Membangun Daerah Terpencil dengan Libatkan Masyarakat Sekitar
loading...
A
A
A
SORONG SELATAN - Belum semuanya wilayah di Papua mendapatkan sumber penerangan listrik rumah tangga. Namun, tidak sedikit pihak yang tergerak untuk memberikan penerangan kepada ribuan rumah di pedalaman Papua.
Salah satunya seperti yang dilakukan cendekia Dr. Ir. Kuntjoro Pinardi, M.Sc. Lulusan Delft University of Technology, Belanda, ini pun rela meninggalkan kariernya di luar negeri demi membantu masyarakat pedalaman Papua.
Diaspora yang juga menjadi guru besar madya dari salah satu perguruan tinggi di Swedia ini mengabdikan diri bersama masyarakat Papua dalam Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH), tepatnya di Desa Wehali, Sorong Selatan, Papua Barat, pada 2011.
Bukan hanya membangun sebuah proyek, Kuntjoro pun melibatkan masyarakat, terutama ibu-ibu, untuk bergerak bersama, yang artinya juga memberdayakan warga sekitar. Dia tergerak untuk mengupayakan hal itu lantaran belum tersentuhnya pelosok-pelosok terdalam Indonesia oleh listrik.
Kuntjoro mengungkapkan bahwa ketertarikannya mengambil dan melaksanakan pembangunan pembangkit listrik tenaga mikrohidro ini bukan semata karena faktor materi saja, namun juga ada faktor sosial di dalamnya.
"Nilai proyek saya waktu itu tidak besar, membangun Mikrohidro setara dengan 120 kilowatt. Jadi produksi bisa menangani daya 120.000, kira-kira bisa (mengaliri) 1.000 rumah," tutur Kuntjoro, dalam keterangan tertulisnya, baru-baru ini.
Kendati demikian, proyek yang dilakukan Kuntjoro itu tidak selalu berjalan mulus. Terdapat sejumlah tantangan di dalam prosesnya. Dia menceritakan bahwa desain untuk PLTMH di Desa Wehali ternyata memiliki kesalahan karena mustahil untuk membangun di tanah masyarakat yang bisa memicu konflik dan potensi gangguan dalam pembangunan proyek tersebut.
Apalagi, Kuntjoro menjalankan proyeknya dibantu dengan tim yang sangat minim. "Saya pergi ke Papua tanpa membawa pengawalan security. Jadi tidak kontak polisi, TNI. Saya datang ke sana hanya membawa satu admin untuk pengelolaan project, tiga tukang, yaitu dua tukang las dan satu tukang kayu dan batu," jelas Kuntjoro, yang pulang ke Tanah Air pada 2004.
Dengan tim yang minimalis, Kuntjoro berhasil membangun jaringan pipa sepanjang 400 meter sebagai sarana pendukung untuk pembuatan Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro. Dia juga menerapkan metode berbeda, karena tidak mengandalkan pelat baja seperti pada umumnya.
Salah satunya seperti yang dilakukan cendekia Dr. Ir. Kuntjoro Pinardi, M.Sc. Lulusan Delft University of Technology, Belanda, ini pun rela meninggalkan kariernya di luar negeri demi membantu masyarakat pedalaman Papua.
Diaspora yang juga menjadi guru besar madya dari salah satu perguruan tinggi di Swedia ini mengabdikan diri bersama masyarakat Papua dalam Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH), tepatnya di Desa Wehali, Sorong Selatan, Papua Barat, pada 2011.
Bukan hanya membangun sebuah proyek, Kuntjoro pun melibatkan masyarakat, terutama ibu-ibu, untuk bergerak bersama, yang artinya juga memberdayakan warga sekitar. Dia tergerak untuk mengupayakan hal itu lantaran belum tersentuhnya pelosok-pelosok terdalam Indonesia oleh listrik.
Kuntjoro mengungkapkan bahwa ketertarikannya mengambil dan melaksanakan pembangunan pembangkit listrik tenaga mikrohidro ini bukan semata karena faktor materi saja, namun juga ada faktor sosial di dalamnya.
"Nilai proyek saya waktu itu tidak besar, membangun Mikrohidro setara dengan 120 kilowatt. Jadi produksi bisa menangani daya 120.000, kira-kira bisa (mengaliri) 1.000 rumah," tutur Kuntjoro, dalam keterangan tertulisnya, baru-baru ini.
Kendati demikian, proyek yang dilakukan Kuntjoro itu tidak selalu berjalan mulus. Terdapat sejumlah tantangan di dalam prosesnya. Dia menceritakan bahwa desain untuk PLTMH di Desa Wehali ternyata memiliki kesalahan karena mustahil untuk membangun di tanah masyarakat yang bisa memicu konflik dan potensi gangguan dalam pembangunan proyek tersebut.
Apalagi, Kuntjoro menjalankan proyeknya dibantu dengan tim yang sangat minim. "Saya pergi ke Papua tanpa membawa pengawalan security. Jadi tidak kontak polisi, TNI. Saya datang ke sana hanya membawa satu admin untuk pengelolaan project, tiga tukang, yaitu dua tukang las dan satu tukang kayu dan batu," jelas Kuntjoro, yang pulang ke Tanah Air pada 2004.
Dengan tim yang minimalis, Kuntjoro berhasil membangun jaringan pipa sepanjang 400 meter sebagai sarana pendukung untuk pembuatan Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro. Dia juga menerapkan metode berbeda, karena tidak mengandalkan pelat baja seperti pada umumnya.