Sensasi Menikmati Kentang Madu Khas Eropa di Kaki Gunung Ijen
loading...
A
A
A
BONDOWOSO - Menikmati kentang rebus bersamaan dengan madu mungkin masih belum populer bagi sebagian masyarakat Indonesia. Namun, makanan khas Eropa tersebut ternyata begitu nikmat. Apalagi jika kentang madu itu dinikmati dibawah cuaca dingin pegunungan.
(Baca juga: Miris, Bayi Baru Lahir Ditemukan Remuk Ditabrak Truk di Lamongan )
Hal itu bisa dijumpai di Guest House Jampit, tepatnya di kaki Gunung Ijen . Pengunjung yang baru saja tiba bakal disambut dengan sajian selamat datang berupa kentang madu. Cara menikmatinyapun cukup sederhana.
Kentang bisa dikupas dulu atau langsung dibelah menjadi beberapa bagian. Kemudian madu dituangkan rata membasahi kepulan asap dari bongkahan kentang. Setelah itu, kentang madupun siap menghangatkan badan.
Koordinator Wisata Agrowisata PTPN XII Kalisat Jampit, Asnanto Budiono mengatakan, kentang madu merupakan kuliner khas selamat datang di Guest House Jampit. Kentang didapat dari petani lingkungan sekitar. Begitu pula madu, juga berasal dari warga sekitar yang membudidaya madu.
(Baca juga: Pelantikan Sekdaprov Sulawesi Tenggara Diwarnai Kerusuhan )
"Disekitar sini banyak petani yang menanam kentang. Termasuk madunya dari bunga kopi. Jadi pas banget, suasana dingin, makan kentang madu ditemani kopi," katanya pada SINDOnews.
Asnanto mengungkapkan, Guest House berada diketinggian 1500 meter dari permukaan laut (MDPL) ini adalah peninggalan kolonial Belanda yang dibangun pada tahun 1927 silam. Saat ini bangunan khas Eropa tersebut dikelola dan dilesatarikan oleh PTPN XII.
Ia melanjutkan, saat ini bagunan kuno di kaki Gunung Ijen ini banyak dimanfaatkan untuk wisata, penginapan hingga preeweding. Bahkan beberapa waktu lalu dipakai shoting film berjudul King dengan aktris Wulan Guritno. "Ini dijadikan rumahnya, pengambilan gambar disekitar sini," ucapnya.
Bagunan dua lantai seluas 30x40 meter inipun semakin digandrungi para wisatawan. Di bawah bangunan terbuat dari hampir batu alam dan bangunan atas dari masih pakai kayu ulin. Banyak wisatawan lokal yang datang sekedar untuk berkunjung bersama keluarga, makan-makan, atau foto-foto untuk menghiasi laman sosial media.
"Rata-rata orang luar kota kalau ingin tenang, menjauhkan diri dari rutinitas disini mereka betah. Karena jauh dari perkampungan dan jaringan seluler tidak ada. Tapi ada wifi yang bisa dimatikan setiap saat," tegasnya.
(Baca juga: Heroik, Pembantu Rumah Tangga di Palembang Kalahkan Curanmor )
Sedangkan wisatawan asing, kata Asnanto, khususnya dari Belanda datang hanya ingin melihat peninggalan nenek moyangnya. "Mereka merasa bangga karena peninggalan nenek moyangnya sampai sekarang masih bisa dilihat," imbuhnya.
Akses masuk menuju bangunan kuno ini bisa ditempuh dari Bondowoso dan Banyuwangi. Dari kota Bondowoso bisa ditempuh dengan jarak kurang lebih 70 km. Hanya saja, pengunjung akan melalui sekitar 5 km jalan makadam atau jalan kebun.
Kemudian jika lewat Banyuwangi, pengunjung bisa masuk melalui jalur Kawah Ijen kurang lebih 50 km. Pengunjung juga bakal menikmati jalan tanah milik perhutani sejauh 4.5 km. "Pulangnya bisa melewati Kawah Wurung , menikmati hamparan kebun kopi. Apalagi jika di bulan Juli hingga Agustus puncaknya panen kopi," pungkas Asnanto.
(Baca juga: Miris, Bayi Baru Lahir Ditemukan Remuk Ditabrak Truk di Lamongan )
Hal itu bisa dijumpai di Guest House Jampit, tepatnya di kaki Gunung Ijen . Pengunjung yang baru saja tiba bakal disambut dengan sajian selamat datang berupa kentang madu. Cara menikmatinyapun cukup sederhana.
Kentang bisa dikupas dulu atau langsung dibelah menjadi beberapa bagian. Kemudian madu dituangkan rata membasahi kepulan asap dari bongkahan kentang. Setelah itu, kentang madupun siap menghangatkan badan.
Koordinator Wisata Agrowisata PTPN XII Kalisat Jampit, Asnanto Budiono mengatakan, kentang madu merupakan kuliner khas selamat datang di Guest House Jampit. Kentang didapat dari petani lingkungan sekitar. Begitu pula madu, juga berasal dari warga sekitar yang membudidaya madu.
(Baca juga: Pelantikan Sekdaprov Sulawesi Tenggara Diwarnai Kerusuhan )
"Disekitar sini banyak petani yang menanam kentang. Termasuk madunya dari bunga kopi. Jadi pas banget, suasana dingin, makan kentang madu ditemani kopi," katanya pada SINDOnews.
Asnanto mengungkapkan, Guest House berada diketinggian 1500 meter dari permukaan laut (MDPL) ini adalah peninggalan kolonial Belanda yang dibangun pada tahun 1927 silam. Saat ini bangunan khas Eropa tersebut dikelola dan dilesatarikan oleh PTPN XII.
Ia melanjutkan, saat ini bagunan kuno di kaki Gunung Ijen ini banyak dimanfaatkan untuk wisata, penginapan hingga preeweding. Bahkan beberapa waktu lalu dipakai shoting film berjudul King dengan aktris Wulan Guritno. "Ini dijadikan rumahnya, pengambilan gambar disekitar sini," ucapnya.
Bagunan dua lantai seluas 30x40 meter inipun semakin digandrungi para wisatawan. Di bawah bangunan terbuat dari hampir batu alam dan bangunan atas dari masih pakai kayu ulin. Banyak wisatawan lokal yang datang sekedar untuk berkunjung bersama keluarga, makan-makan, atau foto-foto untuk menghiasi laman sosial media.
"Rata-rata orang luar kota kalau ingin tenang, menjauhkan diri dari rutinitas disini mereka betah. Karena jauh dari perkampungan dan jaringan seluler tidak ada. Tapi ada wifi yang bisa dimatikan setiap saat," tegasnya.
(Baca juga: Heroik, Pembantu Rumah Tangga di Palembang Kalahkan Curanmor )
Sedangkan wisatawan asing, kata Asnanto, khususnya dari Belanda datang hanya ingin melihat peninggalan nenek moyangnya. "Mereka merasa bangga karena peninggalan nenek moyangnya sampai sekarang masih bisa dilihat," imbuhnya.
Akses masuk menuju bangunan kuno ini bisa ditempuh dari Bondowoso dan Banyuwangi. Dari kota Bondowoso bisa ditempuh dengan jarak kurang lebih 70 km. Hanya saja, pengunjung akan melalui sekitar 5 km jalan makadam atau jalan kebun.
Kemudian jika lewat Banyuwangi, pengunjung bisa masuk melalui jalur Kawah Ijen kurang lebih 50 km. Pengunjung juga bakal menikmati jalan tanah milik perhutani sejauh 4.5 km. "Pulangnya bisa melewati Kawah Wurung , menikmati hamparan kebun kopi. Apalagi jika di bulan Juli hingga Agustus puncaknya panen kopi," pungkas Asnanto.
(eyt)