Rasio Kebutuhan Listrik di Lampung Capai 99,97 Persen
loading...
A
A
A
LAMPUNG - Rasio kebutuhan listrik di Lampung sudah mencapai 99,97% atau tersisa 7 dari total 2.574 desa yang belum teraliri listrik. GM PT PLN UP3 Lampung Saleh Siswanto mengatakan, pemerintah mendirikan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN untuk memenuhi kebutuhan listrik masyarakat.
"Saat ini, banyak kemudahan akses untuk pelayanan publik yang bisa digunakan oleh masyarakat. Begitupun adanya keringanan yang diberikan oleh PLN, misalnya untuk menambah daya, ada diskon dalam menyambut HUT RI 2023," ujarnya dalam seminar "Urgensi Pengembangan Sektor Kelistrikan dalam Perspektif Pelayanan Publik" di Kota Metro, Lampung, Minggu (6/8/2023).
Dia mengajak peserta seminar, termasuk masyarakat Lampung, turut bekerja sama dalam kelancaran perawatan sarana prasarana PLN. Misalnya, merelakan pohonnya dipangkas karena dianggap mengganggu jalur instalasi listrik.
Sementara itu, Ombudsman mengajak organisasi masyarakat (ormas) sipil (civil society organization) dan publik turut mengawal kebijakan energi, termasuk kelistrikan. Hal tersebut urgen mengingat sektor sarat nuansa politik dan tarik-menarik kelompok kepentingan.
"Tanpa adanya pelibatan CSO dan seluruh lapisan masyarakat dalam merumuskan kebijakan, perencanaan di sektor energi kelistrikan serta penerapannya akan sulit untuk memenuhi kebutuhan dan kepentingan publik," ujar anggota Ombudsman Hery Susanto dalam kesempatan sama.
Dia mengatakan, partisipasi masyarakat menjadi kunci dalam perbaikan pelayanan publik di Indonesia selain adanya sinergi antara eksekutif dan legislatif. Dia melanjutkan, kolaborasi seluruhnya itu merupakan penunjang terlaksananya fungsi, tugas, dan kewenangan Ombudsman RI sebagai lembaga pengawas penyelenggaraan pelayanan publik.
"Penyelenggara pelayanan publik berkewajiban memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat dan perlu berkoordinasi, bekerja sama, serta membangun jaringan kerja dengan Ombudsman RI untuk pencegahan praktek malaadministrasi," katanya dalam keterangannya.
Hery mengungkapkan, setidaknya ada 4 hal yang kerap diadukan masyarakat kepada Ombudsman terkait pelayanan publik sektor listrik. Yakni, penertiban pemakaian tenaga listrik (P2TL), pemasangan listrik, pembangunan jaringan listrik, dan ganti kerugian atau kompensasi listrik. Ombudsman pun menindaklanjuti laporan itu. Setidaknya ada 8 bentuk malaadministrasi yang umum terjadi pada sektor kelistrikan.
"Bentuk malaadministrasi yang kerap ditemukan adalah pihak penyelenggara tidak memberikan pelayanan, terjadi diskriminasi, adanya pungli, penyalahgunaan wewenang, petugas yang tidak kompeten pada bidangnya, petugas yang melakukan hal tidak patut selama memberi pelayanan, penyimpangan prosedur, dan penundaan berlarut," tuturnya.
Tindak lanjut laporan masyarakat menggunakan prosedur Respons Cepat Ombudsman (RCO) jika dalam kondisi darurat, mengancam keselamatan jiwa, dan mengancam hak hidup. "RCO merupakan mekanisme penyelesaian laporan secara cepat terhadap laporan yang dinyatakan memenuhi kriteria tersebut," pungkas Hery.
"Saat ini, banyak kemudahan akses untuk pelayanan publik yang bisa digunakan oleh masyarakat. Begitupun adanya keringanan yang diberikan oleh PLN, misalnya untuk menambah daya, ada diskon dalam menyambut HUT RI 2023," ujarnya dalam seminar "Urgensi Pengembangan Sektor Kelistrikan dalam Perspektif Pelayanan Publik" di Kota Metro, Lampung, Minggu (6/8/2023).
Dia mengajak peserta seminar, termasuk masyarakat Lampung, turut bekerja sama dalam kelancaran perawatan sarana prasarana PLN. Misalnya, merelakan pohonnya dipangkas karena dianggap mengganggu jalur instalasi listrik.
Sementara itu, Ombudsman mengajak organisasi masyarakat (ormas) sipil (civil society organization) dan publik turut mengawal kebijakan energi, termasuk kelistrikan. Hal tersebut urgen mengingat sektor sarat nuansa politik dan tarik-menarik kelompok kepentingan.
"Tanpa adanya pelibatan CSO dan seluruh lapisan masyarakat dalam merumuskan kebijakan, perencanaan di sektor energi kelistrikan serta penerapannya akan sulit untuk memenuhi kebutuhan dan kepentingan publik," ujar anggota Ombudsman Hery Susanto dalam kesempatan sama.
Dia mengatakan, partisipasi masyarakat menjadi kunci dalam perbaikan pelayanan publik di Indonesia selain adanya sinergi antara eksekutif dan legislatif. Dia melanjutkan, kolaborasi seluruhnya itu merupakan penunjang terlaksananya fungsi, tugas, dan kewenangan Ombudsman RI sebagai lembaga pengawas penyelenggaraan pelayanan publik.
"Penyelenggara pelayanan publik berkewajiban memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat dan perlu berkoordinasi, bekerja sama, serta membangun jaringan kerja dengan Ombudsman RI untuk pencegahan praktek malaadministrasi," katanya dalam keterangannya.
Hery mengungkapkan, setidaknya ada 4 hal yang kerap diadukan masyarakat kepada Ombudsman terkait pelayanan publik sektor listrik. Yakni, penertiban pemakaian tenaga listrik (P2TL), pemasangan listrik, pembangunan jaringan listrik, dan ganti kerugian atau kompensasi listrik. Ombudsman pun menindaklanjuti laporan itu. Setidaknya ada 8 bentuk malaadministrasi yang umum terjadi pada sektor kelistrikan.
"Bentuk malaadministrasi yang kerap ditemukan adalah pihak penyelenggara tidak memberikan pelayanan, terjadi diskriminasi, adanya pungli, penyalahgunaan wewenang, petugas yang tidak kompeten pada bidangnya, petugas yang melakukan hal tidak patut selama memberi pelayanan, penyimpangan prosedur, dan penundaan berlarut," tuturnya.
Tindak lanjut laporan masyarakat menggunakan prosedur Respons Cepat Ombudsman (RCO) jika dalam kondisi darurat, mengancam keselamatan jiwa, dan mengancam hak hidup. "RCO merupakan mekanisme penyelesaian laporan secara cepat terhadap laporan yang dinyatakan memenuhi kriteria tersebut," pungkas Hery.
(hri)