Sejarah dan Asal-usul Magelang, Kota Tertua yang Berdiri Sejak 907 Masehi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Magelang termasuk salah satu kota tertua di Indonesia. Kota ini terkenal dengan tempat-tempat bersejarah.
Kabupaten Magelang sendiri tidak dapat dipisahkan dari sejarah kotanya. Dulunya wilayah yang punya julukan Kota Sejuta Bunga ini karena lokasinya yang strategis. Selain itu, kota ini juga menjadi penghubung bagi kawasan utara dan selatan.
Terdapat beberapa versi untuk asal-usul nama Magelang. Namun versi paling populer mengatakan bahwa Magelang berasal dari kata tepung gelang, yang berarti “mengepung rapat seperti gelang”.
Nama tersebut diberikan untuk mengenang Raja Jin Sonta yang dikepung di daerah ini oleh pasukan Mataram sebelum akhirnya mati di tangan Pangeran Purbaya.
Kisah dimulai ketika Panembahan Senopati hendak memperluas kekuasaan wilayahnya dengan membuka sebuah hutan yang bernama Kedu. Maka diutuslah anak Panembahan Senopati yang bernama Pangeran Purbaya untuk menjalankan tugas ini.
Tugas tersebut tidak mudah karena Hutan Kedu dipercaya sedang dalam penguasaan Raja Jin. Karena itu, Pangeran Purbaya dibekali sebuah tombak sebelum keberangkatannya oleh Kyai Pleret.
Awalnya pasukan Pangeran Purbaya berhasil untuk memukul mundur pasukan jin. Lalu, membuat pemukiman di sebagian wilayah Hutan Kedu.
Raja Jin yang tidak terima lantas menyamar menjadi pelayan di rumah Kyai Keramat. Jin ini akhirnya mulai menjalankan rencananya untuk menyebarkan wabah penyakit di desa tersebut.
Setelah melakukan penelusuran, akhirnya Pangeran Purbaya mengetahui bahwa Raja Jin sedang menyamar menjadi pelayan. Setelah ketahuan, Jin tersebut langsung melarikan diri ke hutan.
Untuk mengepung Raja Jin dan pasukannya Pangeran Purbaya dan pasukannya melakukan pengepungan dengan cara melingkar seperti gelang untuk memojokkan Jin dan pasukannya.
Dilansir dari laman resmi Kota Magelang, hari jadi Magelang telah ditetapkan pada tanggal 11 April 907 Masehi sesuai dengan Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 6 Tahun 1989.
Untuk menelusuri kembali sejarah Kota Magelang, sumber prasasti yang digunakan adalah Prasasti POH, Prasasti GILIKAN dan Prasasti Mantyasih. Ketiganya merupakan prasasti yang ditulis diatas lempengan tembaga.
Dalam Prasasti Mantyasih berisi antara lain, penyebutan nama Raja Rake Watukura Dyah Balitung, serta penyebutan angka 829 Çaka bulan Çaitra tanggal 11 Paro-Gelap Paringkelan Tunngle, Pasaran Umanis hari Senais Sçara atau Sabtu, dengan kata lain Hari Sabtu Legi tanggal 11 April 907.
Dalam Prasasti ini disebut pula Desa Mantyasih yang ditetapkan oleh Sri Maharaja Rake Watukura Dyah Balitung sebagai Desa Perdikan atau daerah bebas pajak yang dipimpin oleh pejabat patih. Juga disebut-sebut Gunung Susundara dan Wukir Sumbing yang kini dikenal dengan Gunung Sindoro dan Gunung Sumbing.
Sementara untuk lahirnya Kabupaten Magelang sendiri dimulai ketika pada tahun 1812, ketika Letnan Gubernur Sir Thomas Stamford Raffles mengangkat Ngabei Danuningrat sebagai bupati pertama Magelang dengan gelar Adipati Danuningrat I.
Penunjukkan ini terjadi sebagai konsekuensi perjanjian antara Inggris dan Kesultanan Yogyakarta pada tanggal 1 Agustus 1812 yang menyerahkan wilayah Kedu kepada pemerintah Inggris.
Sejak itu Danuningrat menjadi bupati pertama di Kabupaten Magelang dengan gelar Adipati Danuningrat I. Atas petunjuk dari gurunya dia memilih daerah antara desa Mantyasih dan desa Gelangan sebagai pusat pemerintahan.
Seiring dengan berjalannya waktu, kedudukan Kabupaten Magelang diperkuat melalui UU No. 2 tahun 1948 dengan ibu kota di Kota Magelang. Pada tahun 1950 berdasarkan UU No. 13 tahun 1950 Kota Magelang berdiri sendiri dan diberi hak untuk mengatur rumah tangga sendiri, sehingga ada kebijaksanaan untuk memindah ibu kota kabupaten ke daerah lain.
Lihat Juga: Hadiri Majelis Sholawat Hari Santri Nasional, Ahmad Luthfi: Saya Juga Santri, Pencalonan Ini Ikhtiar
Kabupaten Magelang sendiri tidak dapat dipisahkan dari sejarah kotanya. Dulunya wilayah yang punya julukan Kota Sejuta Bunga ini karena lokasinya yang strategis. Selain itu, kota ini juga menjadi penghubung bagi kawasan utara dan selatan.
Asal-usul Nama Magelang
Terdapat beberapa versi untuk asal-usul nama Magelang. Namun versi paling populer mengatakan bahwa Magelang berasal dari kata tepung gelang, yang berarti “mengepung rapat seperti gelang”.
Nama tersebut diberikan untuk mengenang Raja Jin Sonta yang dikepung di daerah ini oleh pasukan Mataram sebelum akhirnya mati di tangan Pangeran Purbaya.
Kisah dimulai ketika Panembahan Senopati hendak memperluas kekuasaan wilayahnya dengan membuka sebuah hutan yang bernama Kedu. Maka diutuslah anak Panembahan Senopati yang bernama Pangeran Purbaya untuk menjalankan tugas ini.
Tugas tersebut tidak mudah karena Hutan Kedu dipercaya sedang dalam penguasaan Raja Jin. Karena itu, Pangeran Purbaya dibekali sebuah tombak sebelum keberangkatannya oleh Kyai Pleret.
Awalnya pasukan Pangeran Purbaya berhasil untuk memukul mundur pasukan jin. Lalu, membuat pemukiman di sebagian wilayah Hutan Kedu.
Raja Jin yang tidak terima lantas menyamar menjadi pelayan di rumah Kyai Keramat. Jin ini akhirnya mulai menjalankan rencananya untuk menyebarkan wabah penyakit di desa tersebut.
Setelah melakukan penelusuran, akhirnya Pangeran Purbaya mengetahui bahwa Raja Jin sedang menyamar menjadi pelayan. Setelah ketahuan, Jin tersebut langsung melarikan diri ke hutan.
Untuk mengepung Raja Jin dan pasukannya Pangeran Purbaya dan pasukannya melakukan pengepungan dengan cara melingkar seperti gelang untuk memojokkan Jin dan pasukannya.
Sejarah Magelang
Dilansir dari laman resmi Kota Magelang, hari jadi Magelang telah ditetapkan pada tanggal 11 April 907 Masehi sesuai dengan Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 6 Tahun 1989.
Untuk menelusuri kembali sejarah Kota Magelang, sumber prasasti yang digunakan adalah Prasasti POH, Prasasti GILIKAN dan Prasasti Mantyasih. Ketiganya merupakan prasasti yang ditulis diatas lempengan tembaga.
Dalam Prasasti Mantyasih berisi antara lain, penyebutan nama Raja Rake Watukura Dyah Balitung, serta penyebutan angka 829 Çaka bulan Çaitra tanggal 11 Paro-Gelap Paringkelan Tunngle, Pasaran Umanis hari Senais Sçara atau Sabtu, dengan kata lain Hari Sabtu Legi tanggal 11 April 907.
Dalam Prasasti ini disebut pula Desa Mantyasih yang ditetapkan oleh Sri Maharaja Rake Watukura Dyah Balitung sebagai Desa Perdikan atau daerah bebas pajak yang dipimpin oleh pejabat patih. Juga disebut-sebut Gunung Susundara dan Wukir Sumbing yang kini dikenal dengan Gunung Sindoro dan Gunung Sumbing.
Sementara untuk lahirnya Kabupaten Magelang sendiri dimulai ketika pada tahun 1812, ketika Letnan Gubernur Sir Thomas Stamford Raffles mengangkat Ngabei Danuningrat sebagai bupati pertama Magelang dengan gelar Adipati Danuningrat I.
Penunjukkan ini terjadi sebagai konsekuensi perjanjian antara Inggris dan Kesultanan Yogyakarta pada tanggal 1 Agustus 1812 yang menyerahkan wilayah Kedu kepada pemerintah Inggris.
Sejak itu Danuningrat menjadi bupati pertama di Kabupaten Magelang dengan gelar Adipati Danuningrat I. Atas petunjuk dari gurunya dia memilih daerah antara desa Mantyasih dan desa Gelangan sebagai pusat pemerintahan.
Seiring dengan berjalannya waktu, kedudukan Kabupaten Magelang diperkuat melalui UU No. 2 tahun 1948 dengan ibu kota di Kota Magelang. Pada tahun 1950 berdasarkan UU No. 13 tahun 1950 Kota Magelang berdiri sendiri dan diberi hak untuk mengatur rumah tangga sendiri, sehingga ada kebijaksanaan untuk memindah ibu kota kabupaten ke daerah lain.
Lihat Juga: Hadiri Majelis Sholawat Hari Santri Nasional, Ahmad Luthfi: Saya Juga Santri, Pencalonan Ini Ikhtiar
(okt)