Kisah Kaib Ibrahim Calon Haji 100 Tahun dari Malang, Menabung 40 Tahun untuk Berangkat ke Tanah Suci

Minggu, 28 Mei 2023 - 10:51 WIB
loading...
Kisah Kaib Ibrahim Calon Haji 100 Tahun dari Malang, Menabung 40 Tahun untuk Berangkat ke Tanah Suci
Kaib Ibrahim calon haji usia 100 tahun, menabung 40 tahun dari hasil berkebun untuk ke Tanah Suci.Foto/Avirista Midaada
A A A
MALANG - Kaib Ibrahim menjadi calon jemaah haji (calhaj) tertua dari Kabupaten Malang dengan usia 100 tahun. Perjuangan untuk berangkat haji bukanlah hal yang mudah bagi Kaib Ibrahim.

Apalagi sosoknya merupakan seorang petani di perkebunan di Dusun Sumberduren Kidul, Desa Sidodadi, Kecamatan Gedangan, Kabupaten Malang. Perkebunan kayu sengon, singkong, pisang, menjadi tumpuan kehidupan Kaib Ibrahim dan anaknya.

Ditemui di rumahnya, pelosok perbukitan Gedangan tepatnya di Dusun Sumberduren Kidul RT 29 RW 9 Desa Sidodadi, Kecamatan Gedangan, Kabupaten Malang, Kaib mengisahkan dirinya sudah berkeinginan berangkat ibadah haji sejak lama.

Bahkan ketika sang istri meninggal pada tahun 1985, tekad Kaib untuk berangkat haji pun kian besar sehingga memutuskan kerja keras dan mengumpulkan uang sedikit demi sedikit.

Baca juga: Jamin Kenyamanan Komunikasi Jemaah Haji, XL Didukung Operator di Arab Saudi

"Tahun 1985 ditinggal orang perempuan (istri), anak masih SD. Nggak kepengen rabi (nikah), pengen berangkat haji, yang penting bisa berangkat haji, ngumpulkan uang," ucap Kaib Ibrahim didampingi anak terkecilnya Asiyeh dan menantunya Narimo.

Guna mewujudkan keinginannya, Kaib bahkan sempat merantau ke Kalimantan Selatan tepatnya di Banjarmasin selama 10 tahun. Hal ini demi bisa mendapatkan uang dan kehidupan lebih layak dibandingkan berkebun dan menjadi petani di Kecamatan Gedangan.

"Pernah merantau di Banjarmasin 10 tahun di hutan nyari uang, tapi tidak mendapat apa-apa, tidak dapat uang. Cuma dapat makanan saja. Jadi pulang lagi, ya tani di lahannya sendiri ya akhirnya berhasil," ungkap Kaib kembali.

Bahkan di usianya yang sudah satu abad, Kaib tak berhenti bekerja. Ia mengaku bekerja sebagai petani dan berkebun bukan hanya menjadi sumber penghasilan utamanya, tapi juga demi kesehatan badannya. Pasalnya ketika ia tidak bekerja dan melakukan aktivitas berkebun, seperti mencangkul, hingga mengawasi hasil perkebunan sengonnya, kesehatannya terganggu.

"Alhamdulillah sehat badannya. Sebenarnya kalau sama anak tidak boleh untuk kerja lagi, tapi mau gimana kalau tidak bekerja tidak enak, kalau sakit semua. Makanya ya diizinkan kerja (sama anak), macul (mencangkul) juga masih kuat," tuturnya.

Dirinya berbagi tips bahwa kunci kesehatannya karena sering berjalan kaki hingga makan segala makanan kecuali yang diharamkan oleh Allah. Tetapi satu kunci yang utama disebut Kaib karena Allah masih memberinya umur panjang.

"Resepnya sama Gusti Allah. (Pernah sakit) 18 hari, cuma makan sehari semalam segelas air, tidak makan apa-apa, sudah pasrah kalau mati. Tapi Alhamdulillah masih dikasih umur panjang sama Gust Allah," jelasnya.

"Ya Alhamdulillah masih sehat, kalau jalan ya pelan-pelan. Kalau manasik kalau nggak pakai (diantar) sepada (motor) ya nggak bisa, kalau tidak diantar ke kebun ya jalan kaki," imbuhnya.

Kini di usinya sudah satu abad, Kaib masih tekun untuk bertani di kebunnya. Menurutnya, hasil kebun itu menjadi tumpuan keluarganya kelak. Apalagi kini di perkebunannya ditanami singkong dan kayu sengon dengan kualitas bagus.

"Kebun ditanami sengon, singkong, untuk anak-anak nanti kalau berangkat haji. Nggak usah syukuran (untuk berangkat haji) soalnya sunnah, yang wajib berangkatnya, (hasil) kebunnya untuk anak saja nanti, yang penting berangkat dulu," jawabnya kembali.

Guna menjaga kebunnya itu ia tak tanggung-tanggung, Kaib bahkan sampai harus menginap di sebuah gubuk kecil di perkebunannya. Mengingat jarak rumah tempat tinggalnya dengan kebun cukup jauh. Hal ini pula yang diakui Narimo, menantu Kaib yang kini tinggal bersama menemani.

"Sehari-hari nginap di kebun, kalau kesal tidak pulang, jadi nggak pulang ke rumah. Di pondoknya dibuat tidur nginap di sana, ada (listrik) tenaga surya di sana. Kalau kebunnya jauh, dua jam lebih jalan kaki," kata Narimo.

Narimo menambahkan, biasanya sang mertua pulang ketika Kamis siang atau Jumat pagi karena akan berangkat salat Jumat. Ketika pulang pun Kaib disebutnya kerap berjalan kaki sendiri, atau jika memungkinkan ia dan anaknya yang menjemput.

"Setiap Kamis biasanya pulang, karena Jumatnya kan jumatan, jadi pulang jalan kaki, kalau gak kita yang jemput," bebernya.

Baca juga: Gantikan Ibu yang Meninggal, Bobi Setiawan Jadi Calon Jemaah Haji Termuda dari KBB

Sedangkan tokoh masyarakat Zainur Roziqin Nasrullah menyatakan, mengenal baik Kaib Ibrahim yang menjadi warga tertua di dusunnya. Roziqin berujar, Kaib merupakan sosok orang tua yang masih taat menjalankan perintah Allah.

"Beliau ini orang kuno yang masih mempertahankan kekunoannya, masih memegang prinsip agama Islam, dan menjalankan ibadah yang luar biasa," kata Zainur Roziqin yang juga merupakan tokoh agama di lingkungan setempat.

Dirinya berujar, bila Kaib Ibrahim juga menjadi panutan bagi yang berusia lebih muda sepertinya. Mengingat sosok Kaib Ibrahim adalah sosok pekerja keras dan tak kenal lelah, meski sudah berusia satu abad.

"Berangkat ke kebun itu jalan kaki, beliau masih sehat luar biasa. Yang muda saja balapan jalan kalah. Sehari-hari tinggal di ladang, kadang di rumah, tapi ketika Jumatan pasti pulang pasti salat di masjid sini," paparnya.
(msd)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.4152 seconds (0.1#10.140)