataram. Sejak itu, Mataram dan VOC selalu terlibat dalam perjanjian yang lebih banyak merugikan pihak kerajaan.
Masuknya Belanda dalam kerajaan turut memperkeruh kondisi di Istana. Melalui taktik adu domba, akhirnya terjadi pergolakan internal.
Puncaknya, masalah harus diakhiri dengan Perjanjian Giyanti pada 13 Februari 1755. Melalui kesepakatan itu, Kesultanan Mataram dibagi menjadi dua kekuasaan, yaitu Nagari Kasultanan Ngayogyakarta dan Nagari Kasunanan Surakarta.
Itulah sejumlah faktor penyebab keruntuhan Kesultanan Mataram Islam.
Lihat Juga: Kisah Cinta Jenderal Sudirman dengan Siti Alfiah, Gambaran Tentang Cinta yang Tak Memandang Harta
3. Angka Kriminalitas Meningkat
Sejalan dengan menurunnya kondisi ekonomi di wilayah Mataram Islam, muncul masalah lain. Sebut saja seperti kemiskinan hingga kelaparan di tengah masyarakat.
Kabar buruknya, kondisi serba kekurangan itu membuat angka kriminalitas meningkat. Terlebih, di daerah-daerah di pedalaman yang memang terdampak secara signifikan oleh krisis ekonomi.
4. Tekanan dari Belanda
Melihat kondisi Mataram Islam yang ditinggal Sultan Agung, Belanda menjadi lebih berani. Mereka sadar bahwa salah satu musuh terkuatnya telah tumbang, sehingga semakin membuka potensi untuk melebarkan hegemoni VOC tanpa halangan.
Pada langkah-langkahnya, tak jarang Belanda turut memakai cara licik. Misal, seperti siasat adu domba yang ditujukan kepada pewaris kerajaan.
5. Wilayah Kekuasaan Memberontak
Selain tekanan dari Belanda, Mataram Islam juga dihadapkan pada pemberontakan. Wilayah-wilayah yang dulu ditaklukan Sultan Agung mulai berupaya melepaskan diri.
Alhasil, Mataram Islam pun harus lebih sering lagi bertempur. Gerakan pemberontakan ini juga tidak bisa di atasi oleh para pengganti Sultan Agung, sehingga banyak yang resmi melepaskan diri.
6. Penerus Kerajaan Berkolaborasi dengan VOC
Mirisnya, ada penerus Mataram Islam yang justru berkolaborasi dengan VOC. Hal ini tentunya sangat bertolak belakang dari Sultan Agung yang dikenal anti VOC.
Menurut sejumlah sumber, kebijakan itu diambil karena pihak Istana kesulitan memperbaiki kondisi sosial ekonomi rakyat yang dilanda krisis. Amangkurat I dan para pengganti setelahnya memilih bekerjasama dengan VOC untuk menumpas pemberontakan dari wilayah kekuasaan.
Melihat kesempatan, Belanda yang memang berambisi untuk menguasai tanah Jawa menyambut baik uluran tangan dari Mataram. Sejak itu, Mataram dan VOC selalu terlibat dalam perjanjian yang lebih banyak merugikan pihak kerajaan.
7. Perselisihan Pewaris Tahta
Masuknya Belanda dalam kerajaan turut memperkeruh kondisi di Istana. Melalui taktik adu domba, akhirnya terjadi pergolakan internal.
Puncaknya, masalah harus diakhiri dengan Perjanjian Giyanti pada 13 Februari 1755. Melalui kesepakatan itu, Kesultanan Mataram dibagi menjadi dua kekuasaan, yaitu Nagari Kasultanan Ngayogyakarta dan Nagari Kasunanan Surakarta.
Itulah sejumlah faktor penyebab keruntuhan Kesultanan Mataram Islam.
Lihat Juga: Kisah Cinta Jenderal Sudirman dengan Siti Alfiah, Gambaran Tentang Cinta yang Tak Memandang Harta
(shf)