Klaim Aset Nasionalisasi Dinilai Pakar Hukum Berpotensi Menyebar

Jum'at, 03 November 2017 - 08:21 WIB
Klaim Aset Nasionalisasi Dinilai Pakar Hukum Berpotensi Menyebar
Klaim Aset Nasionalisasi Dinilai Pakar Hukum Berpotensi Menyebar
A A A
BANDUNG - Gugatan ahli waris aset nasionalisasi SMAK Dago, Bandung, Jawa Barat yang diklaim oleh Perkumpulan Lyceum Kristen (PLK) jika dimenangkan oleh PN Bandung dinilai pakar hukum tata negara dapat berakibat merusak tatanan reformasi hukum di Indonesia.

Pasalnya menurut pakar hukum tata negara Refly Harun gugatan klaim ahli waris aset nasionalisasi seperti itu bakal memicu lembaga lain untuk melakukan hal serupa.

"Tinggal membuat yayasan atau organisasi kemudian mengatakan kami ahli waris tanah di Monas atau Istana Presiden lalu pengadilan memenangkannya. Saya kira luar biasa," ujar Refly, Jumat (3/11/2017).

Padahal sesuai konstitusi, terang dia, aset yang telah dinasionalisasi tidak dapat diklaim memiliki lagi ahli waris. Bahkan, termasuk misalnya pemilik sahnya aset tersebut juga tak dapat lagi mengakuinya.

Oleh sebab itu, ujar Refly, amat wajar bila kasus persidangan perkara SMAK Dago dilaporkan ke Komisi Yudisial (KY) sebab dinilai banyak keanehan.

Apalagi, salah satu alat bukti gugatan klaim ahli waris yang digunakan adalah keterangan palsu Akta Notaris Nomor 3/18 November 2005 yang kini sedang berlangsung proses sidang pidananya.

"Saya kira wajar jika KY memperhatikan putusan Majelis Hakim PN Bandung. Penting meminta perhatian institusi yang ada terhadap kasus SMAK Dago," paparnya.

Seperti diketahui, laporan perkara kejanggalan persidangan SMAK Dago telah diterima KY dan sedang dalam proses pemeriksaan. Begitu juga dengan sidang pidana tiga terdakwa keterangan palsu Akta Notaris Nomor 3/18 November 2005 hingga kini masih berlangsung di PN Bandung.

Ketiga terdakwa keterangan palsu Akta Notaris Nomor 3/18 November 2005 tersebut adalah Edward Soeryadjaya, Maria Goretti Pattiwael dan Gustav Pattipeilohy. Namun, terdakwa Edward Soeryadjaya dan Maria Goretti Pattiwael hingga sebelas kali persidangan belum pernah hadir dengan dalih sakit.

Padahal, pihak RSUD Tarakan Jakarta, RS Hasan Sadikin Bandung dan Dokter Kejaksaan Tinggi Jawa Barat menyatakan dapat saja kedua terdakwa dihadirkan ke persidangan dengan didampingi ahli medis.
(nag)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6674 seconds (0.1#10.140)