Pijar Lampu Warga Kota Pahlawan Dari Benderang Sampah

Rabu, 12 Agustus 2020 - 12:45 WIB
loading...
Pijar Lampu Warga Kota...
Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini ketika memeriksa Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) yang ada di kawasan Benowo Surabaya. Foto/SINDOnews/Aan Haryono
A A A
SURABAYA - Jejak sampah sebagai permasalahan terbesar warga di kota besar kini mulai surut. Langkah kecil untuk memanfaatkan sampah menjadi energi memberikan manfaat yang besar bagi pasokan listrik kota. Jalan menciptakan energi baru di kota besar menegaskan mimpi sebagai penghasil listrik secara mandiri bisa dilakukan.

(Baca juga: Janda Muda Jual 2 Teman Gadisnya untuk Beri Layanan Seks di Hotel )

Ribuan ton sampah per hari dari tiap perkampungan warga mulai diubah menjadi pijar lampu yang benderang menghiasi malam. Mereka sepertinya akan lupa gunungan sampah yang selalu melintas di permukaan hidung Kota Pahlawan kini menjadi pendulang produktifitas kerja di tiap pintu rumah.

Sugito (46) masih mengenakan masker berwarna biru dengan motif Doraemon di ujung kirinya. Berkali-kali ia memegang masker untuk menekannya lebih dalam ke arah hidung. Di tengah pandemi COVID-19, virus Corona melengkapi penderitaannya setelah bau sampah yang menusuk ke rongga hidung masih saja terasa ketika angin berhembus kencang.

Saat matahari masih sepenggalah, rasa leganya langsung tumpah ketika ada pengolahan sampah menjadi energi listrik di wilayahnya, Benowo. "Kami sudah lama merindukan wilayah yang nyaman tanpa bau sampah ," katanya, Rabu (12/8/2020).

Sejauh mata memandang, sampah itu menjadi gunung buatan yang selama puluhan tahun menjadi ciri khas Benowo. Bau yang menyengat ketika hujan turun pun selalu menjadi waktu yang paling menyiksa bagi dirinya dan keluarga. "Kalau arah angin ke timur, aroma sampah itu begitu terasa," jelasnya.

(Baca juga: Demi Gaya Hidup, Gadis-gadis Belia Dijual untuk Layanan Seks )

Keluhan dari warga itu pun setiap tahun selalu masuk ke meja wali kota. Puncaknya ketika banyak suara nyaring yang menyebut Stadion Gelora Bung Tomo selalu penuh dengan bau sampah . Termasuk ketika pertandingan sepakbola berlangsung. Persiapan Surabaya sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20 pun sempat terganggu.

Bekal keyakinan untuk mengubah sampah menjadi energi menemui jalan yang lapang. Telinga Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini selalu memerah ketika berbagai letupan protes tentang sampah datang dari berbagai penjuru. Komentar sumir tentang bau sampah , gunungan yang menumpuk di wilayah barat Kota Surabaya, yang merusak mata ketika melihatnya.

Risma banyak diam ketika berbagai keluhan tentang sampah itu datang ke permukaan telingga. Menganggu tidur nyenyaknya untuk bisa menemukan jalan terang dalam memanfaatkan sampah yang tiap hari terus menumpuk.

Di sektor hulu, Risma mulai menatanya dengan memastikan sampah dibuang dengan benar dan dikumpulkan. Infrastruktur sampah dibangun dengan tepat, termasuk sampah yang dikumpulkan untuk bisa naik moda transportasi massal seperti Suroboyo Bus.

Di hilir ia menyiapkan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) yang terbesar dan pertama di Indonesia. Menyiapkannya sebagai pendulang energi baru terbarukan (EBT) yang bisa dimanfaatkan masyarakat hasilnya.

PLTSa sengaja ditempatkan di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Benowo yang selama ini dikenal sebagai tempat pembuangan sampah legendaris di Kota Pahlawan.

(Baca juga: Kades Bejat, Bukan Benahi Tata Kelola Desa Malah Asyik Nyabu )

Teknologi Gasifikasi Power Plant dirintis untuk bisa mewujudkan keinginan memperoleh listrik secara mandiri buat Surabaya. Dari teknologi gasifikasi itu, setiap hari bisa menghasilkan listrik 12 megawatt melalui pengolahan sampah 1.000 ton per hari.

Wali kota perempuan pertama di Kota Pahlawan ini berkali-kali mencoba mencubit kulitnya. Memastikan bahwa semua yang dilihatnya kini bukan hanya mimpi. Sampah di Surabaya dapat berkurang 1.000 ton per hari dan bisa menghasilkan listrik yang memiliki manfaat begitu besar bagi warganya.

Dari 12 megawatt yang dihasilkan PLTSa Benowo, nantinya yang akan dijual kepada PLN sebanyak 9 megawatt. Sedangkan 2 megawatt dikonsumsi sendiri untuk kebutuhan operasional dan sisa 1 megawatt redundant. Pasokan listrik yang dilakukannya secara mandiri menjadi kelegaan tersendiri.

"Jadi 2 megawatt untuk konsumsi (operasional) mereka (PT SO). Listriknya mereka gunakan sendiri, kan mereka juga butuh operasional. Nah, sisanya yang 9 megawatt itu dijual ke PLN dan masih ada redundant 1 megawatt," katanya.

(Baca juga: Tragis, Pegawai Puskesmas Tewas Terpanggang Bersama Motornya )

Risma juga menegaskan pihaknya juga bakal dibantu pemerintah pusat untuk tipping fee sekitar 30 persen. Sebelumnya, ia mengaku telah bertemu dengan Presiden Joko Widodo saat menyampaikan kesiapan operasional PLTSa Benowo tersebut.

"Alhamdulillah kita juga akan dibantu pemerintah pusat untuk tipping fee. Jadi kemarin kita sampaikan ke Pak Presiden kita akan dibantu 30 persen (tipping fee)," ucapnya.

Deputy General Manager Business Unit PT Sumber Organik (SO), Hari Sunjayana menuturkan, proses gasifikasi sampah di PLTSa Benowo kapasitasnya mencapai 1.000 ton per hari. Dari kapasitas itu kemudian diolah menjadi energi listrik sekitar 12 megawatt. Sementara itu hasil listrik sekitar 9 megawatt dijual ke PLN. "Sedangkan kapasitas pembangkit kami itu 12 megawatt. Kita internal consumption artinya dipakai sendiri itu 2 megawatt," kata Hari.

Pihaknya menyatakan, saat ini PT SO sudah mulai melakukan tahapan persiapan commissioning atau pengujian. Pertengahan Agustus ini, tim ahli akan datang ke Surabaya untuk memantau pengujian PLTSa di Benowo tersebut. "Ini kita sudah persiapan untuk komisioning," jelasnya.

(Baca juga: Dekati Para Legenda Persebaya, Ada Apa dengan Eri Cahyadi? )

Kepala Badan Perencanaan Kota (Bappeko) Surabaya, Eri Cahyadi menuturkan, lahan 37,4 hektar tersebut dapat dimanfaatkan dengan baik dalam waktu yang panjang, terutama dalam menghasilkan energi listrik dari sampah .

Pemanfaatan sampah menjadi energi baru tentu membawa efek domino pada lingkungan di Kota Pahlawan yang tetap terjaga. Bila pengelolaan sampah tidak dilakukan dengan baik, bakal berdampak buruk pada masyarakat. "Kalau sampah tak tertangani dengan benar bisa menyebabkan banjir dan wabah penyakit," jelasnya.

Ia menambahkan, sampah yang menumpuk di Benowo diubah jadi sumber gas metana. Gas tersebut merupakan bahan baku utama listrik lewat sistem landfill gas collection. Awalnya, sampah ditumpuk di satu lokasi, dipadatkan, lalu didiamkan. Gunungan sampah yang dipadatkan sebelumnya, dibentuk terasering agar pondasi tak longsor.

"Tingginya juga tak boleh lebih dari 25 meter. Sampah yang tertata rapi kemudian disemprot untuk meredam bau lalu ditutup menggunakan tiga jenis cover berupa tanah, terpal, dan membran atau plastik hitam tebal," imbuhnya.

Secara perlahan, katanya, tumpukan sampah tersebut menghasilkan gas metan yang siap panen. Kuantitas dan kualitas sampah tak stagnan, beberapa indikator menjadi faktor penentu. Seperti kondisi musim dan jenis sampah . Harapan itu pun kini terus membuncah dengan adanya listrik yang bisa diperoleh dari sampah yang selama ini terbuang sia-sia.
(eyt)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2121 seconds (0.1#10.140)