Kisah Ki Barak Panji Sakti, Pendiri Kerajaan Buleleng yang Sakti Mandraguna
Minggu, 28 Agustus 2022 - 08:15 WIB
Saat tumbuh menjadi bocah laki-laki, jiwa pemimpin, kewibawaan dan kesaktian terus terpupuk di diri Ki Barak. Karena dikhawatirnya bisa menggoyang posisi putra mahkota maka dia diusir secara halus.
Ki Barak diminta meninggalkan Istana Kerajaan Gelgel untuk kembali ke tempat kelahiran ibunya di Bali Utara, tepatnya Buleleng.
Dikisahkan saat itu putra Raja Gelgel yang masih berumur 12 tahun meninggalkan istana untuk kembali ke tanah leluhur ibunya. Dalam perjalanan ke Buleleng yang cukup jauh, Ki Barak ditemani ibunya, Ni Luh Pasek Gobleg, pamannya I Wayan Pasek, 40 prajurit dan benda pusaka leluhur.
Dikutip dari Sejarah Kota Singaraja di laman buleleng.kab.go.id, perjalanan rombongan cukup berat dan melelahkan karena harus memasuki hutan lebat sangat mengerikan.
Ki Barak dan rombongan harus menembus celah-celah bukit, mendaki gunung dan menuruni jurang curam hingga akhirnya tiba di suatu tempat yang agak mendatar.
Mereka selanjutnya melepaskan lelah dan membuka bungkusan bekal makanan ketupat. Selesai makan ketupat, mereka sembahyang, kemudian mereka diperciki tirta oleh Si Luh Pasek, hingga akhirnya tempat tersebut diberi nama Yeh Ketipat.
Setelah itu mereka tiba di Desa Gendis dan bertemu dengan pemimpin desa bernama Ki Pungakan Gendis yang semena-mena. Sikap pemimpin Desa Gendis dibenci rakyatnya. Hingga akhirnya terjadi peperangan dan Ki Pungakan Gendis dibunuh oleh Ki Barak.
Desa Gendis kemudian diperintah oleh Ki Barak Panji Sakti yang dikenal gagah berani, adil dan bijaksana. Ki Barak Panji mendengar adanya kapal layar Tionghoa terdampar pantai Segara Penimbangan. Timbullah rasa belas kasihan untuk menolong pemilik kapal tersebut.
Setelah memberikan bantuan, Ki Barak mendapat hadiah seluruh isi kapal tersebut berupa tembikar seperti piring, mangkok, dan uang kepeng yang sangat besar.
Kepemimpinan Ki Barak semakin dikenal hingga akhirnya penduduk Desa Gendis dan sekitarnya mendaulatnya menjadi Raja Buleleng. Ki Barak dinobatkan dengan gelar Ki Gusti Ngurah Panji Sakti.
Ki Barak diminta meninggalkan Istana Kerajaan Gelgel untuk kembali ke tempat kelahiran ibunya di Bali Utara, tepatnya Buleleng.
Dikisahkan saat itu putra Raja Gelgel yang masih berumur 12 tahun meninggalkan istana untuk kembali ke tanah leluhur ibunya. Dalam perjalanan ke Buleleng yang cukup jauh, Ki Barak ditemani ibunya, Ni Luh Pasek Gobleg, pamannya I Wayan Pasek, 40 prajurit dan benda pusaka leluhur.
Dikutip dari Sejarah Kota Singaraja di laman buleleng.kab.go.id, perjalanan rombongan cukup berat dan melelahkan karena harus memasuki hutan lebat sangat mengerikan.
Ki Barak dan rombongan harus menembus celah-celah bukit, mendaki gunung dan menuruni jurang curam hingga akhirnya tiba di suatu tempat yang agak mendatar.
Mereka selanjutnya melepaskan lelah dan membuka bungkusan bekal makanan ketupat. Selesai makan ketupat, mereka sembahyang, kemudian mereka diperciki tirta oleh Si Luh Pasek, hingga akhirnya tempat tersebut diberi nama Yeh Ketipat.
Setelah itu mereka tiba di Desa Gendis dan bertemu dengan pemimpin desa bernama Ki Pungakan Gendis yang semena-mena. Sikap pemimpin Desa Gendis dibenci rakyatnya. Hingga akhirnya terjadi peperangan dan Ki Pungakan Gendis dibunuh oleh Ki Barak.
Desa Gendis kemudian diperintah oleh Ki Barak Panji Sakti yang dikenal gagah berani, adil dan bijaksana. Ki Barak Panji mendengar adanya kapal layar Tionghoa terdampar pantai Segara Penimbangan. Timbullah rasa belas kasihan untuk menolong pemilik kapal tersebut.
Setelah memberikan bantuan, Ki Barak mendapat hadiah seluruh isi kapal tersebut berupa tembikar seperti piring, mangkok, dan uang kepeng yang sangat besar.
Kepemimpinan Ki Barak semakin dikenal hingga akhirnya penduduk Desa Gendis dan sekitarnya mendaulatnya menjadi Raja Buleleng. Ki Barak dinobatkan dengan gelar Ki Gusti Ngurah Panji Sakti.
Lihat Juga :
tulis komentar anda