Pemerhati Lingkungan Makin Khawatir dengan Kondisi SM Rawa Singkil
loading...
A
A
A
BANDA ACEH - Kerusakan bentang alam kawasan Suaka Margasatwa (SM) Rawa Singkil cukup mengkhawatirkan. Kegiatan pembalakan liar dan perambahan untuk alih fungsi lahan di kawasan konservasi tersebut masih terjadi.
Sayangnya, masih belum ada tindakan tegas untuk menghentikannya. Maraknya aktivitas ilegal di kawasan SM Rawa Singkil itu sebagaimana diungkap Manager Geographic Information System (GIS) Yayasan HakA, Lukmanul Hakim.
Menurut Lukmanul, aktivitas ilegal tersebut sejatinya sudah berlangsung sejak lama dan kian masif belakangan ini. "Kami rutin memantau kondisi tutupan hutan di Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) termasuk SM Rawa Singkil," kata dia, melalui keterangan tertulisnya, Senin (15/5/2023)
Dia menyebutkan jika terus melakukan pemantauan bersama Yayasan HAkA setiap bulan dengan metode remote sensing. Bahkan, data terbaru dari pemantauan cukup mencengangkan. Pada periode April 2023, SM Rawa Singkil kehilangan tutupan hutan seluas 54 hektare.
"Total selama Januari-April 2023, SM Rawa Singkil mengalami kehilangan tutupan hutan seluas 258 hektare atau meningkat 66% dibanding periode yang sama pada tahun lalu," beber Lukmanul.
Dia menjelaskan bahwa sepanjang tahun 2002, ada sekitar 716 hektare hutan yang hilang di Rawa Singkil. Jumlah kerusakan itu terus meningkat setiap tahunnya, sejak 2019. Lambannya respons pemerintah membuat kecewa para penggiat lingkungan.
Mereka menilai pemerintah tak serius menyelamatkan SM Rawa Singkil dari tangan-tangan jahat yang merusaknya selama ini. Padahal, SM Rawa Singkil merupakan bagian dari kawasan konservasi yang mestinya dijaga dan dilindungi.
"Sampai hari ini belum ada upaya serius penyelamatan yang dilakukan Menteri LHK," kata Wahyu Pratama, Koordinator Hukum Perkumpulan Pembela Lingkungan Hidup (P2LH).
P2LH sendiri telah berkali-kali menyampaikan pengaduan kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) terkait aktivitas ilegal di kawasan tersebut.
P2LH juga telah menggalang dukungan melalui penandatanganan petisi untuk mendorong Menteri LHK segera melakukan penyelamatan SM Rawa Singkil.
Sayangnya, masih belum ada tindakan tegas untuk menghentikannya. Maraknya aktivitas ilegal di kawasan SM Rawa Singkil itu sebagaimana diungkap Manager Geographic Information System (GIS) Yayasan HakA, Lukmanul Hakim.
Menurut Lukmanul, aktivitas ilegal tersebut sejatinya sudah berlangsung sejak lama dan kian masif belakangan ini. "Kami rutin memantau kondisi tutupan hutan di Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) termasuk SM Rawa Singkil," kata dia, melalui keterangan tertulisnya, Senin (15/5/2023)
Dia menyebutkan jika terus melakukan pemantauan bersama Yayasan HAkA setiap bulan dengan metode remote sensing. Bahkan, data terbaru dari pemantauan cukup mencengangkan. Pada periode April 2023, SM Rawa Singkil kehilangan tutupan hutan seluas 54 hektare.
"Total selama Januari-April 2023, SM Rawa Singkil mengalami kehilangan tutupan hutan seluas 258 hektare atau meningkat 66% dibanding periode yang sama pada tahun lalu," beber Lukmanul.
Dia menjelaskan bahwa sepanjang tahun 2002, ada sekitar 716 hektare hutan yang hilang di Rawa Singkil. Jumlah kerusakan itu terus meningkat setiap tahunnya, sejak 2019. Lambannya respons pemerintah membuat kecewa para penggiat lingkungan.
Mereka menilai pemerintah tak serius menyelamatkan SM Rawa Singkil dari tangan-tangan jahat yang merusaknya selama ini. Padahal, SM Rawa Singkil merupakan bagian dari kawasan konservasi yang mestinya dijaga dan dilindungi.
"Sampai hari ini belum ada upaya serius penyelamatan yang dilakukan Menteri LHK," kata Wahyu Pratama, Koordinator Hukum Perkumpulan Pembela Lingkungan Hidup (P2LH).
P2LH sendiri telah berkali-kali menyampaikan pengaduan kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) terkait aktivitas ilegal di kawasan tersebut.
P2LH juga telah menggalang dukungan melalui penandatanganan petisi untuk mendorong Menteri LHK segera melakukan penyelamatan SM Rawa Singkil.