Kisah Mengerikan Evakuasi Korban G30S PKI Bikin Pasukan Sarwo Edhie Wibowo Keracunan Gas
loading...
A
A
A
Puncak Gerakan 30 September 1965 atau G30S PK I adalah menghabisi sejumlah perwira tinggi Angkatan Darat (AD) yang dianggap sebagai Dewan Jenderal. Dewan Revolusi dipimpin Letkol Untung Sutopo, para perwira tinggi AD itu diculik dan dibunuh.
Keberingasan PKI tak hanya disitu saja, jenazahnya diceburkan ke dalam sumur Lubang Buaya, Jakarta. Mereka dihabisi lantaran dianggap sebagai Dewan Jenderal istilah Dewan Revolusi untuk menyebut sejumlah perwira tinggi AD yang tidak loyal kepada Presiden Soekarno.
Hingga 1 Oktober 1965, Dewan Revolusi merasa menang. Namun situasi dalam sekejap berubah. Serangan pasukan RPKAD yang dipimpin Sarwo Edhie Wibowo berhasil membalikkan keadaan. Pasukan Dewan Revolusi dipukul mundur.
Stasiun Radio Republik Indonesia (RRI) yang sebelumnya mereka kuasai, berhasil direbut. Pada 3 Oktober 1965, Lubang Buaya ditemukan. Melihat pasukan RPKAD mendekat, orang-orang Pemuda Rakyat dan Gerwani yang berada di sekitar Lubang Buaya pada memilih kabur.
“Lubang tersebut adalah sumur tua yang berjarak tiga meter dari sebuah rumah yang dihuni seorang guru aktivis Partai Komunis Indonesia (PKI),” demikian dikutip dari buku Tionghoa Dalam Sejarah Kemiliteran, Sejak Nusantara sampai Indonesia (2014).
Lubang Buaya berdiameter 3/4 meter dengan kedalaman 10 meter. Keberadaan sumur tua itu oleh orang-orang PKI dikamuflase. Agar tidak mudah ditemukan, kedalaman Lubang Buaya ditimbuni sampah kering, batang pohon pisang, daun singkong serta tanah berselang seling.
Oleh tentara, Lubang Buaya langsung dibongkar. Kendati demikian tidak mudah mengevakuasi jenazah para perwira tinggi AD. Karena kendala teknis, evakuasi jenazah baru bisa dilakukan pada 4 Oktober 1965.
Proses evakuasi melibatkan pasukan Kesatuan Intai Para Amphibi (Kipam) Marinir. Ruang sempit dan dalamnya Lubang Buaya membuat proses evakuasi jenazah tidak mudah dan sempat terhenti.
Keberingasan PKI tak hanya disitu saja, jenazahnya diceburkan ke dalam sumur Lubang Buaya, Jakarta. Mereka dihabisi lantaran dianggap sebagai Dewan Jenderal istilah Dewan Revolusi untuk menyebut sejumlah perwira tinggi AD yang tidak loyal kepada Presiden Soekarno.
Hingga 1 Oktober 1965, Dewan Revolusi merasa menang. Namun situasi dalam sekejap berubah. Serangan pasukan RPKAD yang dipimpin Sarwo Edhie Wibowo berhasil membalikkan keadaan. Pasukan Dewan Revolusi dipukul mundur.
Stasiun Radio Republik Indonesia (RRI) yang sebelumnya mereka kuasai, berhasil direbut. Pada 3 Oktober 1965, Lubang Buaya ditemukan. Melihat pasukan RPKAD mendekat, orang-orang Pemuda Rakyat dan Gerwani yang berada di sekitar Lubang Buaya pada memilih kabur.
“Lubang tersebut adalah sumur tua yang berjarak tiga meter dari sebuah rumah yang dihuni seorang guru aktivis Partai Komunis Indonesia (PKI),” demikian dikutip dari buku Tionghoa Dalam Sejarah Kemiliteran, Sejak Nusantara sampai Indonesia (2014).
Lubang Buaya berdiameter 3/4 meter dengan kedalaman 10 meter. Keberadaan sumur tua itu oleh orang-orang PKI dikamuflase. Agar tidak mudah ditemukan, kedalaman Lubang Buaya ditimbuni sampah kering, batang pohon pisang, daun singkong serta tanah berselang seling.
Oleh tentara, Lubang Buaya langsung dibongkar. Kendati demikian tidak mudah mengevakuasi jenazah para perwira tinggi AD. Karena kendala teknis, evakuasi jenazah baru bisa dilakukan pada 4 Oktober 1965.
Proses evakuasi melibatkan pasukan Kesatuan Intai Para Amphibi (Kipam) Marinir. Ruang sempit dan dalamnya Lubang Buaya membuat proses evakuasi jenazah tidak mudah dan sempat terhenti.