Semangat Kemerdekaan Menggema dari Tengah Samudera yang Ganas
loading...
A
A
A
BANDUNG - Gegap gempita kemerdekaan yang menggema di seantero Nusantara rupanya dirasakan juga oleh pekerja Pertamina yang bekerja di tengah Samudera Hindia. Adalah Imam Subekti, pria berusia 34 tahun yang bekerja sebagai Loading Master ini ikut menyampaikan salam kemerdekaan dari fasilitas Single Point Mooring (SPM) yang berada 10 mil dari bibir Pantai Selatan Cilacap.
Lokasi SPM yang mengapung di atas ketinggian sekitar 30 meter di tengah laut ini cukup menantang dan ekstrem. Fasilitas berdiameter sekitar 14 meter ini kerap bergoyang mengikuti irama gelombang Samudera Hindia Selatan yang dikenal cukup ganas. (Baca: Jabar Gelar Renungan Suci dan Upacara HUT ke-75 RI, Peserta Dibatasi)
"Ini tantangan kami saat bekerja. Gelombang di perairan Samudera Hindia Cilacap dikenal alurnya abadi," kata Imam yang sehari-hari bekerja sebagai Loading Master SPM pada Oil Movement 70 Pertamina Revenury RU IV Cilacap.
SPM merupakan dermaga khusus yang digunakan sebagai tempat sandar kapal tanker raksasa atau very large crude carrier (VLCC) yang membawa minyak mentah (crude) dari wilayah Timur Tengah, yaitu Arabian Light Crude (ALC) dan crude dari negara lain.
Lantaran besarnya ukuran kapal tanker, di SPM inilah titik awal serah terima crude kemudian disalurkan melalui pipa bawah laut menuju daratan Area 70 untuk kemudian diolah di Fuel Oil Complex (FOC) I dan II di kilang RU IV Cilacap.
Imam mengakui, salah satu tantangan serius yang dihadapinya saat proses penyaluran crude di SPM adalah ketika terjadi gelombang pasang. "Untuk mencapai SPM kami berangkat menggunakan tug boat dengan gelombang pasang yang alurnya bisa 3 meter," ujarnya.
Tug boat yang ditumpanginya harus mendekati dinding kapal (tanker) dengan cara menempel, dan ia harus naik tangga pilot ladder setinggi 3 meter. "Ketika tug boat naik kami harus naik, ketika tug boat turun, kami tidak boleh turun. Artinya harus bertindak di waktu yang tepat,” tambahnya.
Kegiatan bongkar crude dengan kapasitas 1.800.000 barrel yang dilakukan 2-4 kali per bulan ini menjadi kebanggaan tersendiri bagi Imam dan rekan-rekannya. "Kami dedikasikan kepada Pertamina agar tetap jaya di dalam maupun di luar negeri," imbuh ayah dari 2 anak ini.
Dia merasa, tahun ini lebih istimewa lantaran pada momen HUT ke-75 kemerdekaan Indonesia, Imam telah 10 tahun berkarya di Pertamina. Sementara itu, Unit Manager Communication, Relations & CSR PT Pertamina RU IV Cilacap Hatim Ilwan mengatakan bahwa potret Imam yang bekerja dengan resiko tinggi mewakili komitmen seluruh pekerja di lingkungan Pertamina RU IV Cilacap.
"Ini menjadi komitmen seluruh pekerja Pertamina di Kilang Cilacap dalam mengemban tugas mengamankan pasokan energi khususnya BBM bagi masyarakat Indonesia," ujarnya. (Baca: Pengantin Langsung Pasang Bendera dan Nyanyikan Indonesia Raya Bersama Undanga)
Apalagi posisi kilang Pertamina RU IV Cilacap ini adalah unit pengolahan yang paling strategis di Indonesia lantaran berstatus sebagai kilang terbesar yang dimiliki Pertamina di mana sekitar sepertiga crude diolah di sini. "Selain itu sekitar sepertiga kebutuhan BBM nasional dan bahkan 60 persen kebutuhan BBM Pulau Jawa dipasok dari RU IV Cilacap," kata Hatim.
Lokasi SPM yang mengapung di atas ketinggian sekitar 30 meter di tengah laut ini cukup menantang dan ekstrem. Fasilitas berdiameter sekitar 14 meter ini kerap bergoyang mengikuti irama gelombang Samudera Hindia Selatan yang dikenal cukup ganas. (Baca: Jabar Gelar Renungan Suci dan Upacara HUT ke-75 RI, Peserta Dibatasi)
"Ini tantangan kami saat bekerja. Gelombang di perairan Samudera Hindia Cilacap dikenal alurnya abadi," kata Imam yang sehari-hari bekerja sebagai Loading Master SPM pada Oil Movement 70 Pertamina Revenury RU IV Cilacap.
SPM merupakan dermaga khusus yang digunakan sebagai tempat sandar kapal tanker raksasa atau very large crude carrier (VLCC) yang membawa minyak mentah (crude) dari wilayah Timur Tengah, yaitu Arabian Light Crude (ALC) dan crude dari negara lain.
Lantaran besarnya ukuran kapal tanker, di SPM inilah titik awal serah terima crude kemudian disalurkan melalui pipa bawah laut menuju daratan Area 70 untuk kemudian diolah di Fuel Oil Complex (FOC) I dan II di kilang RU IV Cilacap.
Imam mengakui, salah satu tantangan serius yang dihadapinya saat proses penyaluran crude di SPM adalah ketika terjadi gelombang pasang. "Untuk mencapai SPM kami berangkat menggunakan tug boat dengan gelombang pasang yang alurnya bisa 3 meter," ujarnya.
Tug boat yang ditumpanginya harus mendekati dinding kapal (tanker) dengan cara menempel, dan ia harus naik tangga pilot ladder setinggi 3 meter. "Ketika tug boat naik kami harus naik, ketika tug boat turun, kami tidak boleh turun. Artinya harus bertindak di waktu yang tepat,” tambahnya.
Kegiatan bongkar crude dengan kapasitas 1.800.000 barrel yang dilakukan 2-4 kali per bulan ini menjadi kebanggaan tersendiri bagi Imam dan rekan-rekannya. "Kami dedikasikan kepada Pertamina agar tetap jaya di dalam maupun di luar negeri," imbuh ayah dari 2 anak ini.
Dia merasa, tahun ini lebih istimewa lantaran pada momen HUT ke-75 kemerdekaan Indonesia, Imam telah 10 tahun berkarya di Pertamina. Sementara itu, Unit Manager Communication, Relations & CSR PT Pertamina RU IV Cilacap Hatim Ilwan mengatakan bahwa potret Imam yang bekerja dengan resiko tinggi mewakili komitmen seluruh pekerja di lingkungan Pertamina RU IV Cilacap.
"Ini menjadi komitmen seluruh pekerja Pertamina di Kilang Cilacap dalam mengemban tugas mengamankan pasokan energi khususnya BBM bagi masyarakat Indonesia," ujarnya. (Baca: Pengantin Langsung Pasang Bendera dan Nyanyikan Indonesia Raya Bersama Undanga)
Apalagi posisi kilang Pertamina RU IV Cilacap ini adalah unit pengolahan yang paling strategis di Indonesia lantaran berstatus sebagai kilang terbesar yang dimiliki Pertamina di mana sekitar sepertiga crude diolah di sini. "Selain itu sekitar sepertiga kebutuhan BBM nasional dan bahkan 60 persen kebutuhan BBM Pulau Jawa dipasok dari RU IV Cilacap," kata Hatim.
(don)