Kasus Vina Cirebon Tanpa Scientific Crime Investigation, Begini Respons Peradi
loading...
A
A
A
BANDUNG - Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia ( DPN Peradi ) merespons pernyataan Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo yang mengakui bahwa penanganan awal kasus pembunuhan Vina dan Eky dilakukan tanpa menggunakan scientific crime investigation. Peradi menyambut baik sikap Kapolri yang mengoreksi kinerja jajarannya.
"Dari awal timbul masalah itu karena tidak ada scientific crime investigation. Gak dicek sidik jari, visum, dan lainnya," ujar Rully Panggabean, kuasa hukum Rudi Irawan dan terpidana kasus Vina Cirebon, Jumat (21/6/2024) malam.
Rully menyatakan bahwa Peradi berterima kasih kepada Kapolri yang mengakui kelemahan dalam penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan oleh kepolisian dalam kasus Vina. Hal ini, menurutnya, mengakibatkan masyarakat meragukan hasil penyidikan hingga proses pengadilan kasus tersebut.
Peradi, lanjut Rully, berkomitmen untuk mencari kebenaran materil dalam kasus pembunuhan yang terjadi pada Sabtu, 27 Agustus 2016. "Jadi, buat saya, hal seperti ini terima kasih kepada Kapolri yang sudah mengoreksi. Buat kami intinya, ingin mencari kebenaran materil," tambah Rully.
Tim Peradi mendampingi para terpidana agar proses pidana berjalan sesuai aturan, serta memastikan hak-hak terpidana tidak terabaikan. "Tentu kami sebagai penasihat hukum mempunyai harapan (5 terpidana bebas). Tapi apakah harapan ini kemudian menjadi kenyataan, kita lihat nanti," ujar Rully.
Sebelumnya, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengakui bahwa pengusutan awal kasus pembunuhan Vina dan Eky di Cirebon pada 2016 lalu tidak menggunakan metode penyidikan berbasis scientific crime investigation. Hal ini menimbulkan beragam persepsi negatif atas hasil pengusutan lanjutan kasus yang kini ditangani oleh Polda Jabar.
Kapolri memerintahkan jajarannya agar setiap penyidikan dilakukan secara profesional dan mengedepankan scientific crime investigation, terutama dalam pembuktian. "Penyidik harus profesional dan terhindar dari perbuatan menyimpang. Kedepankan scientific crime investigation dalam pengungkapan perkara. Bukti-bukti harus lebih terang dari cahaya,” kata Sigit dalam mandat yang dibacakan Wakapolri Komisaris Jenderal Agus Andrianto, Kamis (20/6/2024).
Dalam kasus pembunuhan Vina dan Eky yang terjadi pada Sabtu, 27 Agustus 2016 malam, tersangka Pegi Setiawan dijerat dengan Pasal 340 dan 338 KUH Pidana tentang Pembunuhan Berencana, yang memuat ancaman hukuman mati, penjara seumur hidup, atau paling lama 20 tahun penjara.
Kasus pembunuhan ini kembali mencuat setelah tayang film berjudul "Vina: Sebelum 7 Hari", yang membuat masyarakat mendesak kepolisian untuk menuntaskan kasus tersebut. Terlebih lagi, masih ada tiga buron yang masih bebas berkeliaran, yaitu Pegi, Andi, dan Dani.
Sepekan setelah kasus ini kembali viral, penyidik Polda Jabar menangkap Pegi Setiawan pada Selasa, 21 Mei 2024. Pegi, yang bekerja sebagai kuli bangunan, dituduh menjadi otak pembunuhan Vina dan Eky. Namun, Pegi membantah keras tuduhan tersebut dan menyatakan bahwa ia memiliki alibi kuat tidak berada di Cirebon pada saat kejadian.
"Dari awal timbul masalah itu karena tidak ada scientific crime investigation. Gak dicek sidik jari, visum, dan lainnya," ujar Rully Panggabean, kuasa hukum Rudi Irawan dan terpidana kasus Vina Cirebon, Jumat (21/6/2024) malam.
Rully menyatakan bahwa Peradi berterima kasih kepada Kapolri yang mengakui kelemahan dalam penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan oleh kepolisian dalam kasus Vina. Hal ini, menurutnya, mengakibatkan masyarakat meragukan hasil penyidikan hingga proses pengadilan kasus tersebut.
Peradi, lanjut Rully, berkomitmen untuk mencari kebenaran materil dalam kasus pembunuhan yang terjadi pada Sabtu, 27 Agustus 2016. "Jadi, buat saya, hal seperti ini terima kasih kepada Kapolri yang sudah mengoreksi. Buat kami intinya, ingin mencari kebenaran materil," tambah Rully.
Tim Peradi mendampingi para terpidana agar proses pidana berjalan sesuai aturan, serta memastikan hak-hak terpidana tidak terabaikan. "Tentu kami sebagai penasihat hukum mempunyai harapan (5 terpidana bebas). Tapi apakah harapan ini kemudian menjadi kenyataan, kita lihat nanti," ujar Rully.
Sebelumnya, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengakui bahwa pengusutan awal kasus pembunuhan Vina dan Eky di Cirebon pada 2016 lalu tidak menggunakan metode penyidikan berbasis scientific crime investigation. Hal ini menimbulkan beragam persepsi negatif atas hasil pengusutan lanjutan kasus yang kini ditangani oleh Polda Jabar.
Kapolri memerintahkan jajarannya agar setiap penyidikan dilakukan secara profesional dan mengedepankan scientific crime investigation, terutama dalam pembuktian. "Penyidik harus profesional dan terhindar dari perbuatan menyimpang. Kedepankan scientific crime investigation dalam pengungkapan perkara. Bukti-bukti harus lebih terang dari cahaya,” kata Sigit dalam mandat yang dibacakan Wakapolri Komisaris Jenderal Agus Andrianto, Kamis (20/6/2024).
Dalam kasus pembunuhan Vina dan Eky yang terjadi pada Sabtu, 27 Agustus 2016 malam, tersangka Pegi Setiawan dijerat dengan Pasal 340 dan 338 KUH Pidana tentang Pembunuhan Berencana, yang memuat ancaman hukuman mati, penjara seumur hidup, atau paling lama 20 tahun penjara.
Kasus pembunuhan ini kembali mencuat setelah tayang film berjudul "Vina: Sebelum 7 Hari", yang membuat masyarakat mendesak kepolisian untuk menuntaskan kasus tersebut. Terlebih lagi, masih ada tiga buron yang masih bebas berkeliaran, yaitu Pegi, Andi, dan Dani.
Sepekan setelah kasus ini kembali viral, penyidik Polda Jabar menangkap Pegi Setiawan pada Selasa, 21 Mei 2024. Pegi, yang bekerja sebagai kuli bangunan, dituduh menjadi otak pembunuhan Vina dan Eky. Namun, Pegi membantah keras tuduhan tersebut dan menyatakan bahwa ia memiliki alibi kuat tidak berada di Cirebon pada saat kejadian.
(hri)