Dugaan Pelecehan Seksual di Kampus UII, Rektor Bentuk Tim Verifikasi
loading...
A
A
A
YOGYAKARTA - Dugaan kasus pelecehan seksual yang terjadi di kampus Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, menjadi perhatian serius Rektor UII Profesor Fathul Wahid. Menurutnya, UII pada prinsipnya tidak memberi ruang kepada tindakan pelecehan atau kekerasan seksual. Sebagai tindaklanjutnya, UII telah melakukan pelacakan informasi dan membentuk tim untuk melakukan verifikasi.
Sejauh ini, kata Prof Fathul, hasil pelacakan belum ada laporan resmi. Namun menemukan ada dua psikolog UII yang dikontak oleh dua korban berbeda untuk mendapatkan pendampingan psikologis pada Maret, Juli 2018, serta pertengahan April 2020, satu korban lain menghubungi Direktorat Pembinaan Kemahasiswaan (DPK) UII.
“Tim psikolog dan DPK UII saat ini sedang merencanakan forum untuk mendalami keterangan dari korban,” kata Fathul, Kamis (30/4/2020).
UII juga menyediakan bantuan pendampinan psikologis kepada korban lain melalui layanan konseling mahasiswa di DPK UII. Untuk itu, jika ada korban lain diharap melaporkan melalui formulir pengaduan daring di laman beh.uii.ac.id
Mengenai proses hukum, menurut Fathul, karena status terduga IB adalah alumni, maka mendorong korban untuk membawa masalah ini ke ranah hukum. UII sudah meminta LKBH Fakultas Hukum UII untuk memberi bantuan atau pendampingan hukum jika diperlukan korban.
“Kami mengganggap serius isu ini, dan posisi UII sangat tegas, tidak memberi ruang kepada tindakan pelecehan atau kekerasan seksual. Sehingga, jalan yang paling mungkin adalah membawanya ke ranah hukum,” tandasnya.
Sebelumnya, kasus pelecehan seksual diduga telah terjadi di lingkungan kampus Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta. Tindakan itu dilakukan oleh alumnus UII 2016 berinisial IB. Terduga IB dinilai mahasiswa malah diberi ruang gerak.
IB dalam seminar menjadi narasumber dalam program branding kampus “Program Inspirasi UII” di kanal media sosial (medsos). Hal ini diungkapkan oleh Aliansi UII bergerak dalam selebaran daring, tertanggal 28 April 2020.
Atas dasar itu, Aliansi UII Bergerak menyatakan sikap:
1. Menuntut Rektor Universitas Islam Indonesia menutup semua akses IB di lingkungan kampus baik offline maupun online. Termasuk tidak memberikan kesempatan IB menjadi dosen Universitas Islam Indonesia di masa yang akan datang.
2. Menuntut Universitas Islam Indonesia segera membentuk tim adhoc yang berpihak pada penyintas berisikan mahasiswa, dosen, dan juga bidang kemahasiswaan guna menyelidiki kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh IB
3. Menuntut Universitas Islam Indonesia untuk menjamin keamanan penyintas. Termasuk mendapatkan jaminan akses pendampingan psikologi.
4. Menuntut Universitas Islam Indonesia untuk membentuk tim penyusun draft regulasi khusus penanganan kasus kekerasan seksual (terdiri dari dosen, mahasiswa, dan psikolog) yang berpih
Sejauh ini, kata Prof Fathul, hasil pelacakan belum ada laporan resmi. Namun menemukan ada dua psikolog UII yang dikontak oleh dua korban berbeda untuk mendapatkan pendampingan psikologis pada Maret, Juli 2018, serta pertengahan April 2020, satu korban lain menghubungi Direktorat Pembinaan Kemahasiswaan (DPK) UII.
“Tim psikolog dan DPK UII saat ini sedang merencanakan forum untuk mendalami keterangan dari korban,” kata Fathul, Kamis (30/4/2020).
UII juga menyediakan bantuan pendampinan psikologis kepada korban lain melalui layanan konseling mahasiswa di DPK UII. Untuk itu, jika ada korban lain diharap melaporkan melalui formulir pengaduan daring di laman beh.uii.ac.id
Mengenai proses hukum, menurut Fathul, karena status terduga IB adalah alumni, maka mendorong korban untuk membawa masalah ini ke ranah hukum. UII sudah meminta LKBH Fakultas Hukum UII untuk memberi bantuan atau pendampingan hukum jika diperlukan korban.
“Kami mengganggap serius isu ini, dan posisi UII sangat tegas, tidak memberi ruang kepada tindakan pelecehan atau kekerasan seksual. Sehingga, jalan yang paling mungkin adalah membawanya ke ranah hukum,” tandasnya.
Sebelumnya, kasus pelecehan seksual diduga telah terjadi di lingkungan kampus Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta. Tindakan itu dilakukan oleh alumnus UII 2016 berinisial IB. Terduga IB dinilai mahasiswa malah diberi ruang gerak.
IB dalam seminar menjadi narasumber dalam program branding kampus “Program Inspirasi UII” di kanal media sosial (medsos). Hal ini diungkapkan oleh Aliansi UII bergerak dalam selebaran daring, tertanggal 28 April 2020.
Atas dasar itu, Aliansi UII Bergerak menyatakan sikap:
1. Menuntut Rektor Universitas Islam Indonesia menutup semua akses IB di lingkungan kampus baik offline maupun online. Termasuk tidak memberikan kesempatan IB menjadi dosen Universitas Islam Indonesia di masa yang akan datang.
2. Menuntut Universitas Islam Indonesia segera membentuk tim adhoc yang berpihak pada penyintas berisikan mahasiswa, dosen, dan juga bidang kemahasiswaan guna menyelidiki kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh IB
3. Menuntut Universitas Islam Indonesia untuk menjamin keamanan penyintas. Termasuk mendapatkan jaminan akses pendampingan psikologi.
4. Menuntut Universitas Islam Indonesia untuk membentuk tim penyusun draft regulasi khusus penanganan kasus kekerasan seksual (terdiri dari dosen, mahasiswa, dan psikolog) yang berpih
(zil)