Tak Hanya Tempat Wisata, BUMDes Disarankan Mengelola Komoditas Pangan
Jum'at, 30 September 2022 - 17:40 WIB
SOLO - Ketua Komisi B DPRD Jateng Sumanto mendorong Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) untuk mengelola komoditas pangan. Pasalnya komoditas pangan memiliki potensi besar untuk dikembangkan dan menjadi konsumsi semua orang. Langkah tersebut juga akan mendorong perekonomian di desa.
Menurut Sumanto, dari sekian banyak BUMDes yang ada di Jateng, yang berhasil dan maju adalah BUMDes yang mengelola potensi wisata. Dia mencontohkan destinasi wisata Umbul Ponggok di Kabupaten Klaten yang dikelola BUMDes setempat dan sukses mendatangkan banyak wisatawan. Sementara banyak BUMDes lainnya kurang optimal dan hanya sekedar memiliki papan nama.
"BUMDes ini muncul sejak lama, Undang-Undang mengatur, Perda mengatur usaha di tingkat desa. Ini harus dicetak. Di Jateng yang bisa maju yang punya potensi wisata, karena mereka mengelola itu sehingga hidup, yang lain belum," ujarnya, Jumat (30/9/2022).
Karenanya dia mendorong BUMDes untuk mengelola lumbung pangan di desa-desa. Pasalnya, Jateng merupakan provinsi penghasil beras utama di Indonesia.
"Ini momentum untuk menjadikan BUMDEs kembali ke dulu namanya lumbung pangan. Sebab pangan ini komoditas yang semua mengkonsumsi. Sementara Jateng ini penghasil produk pertanian kalau tidak nomor satu ya nomor dua se Indonesia," ujar politisi PDI Perjuangan tersebut
Mantan Ketua DPRD Kabupaten Karanganyar ini menambahkan, meski produktivitas pertanian di Jateng tinggi, hal tersebut belum sebanding dengan kesejahteraan petani. Di Jateng sendiri ada sekitar 3,5 juta penduduk yang menjadi petani. Dari jumlah tersebut, ada sekitar 1,5 juta petani yang memiliki lahan dengan luas dibawah 2.000 m2. Dengan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) gabah hanya Rp 4.200 per kilogram, penghasilan mereka hanya sekitar Rp 400 ribu per bulan. Jumlah tersebut jauh dari UMK di Jateng yang mencapai Rp 2 juta hingga Rp 2,8 juta per bulan.
Sumanto mengatakan, kondisi tersebut juga membuat angka kemiskinan sulit diturunkan. Dia merinci dari 19 kabupaten/kota di Jateng yang masuk kategori kemiskinan ekstrem, sebagian besar merupakan wilayah penghasil pangan seperti Kabupaten Klaten, Karanganyar, Sragen, Purworejo, dan Grobogan.
"Maka saya mendorong agar BUMDes ini kerjasama dengan Bulog dan BUMN untuk menyediakan pangan lokal. Saat ini ada 19 kabupaten/kota di Jateng masuk kategori miskin ekstrem, dari sebelumnya 5 kabupaten/kota sebelum pandemi. Itu 19 kabupaten/kota penghasil pangan," paparnya.
Dikatakan Sumanto, tak semua BUMDes perlu mengelola tempat wisata. Bidang pengelolaan BUMDes seharusnya diseusaikan dengan potensi yang ada di desa. Dia meminta BUMDes melakukan perencanaan dan terobosan karena mengelola usaha tidaklah mudah.
Menurut Sumanto, dari sekian banyak BUMDes yang ada di Jateng, yang berhasil dan maju adalah BUMDes yang mengelola potensi wisata. Dia mencontohkan destinasi wisata Umbul Ponggok di Kabupaten Klaten yang dikelola BUMDes setempat dan sukses mendatangkan banyak wisatawan. Sementara banyak BUMDes lainnya kurang optimal dan hanya sekedar memiliki papan nama.
"BUMDes ini muncul sejak lama, Undang-Undang mengatur, Perda mengatur usaha di tingkat desa. Ini harus dicetak. Di Jateng yang bisa maju yang punya potensi wisata, karena mereka mengelola itu sehingga hidup, yang lain belum," ujarnya, Jumat (30/9/2022).
Karenanya dia mendorong BUMDes untuk mengelola lumbung pangan di desa-desa. Pasalnya, Jateng merupakan provinsi penghasil beras utama di Indonesia.
"Ini momentum untuk menjadikan BUMDEs kembali ke dulu namanya lumbung pangan. Sebab pangan ini komoditas yang semua mengkonsumsi. Sementara Jateng ini penghasil produk pertanian kalau tidak nomor satu ya nomor dua se Indonesia," ujar politisi PDI Perjuangan tersebut
Mantan Ketua DPRD Kabupaten Karanganyar ini menambahkan, meski produktivitas pertanian di Jateng tinggi, hal tersebut belum sebanding dengan kesejahteraan petani. Di Jateng sendiri ada sekitar 3,5 juta penduduk yang menjadi petani. Dari jumlah tersebut, ada sekitar 1,5 juta petani yang memiliki lahan dengan luas dibawah 2.000 m2. Dengan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) gabah hanya Rp 4.200 per kilogram, penghasilan mereka hanya sekitar Rp 400 ribu per bulan. Jumlah tersebut jauh dari UMK di Jateng yang mencapai Rp 2 juta hingga Rp 2,8 juta per bulan.
Sumanto mengatakan, kondisi tersebut juga membuat angka kemiskinan sulit diturunkan. Dia merinci dari 19 kabupaten/kota di Jateng yang masuk kategori kemiskinan ekstrem, sebagian besar merupakan wilayah penghasil pangan seperti Kabupaten Klaten, Karanganyar, Sragen, Purworejo, dan Grobogan.
"Maka saya mendorong agar BUMDes ini kerjasama dengan Bulog dan BUMN untuk menyediakan pangan lokal. Saat ini ada 19 kabupaten/kota di Jateng masuk kategori miskin ekstrem, dari sebelumnya 5 kabupaten/kota sebelum pandemi. Itu 19 kabupaten/kota penghasil pangan," paparnya.
Dikatakan Sumanto, tak semua BUMDes perlu mengelola tempat wisata. Bidang pengelolaan BUMDes seharusnya diseusaikan dengan potensi yang ada di desa. Dia meminta BUMDes melakukan perencanaan dan terobosan karena mengelola usaha tidaklah mudah.
tulis komentar anda