Misteri Jay Shima, Sosok Ratu Pertama di Tanah Jawa
loading...
A
A
A
JAKARTA - Sosok Ratu Shima menjadi buah bibir para raja se-Nusantara, bahkan Asia pada abad ke-7 Masehi. Ratu pertama di tanah Jawa itu kadang dipandang sebagai sosok misterius. Ihwalnya, pada sikap tegas sang ratu yang tidak memihak anak kandung jika berurusan dengan hukum.
Ratu Shima lahir pada 611 M di Sumatera bagian selatan. Ia merupakan anak dari seorang pemuka agama Hindu-Syiwa. Ratu Shima pindah ke Jepara setelah menikah dengan pangeran dari Kalingga, Kartikeyasinga. Ratu Shima memerintah Kerajaan Kalingga menggantikan suaminya, Raja Kartikeyasinga yang wafat pada 674 Masehi. Baca Juga: Kisah Ratu Shima dan Masuknya Islam di Tanah Jawa
Kalingga atau disebut juga Keling adalah kerajaan Hindu dan mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Ratu Shima. Cerita tentang ketegasan dalam menegakkan hukum menjadi buah bibir. Bahkan suatu ketika sang ratu memberikan hukuman mati kepada anaknya sendiri hanya karena menyenggol pundi-pundi emas.
Dalam buku "Perempuan-Perempuan Tangguh Penguasa Tanah Jawa" tulisan Krishna Bayu Adji dan Sri Wintala Achmad dikisahkan bahwa berita kejujuran dan tegasnya ratu Kalingga ini sampai di telinga Raja Ta che dari China.
Sang Raja Ta che ini kemudian penasaran mengapa Kerajaan Kalingga terkenal dengan kejujurannya hingga terdengar ke China yang sangat jauh dari Jawa. Lalu suatu ketika sang raja ingin membuktikan hal itu dengan mengirim utusan menaruh pundi-pundi emas secara diam-diam di tengah jalan dekat keramaian pasar.
Berhari-hari, berbulan-bulan, bertahun-tahun, bahkan konon pundi-pundi emas itu sampai tiga tahun tetap di tempat semula. Tak ada yang berani menyentuh, apalagi membuka dan memindahkannya.
Suatu ketika anak tertua Sang Ratu Jay Shima tengah berjalan melewati pasar, ia tidak sengaja kakinya menyenggol pundi-pundi emas tersebut. Salah seorang pengawas utusan melihat kejadian tersebut, lalu melaporkannya kepada pemerintah kerajaan akan kejadian tersebut.
Setelah mendapat laporan tersebut, Ratu Jay Shima menjatuhkan hukuman mati kepada pelakunya, yang tak lain adalah anaknya sendiri. Beberapa patih kerajaan tidak setuju dengan keputusan Ratu Jay Shima. Mereka mengajukan pembelaan untuk sang putra mahkota.
Pembelaan mereka yaitu sang putra mahkota menyenggol pundi-pundi emas tersebut karena tidak sengaja dengan kakinya. Maka lebih baik cukup kakinya yang dipotong, tidak perlu dihukum mati karena tidak ada unsur kesengajaan.
Setelah melalui perdebatan panjang, Ratu Jay Shima akhirnya menyetujui pembelaan dari patih kerajaan. Sang putra mahkota hanya dihukum potong jari kakinya yang telah menyenggol pundi-pundi emas tersebut.
Akhirnya utusan Raja Ta che kembali ke China setelah melihat keberanian tentang adilnya Ratu Jay Shima yang akan menghukum anaknya sesudah melakukan kesalahan. Selain itu, sang utusan juga melaporkan kepada Raja Tache perihal kejujuran rakyat Holing atau Kalingga, yang sangat luar biasa.
Ratu Shima lahir pada 611 M di Sumatera bagian selatan. Ia merupakan anak dari seorang pemuka agama Hindu-Syiwa. Ratu Shima pindah ke Jepara setelah menikah dengan pangeran dari Kalingga, Kartikeyasinga. Ratu Shima memerintah Kerajaan Kalingga menggantikan suaminya, Raja Kartikeyasinga yang wafat pada 674 Masehi. Baca Juga: Kisah Ratu Shima dan Masuknya Islam di Tanah Jawa
Kalingga atau disebut juga Keling adalah kerajaan Hindu dan mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Ratu Shima. Cerita tentang ketegasan dalam menegakkan hukum menjadi buah bibir. Bahkan suatu ketika sang ratu memberikan hukuman mati kepada anaknya sendiri hanya karena menyenggol pundi-pundi emas.
Dalam buku "Perempuan-Perempuan Tangguh Penguasa Tanah Jawa" tulisan Krishna Bayu Adji dan Sri Wintala Achmad dikisahkan bahwa berita kejujuran dan tegasnya ratu Kalingga ini sampai di telinga Raja Ta che dari China.
Sang Raja Ta che ini kemudian penasaran mengapa Kerajaan Kalingga terkenal dengan kejujurannya hingga terdengar ke China yang sangat jauh dari Jawa. Lalu suatu ketika sang raja ingin membuktikan hal itu dengan mengirim utusan menaruh pundi-pundi emas secara diam-diam di tengah jalan dekat keramaian pasar.
Berhari-hari, berbulan-bulan, bertahun-tahun, bahkan konon pundi-pundi emas itu sampai tiga tahun tetap di tempat semula. Tak ada yang berani menyentuh, apalagi membuka dan memindahkannya.
Suatu ketika anak tertua Sang Ratu Jay Shima tengah berjalan melewati pasar, ia tidak sengaja kakinya menyenggol pundi-pundi emas tersebut. Salah seorang pengawas utusan melihat kejadian tersebut, lalu melaporkannya kepada pemerintah kerajaan akan kejadian tersebut.
Setelah mendapat laporan tersebut, Ratu Jay Shima menjatuhkan hukuman mati kepada pelakunya, yang tak lain adalah anaknya sendiri. Beberapa patih kerajaan tidak setuju dengan keputusan Ratu Jay Shima. Mereka mengajukan pembelaan untuk sang putra mahkota.
Pembelaan mereka yaitu sang putra mahkota menyenggol pundi-pundi emas tersebut karena tidak sengaja dengan kakinya. Maka lebih baik cukup kakinya yang dipotong, tidak perlu dihukum mati karena tidak ada unsur kesengajaan.
Setelah melalui perdebatan panjang, Ratu Jay Shima akhirnya menyetujui pembelaan dari patih kerajaan. Sang putra mahkota hanya dihukum potong jari kakinya yang telah menyenggol pundi-pundi emas tersebut.
Akhirnya utusan Raja Ta che kembali ke China setelah melihat keberanian tentang adilnya Ratu Jay Shima yang akan menghukum anaknya sesudah melakukan kesalahan. Selain itu, sang utusan juga melaporkan kepada Raja Tache perihal kejujuran rakyat Holing atau Kalingga, yang sangat luar biasa.
(don)