SAS Institute: Pernyataan Kiai Said Buka Diskursus Perpajakan
loading...
A
A
A
BOGOR - Mantan Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj menjenguk D (17) korban penganiayaan oleh Mario Dandy Satrio (20), anak mantan pejabat Direktorat Jenderal Pajak Rafael Alun Trisambodo. D merupakan anak petinggi Pengurus Pusat (PP) Gerakan Pemuda (GP) Ansor Jonathan Latumahina.
Pernyataan Kiai Said bermula dari Rafael Alun Trisambodo yang dinilainya tidak mencerminkan prinsip integritas sebagai petugas pajak. Publik pun kemudian menyoroti sejumlah harta Rafael Alun.
Selaras dengan rangkaian peristiwa tersebut, Sekretaris Eksekutif Said Aqil Siroj (SAS) Institute, Abi Rekso menuturkan, tidak ada yang salah dengan peringatan Kiai Said Aqil.
"Pertama harus dipahami bahwa pernyataan Kiai Said Aqil Siroj adalah peringatan bukan ajakan. Kedua, Kiai Said hanya mengingatkan kembali bahwa Ulama NU pernah berfatwa agar warga NU tidak membayar pajak," kata Abi Rekso dalam keterangannya, Minggu (5/3/2023).
"Waktu itu saat muncul masalah Gayus Tambunan. Jadi, tidak ada ajakan untuk boikot antipajak. Mohon lebih objektif dalam narasi pemberitaan," tambahnya.
Di samping itu, Abi Rekso menjelaskan, bahwa pajak adalah barang publik (public goods). Jadi, setiap warga negara pembayar pajak punya hak untuk mempertanyakan integritas dan transparansi pengelolaan pajak.
"Dan yang perlu kita tegaskan, pajak adalah bentuk komitmen warga negara sekaligus kontrol terhadap pemerintah," ujarnya.
Kemudian dijelaskan Abi Rekso, dalam Monarki pajak itu sebagai alat ukur kepatuhan terhadap kerajaan. Sedangkan dalam negara Republik Demokratis pajak adalah komitmen sekaligus kontrol warga negara terhadap pemerintah.
"Kiai Said adalah pembayar pajak sekaligus Ulama besar, peringatan itu harus dimaknai sebagai otokritik seraya mewakilkan perasaan publik atas jengkelnya terhadap perilaku pejabat pajak. Tidak ada yang salah atas pernyataan beliau," tuturnya.
Abi menilai, atas peringatan Kiai Said terhadap institusi pemungut pajak, membuat diskursus soal perpajakan nasional hidup.
"Terlihat bagaimana akhirnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) bereaksi, Menkeu Sri Mulyani memecat pejabat Bea Cukai, hingga DPR yang akan memanggil Dirjen Pajak," ungkapnya.
"Bahkan Dirjen Pajak jadi sowan ke PBNU. Ini kan bagus, diskursus perpajakan nasional menjadi perhatian kita bersama. Buya Said itu 1.000 persen NKRI, tuduhan antipajak itu terlalu berlebihan, bahkan fitnah," tutupnya.
Pernyataan Kiai Said bermula dari Rafael Alun Trisambodo yang dinilainya tidak mencerminkan prinsip integritas sebagai petugas pajak. Publik pun kemudian menyoroti sejumlah harta Rafael Alun.
Selaras dengan rangkaian peristiwa tersebut, Sekretaris Eksekutif Said Aqil Siroj (SAS) Institute, Abi Rekso menuturkan, tidak ada yang salah dengan peringatan Kiai Said Aqil.
"Pertama harus dipahami bahwa pernyataan Kiai Said Aqil Siroj adalah peringatan bukan ajakan. Kedua, Kiai Said hanya mengingatkan kembali bahwa Ulama NU pernah berfatwa agar warga NU tidak membayar pajak," kata Abi Rekso dalam keterangannya, Minggu (5/3/2023).
"Waktu itu saat muncul masalah Gayus Tambunan. Jadi, tidak ada ajakan untuk boikot antipajak. Mohon lebih objektif dalam narasi pemberitaan," tambahnya.
Di samping itu, Abi Rekso menjelaskan, bahwa pajak adalah barang publik (public goods). Jadi, setiap warga negara pembayar pajak punya hak untuk mempertanyakan integritas dan transparansi pengelolaan pajak.
"Dan yang perlu kita tegaskan, pajak adalah bentuk komitmen warga negara sekaligus kontrol terhadap pemerintah," ujarnya.
Kemudian dijelaskan Abi Rekso, dalam Monarki pajak itu sebagai alat ukur kepatuhan terhadap kerajaan. Sedangkan dalam negara Republik Demokratis pajak adalah komitmen sekaligus kontrol warga negara terhadap pemerintah.
"Kiai Said adalah pembayar pajak sekaligus Ulama besar, peringatan itu harus dimaknai sebagai otokritik seraya mewakilkan perasaan publik atas jengkelnya terhadap perilaku pejabat pajak. Tidak ada yang salah atas pernyataan beliau," tuturnya.
Abi menilai, atas peringatan Kiai Said terhadap institusi pemungut pajak, membuat diskursus soal perpajakan nasional hidup.
"Terlihat bagaimana akhirnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) bereaksi, Menkeu Sri Mulyani memecat pejabat Bea Cukai, hingga DPR yang akan memanggil Dirjen Pajak," ungkapnya.
"Bahkan Dirjen Pajak jadi sowan ke PBNU. Ini kan bagus, diskursus perpajakan nasional menjadi perhatian kita bersama. Buya Said itu 1.000 persen NKRI, tuduhan antipajak itu terlalu berlebihan, bahkan fitnah," tutupnya.
(nag)