Labuhan Merapi, Cara Orang Jawa Menjinakkan Amukan Gunung Merapi
loading...
A
A
A
Di antaranya dua ekor ayam panggang, satu ekor ayam ingkung, nasi dan tumpeng, sayur urap, anek jajan pasar, cemilan gorengan, sayur campur, lemper, dan kerupuk udang.
Di dapur itu, juru kunci Merapi membakar dupa sekaligus memanjatkan doa yang berlafalkan Arab dan Jawa. Sebelum peristiwa erupsi dahsyat tahun 2010 yang menelan banyak korban jiwa, doa dipimpin juru kunci mendiang Mbah Maridjan.
Disampaikan bahwa Sultan Yogyakarta telah menghaturkan persembahan kepada leluhur yang bersemayam di gunung Merapi. Persembahan yang dihaturkan sebagai wujud rasa cinta, hormat dan syukur.
Sultan sekeluarga, bangsa Indonesia, para pemimpin bangsa dan rakyat Indonesia didoakan senantiasa berumur panjang, damai, sehat, serta dilindungi dari segala malapetaka dan bencana alam.
“Ritual diakhiri dengan selametan, upacara menyantap sesajian makanan yang telah diletakkan di atas tikar yang terhampar di lantai”.
Selanjutnya kotak kayu yang berisi persembahan benda keraton diusung sekaligus dikirab menuju kawasan kendhit. Tetua adat dan para abdi dalem keraton mengenakan pakaian tradisional Jawa.Laki-laki memakai kain batik, surjan dari kain lurik serta blangkon. Sedangkan perempuan mengenakan kemben dari kain warna-warni dan kain batik yang panjangnya hingga pergelangan kaki.
Sesampai di sebuah batu besar yang diberi nama Pelabuhan, persembahan dihaturkan. Kemenyan dibakar. Semua duduk bersila menghadap puncak gunung Merapi dengan posisi tangan menyembah.
Dengan bahasa Jawa halus, juru kunci berdoa sekaligus menghaturkan persembahan kepada Kiai Sapu Jagat. Khusus pakaian tradisional dan kain dari keraton dibagi-bagikan kepada warga.
Banyak warga yang berharap besar bisa mendapatkannya. Warga kemudian menyimpannya karena meyakini sebagai benda bertuah yang mampu menambah kewibawaan, melancarkan karier, menangkal serangan ilmu hitam serta menghindarkan dari malapetaka.
Di dapur itu, juru kunci Merapi membakar dupa sekaligus memanjatkan doa yang berlafalkan Arab dan Jawa. Sebelum peristiwa erupsi dahsyat tahun 2010 yang menelan banyak korban jiwa, doa dipimpin juru kunci mendiang Mbah Maridjan.
Disampaikan bahwa Sultan Yogyakarta telah menghaturkan persembahan kepada leluhur yang bersemayam di gunung Merapi. Persembahan yang dihaturkan sebagai wujud rasa cinta, hormat dan syukur.
Sultan sekeluarga, bangsa Indonesia, para pemimpin bangsa dan rakyat Indonesia didoakan senantiasa berumur panjang, damai, sehat, serta dilindungi dari segala malapetaka dan bencana alam.
“Ritual diakhiri dengan selametan, upacara menyantap sesajian makanan yang telah diletakkan di atas tikar yang terhampar di lantai”.
Selanjutnya kotak kayu yang berisi persembahan benda keraton diusung sekaligus dikirab menuju kawasan kendhit. Tetua adat dan para abdi dalem keraton mengenakan pakaian tradisional Jawa.Laki-laki memakai kain batik, surjan dari kain lurik serta blangkon. Sedangkan perempuan mengenakan kemben dari kain warna-warni dan kain batik yang panjangnya hingga pergelangan kaki.
Sesampai di sebuah batu besar yang diberi nama Pelabuhan, persembahan dihaturkan. Kemenyan dibakar. Semua duduk bersila menghadap puncak gunung Merapi dengan posisi tangan menyembah.
Dengan bahasa Jawa halus, juru kunci berdoa sekaligus menghaturkan persembahan kepada Kiai Sapu Jagat. Khusus pakaian tradisional dan kain dari keraton dibagi-bagikan kepada warga.
Banyak warga yang berharap besar bisa mendapatkannya. Warga kemudian menyimpannya karena meyakini sebagai benda bertuah yang mampu menambah kewibawaan, melancarkan karier, menangkal serangan ilmu hitam serta menghindarkan dari malapetaka.