Miris! Bayi Bidan Alami Kelumpuhan Gegara Dokter di Gunungkidul Salah Tangani Persalinan
loading...
A
A
A
GUNUNGKIDUL - Nurul Hidayah Isnaniyah (35), seorang bidan di salah satu Puskesmas di Gunungkidul tidak pernah menyangka bahwa lengan kiri anak keduanya akan lumpuh sejak lahir. Ia menduga kelumpuhan ini terjadi akibat kesalahan prosedur selama proses persalinan.
Pada Senin (3/4), Nurul, warga Siraman Kapanewon Wonosari, Gunungkidul, memutuskan untuk melahirkan di RSIA Allaudya, sebuah rumah sakit yang ia pandang memiliki reputasi baik. Sejak awal kehamilan, ia rutin memeriksakan kandungannya di rumah sakit tersebut.
Bahkan dia selalu berkonsultasi dengan seorang dokter spesialis kandungan wanita demi kenyamanannya. ”Saya memilih dokter tersebut karena satu-satunya dokter spesialis kandungan perempuan di sana. Demi kenyamanan saya sendiri,” kata Nurul, Sabtu (6/7/2024).
”Saya periksa tujuh kali dan keluhannya sama, kenaikan berat badan saya tidak normal. Awalnya berat saya 80 kg, namun selama kehamilan ini hampir mencapai 100 kg,” tambahnya.
Kehamilan kedua Nurul terjadi pada usia 35 tahun, dan ia juga mengalami obesitas. Pada kehamilan pertama, ia melahirkan anak dengan berat 3.500 gram melalui persalinan normal. Dua hari sebelum persalinan, Nurul sudah mengalami tanda-tanda pembukaan awal dan bercak darah.
Nurul kemudian mendatangi rumah sakit tempat dokternya berpraktik. Sesampainya di rumah sakit, diketahui bahwa ia sudah mengalami pembukaan empat. Mengingat riwayat persalinannya yang cepat pada anak pertama, ia diminta untuk opname.
Namun, pembukaan berjalan sangat lamban. “Berat bayi yang saya kandung diperkirakan mencapai 3,3 kilogram oleh dokter,” ucapnya.
Nurul mengalami kesakitan luar biasa selama proses persalinan normal dan merasa anaknya berukuran besar. Ia meminta untuk melakukan operasi sesar, namun permintaan tersebut tidak diindahkan oleh dokter.
Proses persalinan berjalan sulit, dan ia diminta mengejan berkali-kali agar bayinya bisa terdorong keluar. ”Saya bahkan diminta dalam posisi sujud dan bayi didorong dari atas, tetapi tetap saja tidak bisa keluar. Saya sudah kehabisan tenaga untuk mengejan lagi,” tambahnya.
Akhirnya, petugas rumah sakit menggunakan alat vakum. Kepala bayi dapat keluar, namun badannya belum. Nurul menyadari bahwa kepala bayi besar, dan menduga badannya juga demikian.
Upaya berbagai dilakukan agar anaknya bisa lahir, termasuk menarik lengan kiri bayi, yang menyebabkan jalan lahir robek hingga mendekati anus. Setelah sekitar satu menit, suara tangisan bayi terdengar, dan bayi dibawa ke ruangan lain.
Nurul tidak memiliki prasangka negatif karena menduga bayinya sedang dibersihkan. Namun, dua jam pasca persalinan, bayinya tak kunjung diperlihatkan. Petugas menyampaikan bahwa bayi sedang diberikan bantuan oksigen, yang Nurul maklumi karena proses persalinan yang lama.
Namun, setelah dua jam, bayinya masih belum diserahkan. Merasa ada yang janggal, suaminya diminta mengecek kondisi bayi dan mengadzaninya. Saat itu, mereka melihat bahwa satu tangan bayi terbalut kain, sementara tangan lainnya tidak.
Nurul terkejut mendengar keterangan dokter bahwa bayinya lahir dengan berat 4,8 kilogram dan lengan kiri yang tidak dapat bergerak atau lumpuh. Ia syok namun berpikiran positif bahwa lengan anaknya hanya patah tulang dan bisa disembuhkan.
Setelah persalinan, Nurul membawa anaknya ke RSUD Wonosari, di mana ia kaget mendengar bahwa terdapat kerusakan saraf tangan bayi yang mengakibatkan kelumpuhan. Peristiwa ini membuatnya menduga adanya malapraktik selama proses persalinan.
Ia sangat menyayangkan permintaan operasi sesar yang diabaikan oleh dokter. Selama enam bulan, Nurul mencari rumah sakit yang dapat menyembuhkan anaknya, namun hingga kini tangan anaknya belum pulih.
Tidak ada bentuk pertanggungjawaban dari RSIA Allaudya, sehingga ia mengadukan peristiwa tersebut ke Polres Gunungkidul. ”Kami dan pihak rumah sakit sempat mediasi di Polres Gunungkidul, namun hingga kini tak ada solusi,” jelasnya.
Nurul juga mengadukan dokter yang menangani ke Majelis Kehormatan Dokter Indonesia (MKDI) di Jakarta, dengan tuduhan praktik kedokteran yang tidak kompeten dan tidak memberikan penjelasan yang jujur kepada pasien.
Hingga berita ini ditayangkan, pihak RS Allaudya Gunungkidul belum memberikan penjelasan resmi.
Pada Senin (3/4), Nurul, warga Siraman Kapanewon Wonosari, Gunungkidul, memutuskan untuk melahirkan di RSIA Allaudya, sebuah rumah sakit yang ia pandang memiliki reputasi baik. Sejak awal kehamilan, ia rutin memeriksakan kandungannya di rumah sakit tersebut.
Bahkan dia selalu berkonsultasi dengan seorang dokter spesialis kandungan wanita demi kenyamanannya. ”Saya memilih dokter tersebut karena satu-satunya dokter spesialis kandungan perempuan di sana. Demi kenyamanan saya sendiri,” kata Nurul, Sabtu (6/7/2024).
”Saya periksa tujuh kali dan keluhannya sama, kenaikan berat badan saya tidak normal. Awalnya berat saya 80 kg, namun selama kehamilan ini hampir mencapai 100 kg,” tambahnya.
Kehamilan kedua Nurul terjadi pada usia 35 tahun, dan ia juga mengalami obesitas. Pada kehamilan pertama, ia melahirkan anak dengan berat 3.500 gram melalui persalinan normal. Dua hari sebelum persalinan, Nurul sudah mengalami tanda-tanda pembukaan awal dan bercak darah.
Nurul kemudian mendatangi rumah sakit tempat dokternya berpraktik. Sesampainya di rumah sakit, diketahui bahwa ia sudah mengalami pembukaan empat. Mengingat riwayat persalinannya yang cepat pada anak pertama, ia diminta untuk opname.
Namun, pembukaan berjalan sangat lamban. “Berat bayi yang saya kandung diperkirakan mencapai 3,3 kilogram oleh dokter,” ucapnya.
Nurul mengalami kesakitan luar biasa selama proses persalinan normal dan merasa anaknya berukuran besar. Ia meminta untuk melakukan operasi sesar, namun permintaan tersebut tidak diindahkan oleh dokter.
Proses persalinan berjalan sulit, dan ia diminta mengejan berkali-kali agar bayinya bisa terdorong keluar. ”Saya bahkan diminta dalam posisi sujud dan bayi didorong dari atas, tetapi tetap saja tidak bisa keluar. Saya sudah kehabisan tenaga untuk mengejan lagi,” tambahnya.
Akhirnya, petugas rumah sakit menggunakan alat vakum. Kepala bayi dapat keluar, namun badannya belum. Nurul menyadari bahwa kepala bayi besar, dan menduga badannya juga demikian.
Upaya berbagai dilakukan agar anaknya bisa lahir, termasuk menarik lengan kiri bayi, yang menyebabkan jalan lahir robek hingga mendekati anus. Setelah sekitar satu menit, suara tangisan bayi terdengar, dan bayi dibawa ke ruangan lain.
Nurul tidak memiliki prasangka negatif karena menduga bayinya sedang dibersihkan. Namun, dua jam pasca persalinan, bayinya tak kunjung diperlihatkan. Petugas menyampaikan bahwa bayi sedang diberikan bantuan oksigen, yang Nurul maklumi karena proses persalinan yang lama.
Namun, setelah dua jam, bayinya masih belum diserahkan. Merasa ada yang janggal, suaminya diminta mengecek kondisi bayi dan mengadzaninya. Saat itu, mereka melihat bahwa satu tangan bayi terbalut kain, sementara tangan lainnya tidak.
Nurul terkejut mendengar keterangan dokter bahwa bayinya lahir dengan berat 4,8 kilogram dan lengan kiri yang tidak dapat bergerak atau lumpuh. Ia syok namun berpikiran positif bahwa lengan anaknya hanya patah tulang dan bisa disembuhkan.
Setelah persalinan, Nurul membawa anaknya ke RSUD Wonosari, di mana ia kaget mendengar bahwa terdapat kerusakan saraf tangan bayi yang mengakibatkan kelumpuhan. Peristiwa ini membuatnya menduga adanya malapraktik selama proses persalinan.
Ia sangat menyayangkan permintaan operasi sesar yang diabaikan oleh dokter. Selama enam bulan, Nurul mencari rumah sakit yang dapat menyembuhkan anaknya, namun hingga kini tangan anaknya belum pulih.
Tidak ada bentuk pertanggungjawaban dari RSIA Allaudya, sehingga ia mengadukan peristiwa tersebut ke Polres Gunungkidul. ”Kami dan pihak rumah sakit sempat mediasi di Polres Gunungkidul, namun hingga kini tak ada solusi,” jelasnya.
Nurul juga mengadukan dokter yang menangani ke Majelis Kehormatan Dokter Indonesia (MKDI) di Jakarta, dengan tuduhan praktik kedokteran yang tidak kompeten dan tidak memberikan penjelasan yang jujur kepada pasien.
Hingga berita ini ditayangkan, pihak RS Allaudya Gunungkidul belum memberikan penjelasan resmi.
(ams)