Perang Survei Jelang Pencoblosan Pilgub Sultra

Minggu, 24 Juni 2018 - 13:19 WIB
Perang Survei Jelang Pencoblosan Pilgub Sultra
Perang Survei Jelang Pencoblosan Pilgub Sultra
A A A
KENDARI - Beberapa lembaga survei merilisi hasil survei elektabilitas Pasangan Calon (Paslon) Gubernur dan Wakil Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra), beberapa hari sebelum masa tenang kampanye.

Rilis hasil survei ini hampir bersamaan, namun hasilnya berbeda-beda. Hal ini pun menuai perdebatan publik, terutama bagi para pendukung atau simpatisan paslon.

Pada Kamis (21/06/2018), The Haluoleo Institute, merilis hasil survei elektabilitas tiga pasangan Cagub dan Cawagub Sulawesi Tenggara. Hasilnya, Paslon nomor urut satu, Ali Mazi-Lukman Abunawas, memiliki elektabilitas tertinggi, menggungguli Paslon nomor urut dua, Asrun-Hugua dan tiga, Rusda Mahmud-Safei Kahar. Responden survei The Haluoleo Institute, yang belum menentukan pilihan sebesar 25 persen.

Sehari setelah The Haluoloe Institute merilis hasil survei, Lembaga Survei Duta Politika Indonesia (DPI) merilis hasil survei elektabilitas paslon gubernur dan wakil Gubernur Sultra, Jumat (22/06/2018), dan hasilnya berbeda.

Hasil survei SDI, justru pasangan calon nomor urut tiga Rusda Mahmud-Safei Kahar, mengungguli paslon nomor urut satu Ali Mazi-Lukman Abunawas, dan paslon nomor urut dua Asrun-Hugua.

SDI melakukan survei sejak 16 hingga 21 Juni 2018, menggunakan metode multistage random sampling, dengan 1.100 responden pada 17 Kabupaten/ Kota di Sultra, dan margin error kurang lebih 3 persen.

Akademisi Ilmu Politik Universitas Halu Oleo, Aenal Fuad Adam menilai dua hasil lembaga survei berbeda seperti ini, seperti perang lembaga survei mempertaruhkan kredibilitas.

Menurut Enal, yang perlu ditekankan lembaga survei memahami tata cara akademis pembuatan survei. Secara metodologi kata Enal, semua sama, namun kredibilitas survei, apakah sesuai etika akademik, sifatnya objektif, kerjanya independen, bekerja sesuai kode etik, tanpa tendensi dari pihak manapun. Sebab menurut Enal, lembaga yang merilis akan mempertaruhkan reputasi dan kekiniannya di hadapan publik.

"Kalau pandangan saya, metodologi semua sama. Cuma kredibilitasnya apakah survei ini sesuai etika akademik dimana tanpa tendensi dari pihak manapun. Tapi yang namanya titipan tentu memihak" jelas Enal.

Data yang dirilis Ketua KPU Sultra, La Ode Abdul Natsir, di grup WhatsApp Media KPU, Lembaga Survei terdaftar dan terakreditasi di KPU, The Hauloleo Institute terdaftar, sementara Lembaga Survei Duta Politika Indonesia (DPI), tidak terdaftar.

Lima lembaga survei yang terdaftar, sesuai rilis Ketua KPU Sultra, La Ode Abdul Natsir, adalah (1) Indo Barometer (Muhammad Qodari); (2) The Hauloleo Institute (Naslim Sarlito Alimin); (3) Jaringan Suara Indonesia (JSI) (Fajar S Tamin); (4) Saiful Mujani Research & Consulting (SMRC) (Djayadi Hanan), dan (5) Indikator Politik Indonesia (Burhanuddin Muhtadi).

Sementara Lembaga Pemantau terdaftar di KPU: (1) KIPP Sultra (Muhammad Nasir); dan (2) Perhimpunan Rakyat Sulawesi Tenggara (PERS-SULTRA) (Ardin)

"Terkait adanya publikasi hasil survei dari lembaga, misalnya yang belum terakreditasi di KPU, berpotensi melanggar ketentuan pasal 48, 49 PKPU 8/2017, dan jika ada pengaduan masyarakat dapat diproses berdasarkan ketentuan pasal 50 PKPU 8/2017" jelas Abdul Natsir, melalui rilisnya.

Menurut Abdul Natsir, Pengaduan masyarakat terhadap pelaksanaan survei atau jajak pendapat dan penghitungan cepat Hasil Pemilihan, dapat disampaikan kepada KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota, dengan menyertakan identitas pelapor.

"KPU Provinsi atau KPU/KIP kabupaten/kota dapat memberikan sanksi kepada pelaksana survei atau jajak pendapat dan pelaksana penghitungan cepat hasil pemilihan, yang terbukti melakukan pelanggaran etika,” tegas Ketua KPU Sultra, La Ode Abdul Natsir.
(rhs)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7163 seconds (0.1#10.140)