Kisah Soeharto yang Tidak Tahu Bung Karno Kumandangkan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
Rabu, 17 Agustus 2022 - 07:26 WIB
Pada 15 Agustus 1945, di mana para tokoh pergerakan di Jakarta mengalami situasi tegang, Soeharto berada di Brebeg, Nganjuk, Jawa Timur, di kawasan lereng Gunung Wilis. Ia di Brebeg sejak Maret 1945.
Sebelumnya pada akhir 1944 dan awal 1945, ia mondar-mandir antara Solo, Jakarta, dan Madiun. Di Brebeg, Nganjuk Soeharto ditugasi Jepang melatih kembali para prajurit batalyon Peta Blitar yang dilucuti dan kehilangan semangat paska pemberontakan Shodancho Soeprijadi 14 Februari 1945.
Paska pemberontakan yang gagal itu, sisa prajurit batalyon Peta Blitar yang menyerah dialihkan ke Brebeg Nganjuk. Mereka ditempatkan di sebuah desa sepi, di mana masih rimbun hutan cemara dengan banyak berkeliaran laba-laba hitam beracun.
Sebagai hukuman, semua senjata mereka dilucuti dan diganti senjata kayu. “Soeharto dikirim ke Brebeg, melatih anggota Peta yunior untuk menjadi bundancho, sehingga dapat menggantikan senior mereka yang ditahan Jepang,” tulis David Jenkins.
Pada 18 Agustus 1945, yakni sehari Proklamasi Kemerdekaan, Soeharto masih belum tahu Indonesia telah merdeka. Ia semakin tidak mengerti, ketika usai melatih prajurit Peta, tentara Jepang tiba-tiba memerintahkan semua untuk bubar.
“Begitu saya selesai melatih prajurit-prajurit Peta tersebut, kami diperintahkan bubar,” kata Soeharto dalam memoarnya seperti dikutip dari buku Soeharto Di Bawah Militerisme Jepang.
Dua hari kemudian atau 19-20 Agustus 1945, terjadi peristiwa yang membuat Soeharto semakin bingung. Peta dinyatakan telah dibubarkan disusul pelucutan senjata oleh Tentara ke-16 AD Jepang. Sebanyak 13.000 pucuk senjata diserahkan tanpa terjadi insiden.
Yang diketahui Soeharto, sesudah kesatuan-kesatuan Peta menyerahkan senjata, sejumlah perwira tentara Jepang tiba-tiba muncul secara rahasia di lerang Gunung Wilis. Mereka mengabarkan bahwa tentara Peta telah dibubarkan.
Para prajurit Peta, termasuk Soeharto dan rekan-rekanya dibebaskan pulang ke tempat asal masing-masing. Sebelum pulang Soeharto dan rekan-rekannya mendapat bayaran enam bulan gaji, ditambah jatah pakaian, serta bahan makan berupa beras, garam dan gula.
Soeharto merupakan salah satu dari 2.150 perwira Peta yang dibubarkan sekaligus dilucuti Jepang. Soeharto yang tidak memiliki hubungan dengan para pemimpin gerakan nasionalis kemudian memutuskan pulang ke Yogyakarta.
Sebelumnya pada akhir 1944 dan awal 1945, ia mondar-mandir antara Solo, Jakarta, dan Madiun. Di Brebeg, Nganjuk Soeharto ditugasi Jepang melatih kembali para prajurit batalyon Peta Blitar yang dilucuti dan kehilangan semangat paska pemberontakan Shodancho Soeprijadi 14 Februari 1945.
Paska pemberontakan yang gagal itu, sisa prajurit batalyon Peta Blitar yang menyerah dialihkan ke Brebeg Nganjuk. Mereka ditempatkan di sebuah desa sepi, di mana masih rimbun hutan cemara dengan banyak berkeliaran laba-laba hitam beracun.
Sebagai hukuman, semua senjata mereka dilucuti dan diganti senjata kayu. “Soeharto dikirim ke Brebeg, melatih anggota Peta yunior untuk menjadi bundancho, sehingga dapat menggantikan senior mereka yang ditahan Jepang,” tulis David Jenkins.
Pada 18 Agustus 1945, yakni sehari Proklamasi Kemerdekaan, Soeharto masih belum tahu Indonesia telah merdeka. Ia semakin tidak mengerti, ketika usai melatih prajurit Peta, tentara Jepang tiba-tiba memerintahkan semua untuk bubar.
“Begitu saya selesai melatih prajurit-prajurit Peta tersebut, kami diperintahkan bubar,” kata Soeharto dalam memoarnya seperti dikutip dari buku Soeharto Di Bawah Militerisme Jepang.
Dua hari kemudian atau 19-20 Agustus 1945, terjadi peristiwa yang membuat Soeharto semakin bingung. Peta dinyatakan telah dibubarkan disusul pelucutan senjata oleh Tentara ke-16 AD Jepang. Sebanyak 13.000 pucuk senjata diserahkan tanpa terjadi insiden.
Yang diketahui Soeharto, sesudah kesatuan-kesatuan Peta menyerahkan senjata, sejumlah perwira tentara Jepang tiba-tiba muncul secara rahasia di lerang Gunung Wilis. Mereka mengabarkan bahwa tentara Peta telah dibubarkan.
Para prajurit Peta, termasuk Soeharto dan rekan-rekanya dibebaskan pulang ke tempat asal masing-masing. Sebelum pulang Soeharto dan rekan-rekannya mendapat bayaran enam bulan gaji, ditambah jatah pakaian, serta bahan makan berupa beras, garam dan gula.
Soeharto merupakan salah satu dari 2.150 perwira Peta yang dibubarkan sekaligus dilucuti Jepang. Soeharto yang tidak memiliki hubungan dengan para pemimpin gerakan nasionalis kemudian memutuskan pulang ke Yogyakarta.
tulis komentar anda