Perundungan di Dunia Maya Marak, Lakukan Langkah Ini untuk Mencegahnya
loading...
A
A
A
PANDEGLANG - Beragam manfaat, mulai dari komunikasi hingga mendapatkan informasi bisa dilakukan lewat internet. Itu sisi positifnya yang tidak bisa dipungkiri. Namun, ada juga sisi negatifnya, terutama penggunaan internet di kalangan anak usia sekolah, yaitu fenomena perundungan siber atau cyberbullying.
Kepala Bidang Informasi Publik Dinas Komunikasi Informatika Sandi dan Statistik (Diskomsantik) Kabupaten Pandeglang Abdul Latif menyampaikan, data kasus perundungan di kalangan pelajar semakin memperihatinkan.
Penelitian Center for Digital Society (CFDS) per Agustus 2021 yang dilakukan kepada 3.077 siswa SMP dan SMA usia 13-18 tahun dari 34 provinsi di Indonesia menyebut 1.895 siswa (45,35 persen) mengaku pernah menjadi korban perundungan.
"Sementara 1.182 (38,41 persen) lainnya menjadi pelaku," beber Abdul Latif saat menjadi narasumber dalam diskusi literasi digital yang digelar Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bersama Yayasan Sahabat Nurani Banten, di Desa Giri Jaya, Kecamatan Saketi, Kabupaten Pandeglang, Banten, Kamis (22/6/2023) sore.
Fakta memprihatinkan itu, lanjut dia, juga terkonfirmasi oleh laporan hasil survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) 2021-2022, yang menyebut tingkat penetrasi internet pada anak usia 13-18 tahun (99,16 persen). "Dan sebanyak 90,61 persen anak usia 13-18 tahun tersebut mengakses internet melalui gawai,” ujar Latif dalam diskusi bertajuk ”Mencegah Perundungan di Dunia Maya” itu.
Dalam diskusi luring yang digelar "chip in" dalam acara Mitigasi Bencana Berbasis Komunitas itu, Abdul Latif menyebut cyberbullying paling banyak terjadi melalui media sosial. Platform media sosial yang jamak digunakan, yaitu aplikasi percakapan WhatsApp, Instagram, dan Facebook.
”Adapun perilaku cyberbullying yang paling sering dilakukan adalah kekerasan siber (harassment), pencemaran nama baik (denigration), serta pengucilan (exclusion),” jelas Abdul.
Menurutnya, cyberbullying dapat mempengaruhi mental, emosional, hingga fisik para korban. Untuk itu ia berpesan kepada remaja pengguna digital selalu waspada dan berhati-hati berada di dunia maya. ”Salah satu langkah mencegah cyberbullying, verifikasi informasi dan teman yang belum dikenal,” pungkasnya.
Sementara itu, menurut Tltutor PJJ Ilmu Komunikasi Universitas Pelita Harapan (UPH) Herman Purba, doxing atau membagikan data personal seseorang ke dunia maya merupakan salah satu bentuk perundungan yang kerap terjadi di media digital.
"Bentuk lainnya, yakni: cyberstalking (memata-matai), revenge porn (balas dendam dengan menyebarkan foto/video vulgar), dan body shaming (penghinaan fisik)," kata Herman.
Herman menyampaikan tips atau langkah-langkah untuk mengatasinya. ”Caranya, blok atau laporkan akun media sosial pelaku cyberbullying, keluar dari grup di mana perundungan terjadi, bijak membagikan foto, video atau konten di media sosial dan serta tidak mengakses informasi yang dapat merugikan,” rinci Herman.
Influencer Inta Oceania mengatakan, perundungan dengan menggunakan teknologi digital sering terjadi di media sosial, platform percakapan (chatting), platform bermain game, dan ponsel.
”Cara mencegahnya, sesuaikan setelan privasi Anda di jejaring sosial, batasi informasi pribadi yang dapat dilihat orang lain, hati-hati dalam menambahkan daftar teman dan jejaring sosial,” tukasnya.
Lihat Juga: Pelaku Paksa Siswa Sujud dan Menggonggong di Surabaya Ivan Sugianto Dijebloskan ke Penjara
Kepala Bidang Informasi Publik Dinas Komunikasi Informatika Sandi dan Statistik (Diskomsantik) Kabupaten Pandeglang Abdul Latif menyampaikan, data kasus perundungan di kalangan pelajar semakin memperihatinkan.
Penelitian Center for Digital Society (CFDS) per Agustus 2021 yang dilakukan kepada 3.077 siswa SMP dan SMA usia 13-18 tahun dari 34 provinsi di Indonesia menyebut 1.895 siswa (45,35 persen) mengaku pernah menjadi korban perundungan.
"Sementara 1.182 (38,41 persen) lainnya menjadi pelaku," beber Abdul Latif saat menjadi narasumber dalam diskusi literasi digital yang digelar Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bersama Yayasan Sahabat Nurani Banten, di Desa Giri Jaya, Kecamatan Saketi, Kabupaten Pandeglang, Banten, Kamis (22/6/2023) sore.
Fakta memprihatinkan itu, lanjut dia, juga terkonfirmasi oleh laporan hasil survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) 2021-2022, yang menyebut tingkat penetrasi internet pada anak usia 13-18 tahun (99,16 persen). "Dan sebanyak 90,61 persen anak usia 13-18 tahun tersebut mengakses internet melalui gawai,” ujar Latif dalam diskusi bertajuk ”Mencegah Perundungan di Dunia Maya” itu.
Dalam diskusi luring yang digelar "chip in" dalam acara Mitigasi Bencana Berbasis Komunitas itu, Abdul Latif menyebut cyberbullying paling banyak terjadi melalui media sosial. Platform media sosial yang jamak digunakan, yaitu aplikasi percakapan WhatsApp, Instagram, dan Facebook.
”Adapun perilaku cyberbullying yang paling sering dilakukan adalah kekerasan siber (harassment), pencemaran nama baik (denigration), serta pengucilan (exclusion),” jelas Abdul.
Baca Juga
Menurutnya, cyberbullying dapat mempengaruhi mental, emosional, hingga fisik para korban. Untuk itu ia berpesan kepada remaja pengguna digital selalu waspada dan berhati-hati berada di dunia maya. ”Salah satu langkah mencegah cyberbullying, verifikasi informasi dan teman yang belum dikenal,” pungkasnya.
Sementara itu, menurut Tltutor PJJ Ilmu Komunikasi Universitas Pelita Harapan (UPH) Herman Purba, doxing atau membagikan data personal seseorang ke dunia maya merupakan salah satu bentuk perundungan yang kerap terjadi di media digital.
"Bentuk lainnya, yakni: cyberstalking (memata-matai), revenge porn (balas dendam dengan menyebarkan foto/video vulgar), dan body shaming (penghinaan fisik)," kata Herman.
Herman menyampaikan tips atau langkah-langkah untuk mengatasinya. ”Caranya, blok atau laporkan akun media sosial pelaku cyberbullying, keluar dari grup di mana perundungan terjadi, bijak membagikan foto, video atau konten di media sosial dan serta tidak mengakses informasi yang dapat merugikan,” rinci Herman.
Influencer Inta Oceania mengatakan, perundungan dengan menggunakan teknologi digital sering terjadi di media sosial, platform percakapan (chatting), platform bermain game, dan ponsel.
”Cara mencegahnya, sesuaikan setelan privasi Anda di jejaring sosial, batasi informasi pribadi yang dapat dilihat orang lain, hati-hati dalam menambahkan daftar teman dan jejaring sosial,” tukasnya.
Lihat Juga: Pelaku Paksa Siswa Sujud dan Menggonggong di Surabaya Ivan Sugianto Dijebloskan ke Penjara
(don)