Kisah Saridin, Wali Nyeleneh yang Diusir Sunan Kudus karena Pamer Kesaktian
loading...
A
A
A
Saridin yang hidup pada masa Kerajaan Demak, Kerajaan Pajang dan awal Kesultanan Mataram Islam, juga kerap disemati gelar waliyyul ilmi Sunan Landoh atau Sunan Landoh.
Bukan hanya ikan yang muncul di dalam air kelapa. Karomah Saridin juga kembali terlihat saat digarapi santri lain.
Suatu ketika, para santri tengah mengisi bak kamar mandi pesantren dan Saridin diminta turut berpartisipasi. Air diusung dengan ember dari sumur menuju bak mandi. Namun Saridin sengaja tidak diberi ember.
Kebetulan di tangan Saridin tengah berpegang keranjang penyimpan rumput. Dan lazimnya keranjang untuk rumput, seluruh permukaannya berlobang-lobang. Saridin diminta mengambil air dengan keranjang.
“Bila kau sakti, gunakan keranjang itu!”.
Saridin hanya mengiyakan. Tanpa pikir panjang dimasukkannya air sumur ke dalam keranjang yang berlobang-lobang. Lagi-lagi terjadi fenomena ajaib yang membuat semua tercengang.
Air di dalam keranjang yang semestinya tumpah, ternyata tidak tumpah. Dalam sekejap, Saridin mampu memenuhi bak mandi pesantren. Namun peristiwa yang terjadi dianggap telah menurunkan wibawa Sunan Kudus.
Saridin dihukum dengan diusir dari pesantren. Saat meninggalkan pesantren Sunan Kudus, Saridin bertemu Syekh Malaya atau Sunan Kalijaga. Ia pun nyantri kepada Sunan Kalijaga.
Oleh Sunan Kalijaga, Saridin diminta menjalani tirakat tapa kungkum (berendam) di Laut Jawa. Karena tak mampu berenang, konon Saridin terseret arus laut hingga terdampar di Palembang. Dari Palembang ia melanjutkan perjalanan ke Timur Tengah.
Saridin memulai karir pertamanya sebagai wali penyebar Islam di Desa Miyono, Kadipaten Pati Jawa Tengah. Ia menikah dengan Raden Ayu Retno Jinoli, putri Sultan Mataram ke-2, yakni Sultan Anyakrawati.
Bukan hanya ikan yang muncul di dalam air kelapa. Karomah Saridin juga kembali terlihat saat digarapi santri lain.
Suatu ketika, para santri tengah mengisi bak kamar mandi pesantren dan Saridin diminta turut berpartisipasi. Air diusung dengan ember dari sumur menuju bak mandi. Namun Saridin sengaja tidak diberi ember.
Kebetulan di tangan Saridin tengah berpegang keranjang penyimpan rumput. Dan lazimnya keranjang untuk rumput, seluruh permukaannya berlobang-lobang. Saridin diminta mengambil air dengan keranjang.
“Bila kau sakti, gunakan keranjang itu!”.
Saridin hanya mengiyakan. Tanpa pikir panjang dimasukkannya air sumur ke dalam keranjang yang berlobang-lobang. Lagi-lagi terjadi fenomena ajaib yang membuat semua tercengang.
Air di dalam keranjang yang semestinya tumpah, ternyata tidak tumpah. Dalam sekejap, Saridin mampu memenuhi bak mandi pesantren. Namun peristiwa yang terjadi dianggap telah menurunkan wibawa Sunan Kudus.
Saridin dihukum dengan diusir dari pesantren. Saat meninggalkan pesantren Sunan Kudus, Saridin bertemu Syekh Malaya atau Sunan Kalijaga. Ia pun nyantri kepada Sunan Kalijaga.
Oleh Sunan Kalijaga, Saridin diminta menjalani tirakat tapa kungkum (berendam) di Laut Jawa. Karena tak mampu berenang, konon Saridin terseret arus laut hingga terdampar di Palembang. Dari Palembang ia melanjutkan perjalanan ke Timur Tengah.
Saridin memulai karir pertamanya sebagai wali penyebar Islam di Desa Miyono, Kadipaten Pati Jawa Tengah. Ia menikah dengan Raden Ayu Retno Jinoli, putri Sultan Mataram ke-2, yakni Sultan Anyakrawati.