Tega, Rentenir Ini Rampas Hasil Panen Petani yang Belum Lunasi Bunga Utang
Senin, 13 Juli 2020 - 21:53 WIB
LAMPUNG BARAT - Nasib nahas dialami Sapri Edwin (36) dan keluarganya. Warga Pekon Trimulyo, Kecamatan Gedung Surian, Kabupaten Lampung Barat itu harus kehilangan penghasilan akibat hasil panen kebunnya direbut paksa oleh rentenir.
Awalnya pada bulan Februari 2019, Safri meminjam uang sebesar Rp70 juta kepada H. Pery (rentenir) untuk kebutuhan berkebun. Lalu H. Pery memenuhi permintaan Safri dengan agunan sertifikat rumah dan sertifikat kebun serta Bunga pinjaman sebesar 95 persen yakni Rp 65 juta.
Dalam kesepakatan pertama, Safri harus melunasi utang dan bunga pinjaman sebesar Rp 135 juta pada Juli 2019. Namun, pada tanggal tersebut Safri belum mampu membayar serta meminta perpanjangan waktu kepada H Pery.
Pemberi utang pun memberi kelonggaran waktu dengan syarat membayar uang Rp 5 juta yang tidak termasuk kedalam cicilan utang.
Pada November 2019, Safri membayar hutang sebesar Rp70 juta kepada H. Pery. meski begitu, bunga pinjaman senilai Rp65 juta tersebut belum mampu dibayar.
Kedua belah pihak kembali membuat surat perjanjian untuk pembayaran bunga ditetapkan pada 25 Januari 2020. Dalam surat perjanjian juga dijelaskan jika Safri belum membayar hingga waktu yang ditetapkan, maka agunan yang berupa sertifikat tanah akan menjadi hak milik H. Pery selamanya.
Tepat jatuh tempo pembayaran bunga utang pada 25 Januari 2020, Safri berinisiatif melakukan pencicilan bunga sebesar Rp9 juta namun ditolak oleh pemberi utang.
Tak menyerah sampai di situ, Safri pun datang kembali dengan membawa uang cicilan Bunga sebesar Rp 30 juta, namun tetap ditolak dengan alasan H. Pery tak menerima cicilan.
Akibat pemberi utang tak menerima cicilan, Safri beserta keluarga berusaha mengumpulkan dana sebesar Rp 65 juta untuk membayar bunga pinjaman dengan mengandalkan hasil panen kopi yang dimiliki.
Awalnya pada bulan Februari 2019, Safri meminjam uang sebesar Rp70 juta kepada H. Pery (rentenir) untuk kebutuhan berkebun. Lalu H. Pery memenuhi permintaan Safri dengan agunan sertifikat rumah dan sertifikat kebun serta Bunga pinjaman sebesar 95 persen yakni Rp 65 juta.
Dalam kesepakatan pertama, Safri harus melunasi utang dan bunga pinjaman sebesar Rp 135 juta pada Juli 2019. Namun, pada tanggal tersebut Safri belum mampu membayar serta meminta perpanjangan waktu kepada H Pery.
Pemberi utang pun memberi kelonggaran waktu dengan syarat membayar uang Rp 5 juta yang tidak termasuk kedalam cicilan utang.
Pada November 2019, Safri membayar hutang sebesar Rp70 juta kepada H. Pery. meski begitu, bunga pinjaman senilai Rp65 juta tersebut belum mampu dibayar.
Kedua belah pihak kembali membuat surat perjanjian untuk pembayaran bunga ditetapkan pada 25 Januari 2020. Dalam surat perjanjian juga dijelaskan jika Safri belum membayar hingga waktu yang ditetapkan, maka agunan yang berupa sertifikat tanah akan menjadi hak milik H. Pery selamanya.
Tepat jatuh tempo pembayaran bunga utang pada 25 Januari 2020, Safri berinisiatif melakukan pencicilan bunga sebesar Rp9 juta namun ditolak oleh pemberi utang.
Tak menyerah sampai di situ, Safri pun datang kembali dengan membawa uang cicilan Bunga sebesar Rp 30 juta, namun tetap ditolak dengan alasan H. Pery tak menerima cicilan.
Akibat pemberi utang tak menerima cicilan, Safri beserta keluarga berusaha mengumpulkan dana sebesar Rp 65 juta untuk membayar bunga pinjaman dengan mengandalkan hasil panen kopi yang dimiliki.
tulis komentar anda