Bawaslu Bakal Awasi Media Sosial Pasangan Calon Kepala Daerah
loading...
A
A
A
JAKARTA - Aktivitas pasangan calon kepala daerah bakal diawasi ketat oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), bahkan hingga ke media sosial (medsos) saat pilkada nanti. Bawaslu saat ini telah bekerja sama dengan penyedia aplikasi medsos, seperti Facebook, Twitter, Google, dan lainnya.
Bawaslu bakal mengawasi tiap aktivitas paslon di medsos, khususnya yang berkaitan dengan kampanye. Paslon yang terbukti melanggar atau melakukan black campaign, bukan hanya kena sanksi dari UU Nomor 10/2016 tentang Pilkada, tapi bisa juga dijerat dengan ketentuan pidana dalam Undang-Undang Nomor 19/2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
“Sesuai dengan tahapan dalam PKPU (Peraturan Komisi Pemilihan Umum) 5/2020 saat ini belum ada penetapan calon, masih adanya bakal, penetapan calon 23 September 2020. Maka baru 3 hari setelahnya ada masa kampanye. Yang jadi persoalan karena belum pasangan calon (paslon). Jadi, istilah publik bisa mengatakan curi start kampanye, sudah ada penetapan paslon baru bisa disebut kampane melanggar jadwal, kalau belum ada penetapan sulit menyebut kampanye di luar jadwal,” kata Ketua Bawaslu Abhan dalam Fokus SINDO yang bertajuk kampanye di masa pandemi secara virtual, Rabu (22/7/2020).
Abhan menjelaskan, ada beberapa hal yang diatur dalam pilkada di tengah pandemi ini yakni, protokol kesehatan pencegahan COVID-19, termasuk di tahapan kampanye. Sehingga, tim kampaye, paslon, dan masyarakat harus taat prosedur protokol kesehatan, dan PKPU 6/2020 tentang Penyelenggaraan Pilkada Dalam Bencana Non Alam/COVID-19, KPU masih membuka ruang kampanye yang sifatnya konvensional, tatap muka, pertemuan terbatas bahkan rapat umum masih bisa dilakukan dengan protokol COVID-19.
“Melakukan kampanye dalam bentuk rapat umum, maksimal peserta 50% dari kapasitas lapangan, ini kewenangan Bawaslu untuk menghitung kapasitas,” imbuhnya.
Dalam konteks pelaksaaan pilkada di tengah pandemi, Abhan melanjutkan, butuh kreativitas paslon yang bisa menarik publik dengan tetap mempertimbangkan protokol COVID-19. Karena parameter pilkada yang aman ini tidak hanya bebas dari konflik, tapi juga agar pilkada 2020 tidak menjadi klaster baru peneybaran COVID-19.
“Kita harus menjunjung tinggi kesejahteraan dan kesehatan masyarakat,” ucap Abhan.
Abhan melanjutkan, pada dasarnya metode kampanye virtual sudah pernah dilakukan pada pilkada 2018 dan pemilu 2019 dengan frekuensi yang dibatasi. Misalnya, masing-masing tim kampanye menggunakan maksimal 10 akun, dan di masing-masing platform medsos dibatasi berapa akun 5 atau10 akun. Pada Pilkada 2020 ini, akan dibuka ruang kampanye di ruang virtual dan ini menjadi tantangan bagi Bawaslu.
Bawaslu bakal mengawasi tiap aktivitas paslon di medsos, khususnya yang berkaitan dengan kampanye. Paslon yang terbukti melanggar atau melakukan black campaign, bukan hanya kena sanksi dari UU Nomor 10/2016 tentang Pilkada, tapi bisa juga dijerat dengan ketentuan pidana dalam Undang-Undang Nomor 19/2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
“Sesuai dengan tahapan dalam PKPU (Peraturan Komisi Pemilihan Umum) 5/2020 saat ini belum ada penetapan calon, masih adanya bakal, penetapan calon 23 September 2020. Maka baru 3 hari setelahnya ada masa kampanye. Yang jadi persoalan karena belum pasangan calon (paslon). Jadi, istilah publik bisa mengatakan curi start kampanye, sudah ada penetapan paslon baru bisa disebut kampane melanggar jadwal, kalau belum ada penetapan sulit menyebut kampanye di luar jadwal,” kata Ketua Bawaslu Abhan dalam Fokus SINDO yang bertajuk kampanye di masa pandemi secara virtual, Rabu (22/7/2020).
Abhan menjelaskan, ada beberapa hal yang diatur dalam pilkada di tengah pandemi ini yakni, protokol kesehatan pencegahan COVID-19, termasuk di tahapan kampanye. Sehingga, tim kampaye, paslon, dan masyarakat harus taat prosedur protokol kesehatan, dan PKPU 6/2020 tentang Penyelenggaraan Pilkada Dalam Bencana Non Alam/COVID-19, KPU masih membuka ruang kampanye yang sifatnya konvensional, tatap muka, pertemuan terbatas bahkan rapat umum masih bisa dilakukan dengan protokol COVID-19.
“Melakukan kampanye dalam bentuk rapat umum, maksimal peserta 50% dari kapasitas lapangan, ini kewenangan Bawaslu untuk menghitung kapasitas,” imbuhnya.
Dalam konteks pelaksaaan pilkada di tengah pandemi, Abhan melanjutkan, butuh kreativitas paslon yang bisa menarik publik dengan tetap mempertimbangkan protokol COVID-19. Karena parameter pilkada yang aman ini tidak hanya bebas dari konflik, tapi juga agar pilkada 2020 tidak menjadi klaster baru peneybaran COVID-19.
“Kita harus menjunjung tinggi kesejahteraan dan kesehatan masyarakat,” ucap Abhan.
Abhan melanjutkan, pada dasarnya metode kampanye virtual sudah pernah dilakukan pada pilkada 2018 dan pemilu 2019 dengan frekuensi yang dibatasi. Misalnya, masing-masing tim kampanye menggunakan maksimal 10 akun, dan di masing-masing platform medsos dibatasi berapa akun 5 atau10 akun. Pada Pilkada 2020 ini, akan dibuka ruang kampanye di ruang virtual dan ini menjadi tantangan bagi Bawaslu.