Penampakan Sidang Perdana 8 Pelaku Perusakan Kantor Arema FC
loading...
A
A
A
"Dari dakwaan ada beberapa hal yg perlu disampaikan bahwa temen-temen dari Arema itu nawaitunya untuk menyuarakan keadilan itu tadi. Jadi bagaimana mengusut tuntas terkait tragedi kan suruhan," tuturnya.
Pihaknya berencana akan mengajukan eksepsi atau istilahnya suatu tangkisan atau sanggahan atau bantahan tertentu dari pihak tergugat yang tidak berkaitan langsung dengan pokok perkara.
Pengakuan eksepsi akan disampaikan oleh tim kuasa hukum pada persidangan pekan depan. Mengenai apa isi dari eksepsinya, tim kuasa hukum akan terlebih dahulu mendiskusikannya.
"Makanya kita akan melakukan eksepsi untuk minggu depan. Kita eksepsi akan melakukan tim, terutama Mas Imam sebagai ketua tatak akan koordinasi membahas dan melakukan membuat eksepsi," bebernya.
Di sisi lain Imam Hidayat, ketua tim Tatak menyayangkan sangkaan jeratan pasal yang diajukan jaksa penuntut umum (JPU) ke delapan terdakwa perusakan kantor Arema FC.
Dalam jeratan dakwaan jaksa memilih Pasal 170 KUHP dengan ancaman hukuman 9 tahun penjara, sedangkan untuk perkara Tragedi Kanjuruhan yang menewaskan 135 nyawa justru hanya diancam 5 tahun, pada laporan model A yang sudah divonis dengan hukuman terberat 1,6 tahun kepada Abdul Haris selaku mantan Ketua Panpel Arema FC.
"Kemudian LP b kita di polres Kepanjen juga masih proses penyelidikan, ada apa ini. Dimana proses keadilannya, masak harga kaca lebih mahal dari 135 nyawa. Jadi saya minta Polres Kepanjen memperhatikan ini," kata Imam Hidayat.
Menurut Imam, apa yang terjadi di depan kantor Arema FC pada Minggu 29 Januari 2023 adalah bagian dari perkara tragedi Kanjuruhan yang merasa tidak jelas penyelesaian hukumnya.
Ia pun meminta kepolisian di Polres Malang bisa memproses laporan Model B dengan dugaan pelanggaran Pasal 338 dan Pasal 340 KUHP.
"Jangan pilih kasih, ini rangkaian dari proses keadilan yang tidak didapat dari keluar Tragedi Kanjuruhan. Jangan dipisah, ini perkara nggak putus, mereka sebenarnya insiden, bukan perkara perusakan. Artinya kita harus tahu dulu pemantiknya siapa. Jangan terus kemudian ini perkara terpisah, ini perkara rangkaian. Karena keluarga korban merasa tidak mendapatkan keadilan," jelasnya.
Pihaknya berencana akan mengajukan eksepsi atau istilahnya suatu tangkisan atau sanggahan atau bantahan tertentu dari pihak tergugat yang tidak berkaitan langsung dengan pokok perkara.
Pengakuan eksepsi akan disampaikan oleh tim kuasa hukum pada persidangan pekan depan. Mengenai apa isi dari eksepsinya, tim kuasa hukum akan terlebih dahulu mendiskusikannya.
"Makanya kita akan melakukan eksepsi untuk minggu depan. Kita eksepsi akan melakukan tim, terutama Mas Imam sebagai ketua tatak akan koordinasi membahas dan melakukan membuat eksepsi," bebernya.
Di sisi lain Imam Hidayat, ketua tim Tatak menyayangkan sangkaan jeratan pasal yang diajukan jaksa penuntut umum (JPU) ke delapan terdakwa perusakan kantor Arema FC.
Dalam jeratan dakwaan jaksa memilih Pasal 170 KUHP dengan ancaman hukuman 9 tahun penjara, sedangkan untuk perkara Tragedi Kanjuruhan yang menewaskan 135 nyawa justru hanya diancam 5 tahun, pada laporan model A yang sudah divonis dengan hukuman terberat 1,6 tahun kepada Abdul Haris selaku mantan Ketua Panpel Arema FC.
"Kemudian LP b kita di polres Kepanjen juga masih proses penyelidikan, ada apa ini. Dimana proses keadilannya, masak harga kaca lebih mahal dari 135 nyawa. Jadi saya minta Polres Kepanjen memperhatikan ini," kata Imam Hidayat.
Menurut Imam, apa yang terjadi di depan kantor Arema FC pada Minggu 29 Januari 2023 adalah bagian dari perkara tragedi Kanjuruhan yang merasa tidak jelas penyelesaian hukumnya.
Ia pun meminta kepolisian di Polres Malang bisa memproses laporan Model B dengan dugaan pelanggaran Pasal 338 dan Pasal 340 KUHP.
"Jangan pilih kasih, ini rangkaian dari proses keadilan yang tidak didapat dari keluar Tragedi Kanjuruhan. Jangan dipisah, ini perkara nggak putus, mereka sebenarnya insiden, bukan perkara perusakan. Artinya kita harus tahu dulu pemantiknya siapa. Jangan terus kemudian ini perkara terpisah, ini perkara rangkaian. Karena keluarga korban merasa tidak mendapatkan keadilan," jelasnya.