Pemilik SMA SPI Kota Batu Dituntut 15 Tahun Penjara dalam Perkara Kekerasan Seksual
Rabu, 27 Juli 2022 - 20:48 WIB
MALANG - Sidang kekerasan seksual yang menjerat pemilik sekolah Selamat Pagi Indonesia (SPI) Kota Batu kembali digelar. Sidang digelar ke-21 ini masih mengenai tuntutan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Sama seperti sidang sebelumnya, sidang pada Rabu (27/7/2022) kembali digelar tertutup di Ruang Sidang Cakra, Pengadilan Negeri (PN) Malang. Terlihat persidangan kali ini memang tampak lebih longgar dibandingkan dengan sidang sebelumnya yang akhirnya ditunda.
Di area luar kantor PN Malang seperti biasa sejumlah aktivis dan massa melakukan demonstrasi. Mereka mendukung upaya majelis hakim dan JPU agar menjatuhkan hukuman seberat-beratnya kepada terdakwa Julianto Eka Putra, pemilik SMA SPI Kota Batu.
Baca juga: LPSK Minta Hentikan Intimidasi terhadap Korban Kekerasan Seksual di Sekolah SPI
Namun massa kali ini jumlahnya jauh lebih sedikit. Tak hanya itu, pengamanan kepolisian pun tak terlalu ketat dibandingkan sebelumnya. Setiap pengunjung yang masuk pun tak diperiksa ketat, seperti halnya persidangan ke-20 pada Rabu lalu (20/7/2022).
Sempat diwarnai skor oleh majelis hakim untuk istirahat. Persidangan kembali dilanjutkan pada pukul 11.30 WIB. Total persidangan tuntutan ini memerlukan waktu kurang lebih empat jam sejak berlangsung pukul 09.15 WIB hingga berakhir pukul 12.45 WIB.
Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Batu Agus Rujito mengungkapkan, Julianto Eka Putra dituntut 15 tahun penjara oleh JPU. Pembacaan tuntutan tersebut dibacakan oleh jaksa penuntut umum di persidangan ke-21.
"Tadi sudah berlangsung sidang pembacaan tuntutan kepada terdakwa, dan JPU menuntut terdakwa 15 tahun," kata Agus Rujito, seusai jalannya persidangan, pada Rabu siang (27/7/2022).
Selain tuntutan penjara 15 tahun, JPU juga menuntut terdakwa Julianto Eka Putra membayar denda Rp 300 juta subsider enam bulan penjara, serta membayar pidana restitusi kepada korban sebesar Rp 44.744.623. Terdakwa dituntut ancaman maksimal sesuai Pasal 81 Undang-undang Nomor 23 tentang Perlindungan Anak, karena melakukan bujuk rayu persetubuhan ke anak.
"(Sesuai) Pasal 81 ayat 2, UU nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak. Bujuk rayu untuk melakukan persetubuhan terhadap anak," tukasnya.
Sama seperti sidang sebelumnya, sidang pada Rabu (27/7/2022) kembali digelar tertutup di Ruang Sidang Cakra, Pengadilan Negeri (PN) Malang. Terlihat persidangan kali ini memang tampak lebih longgar dibandingkan dengan sidang sebelumnya yang akhirnya ditunda.
Di area luar kantor PN Malang seperti biasa sejumlah aktivis dan massa melakukan demonstrasi. Mereka mendukung upaya majelis hakim dan JPU agar menjatuhkan hukuman seberat-beratnya kepada terdakwa Julianto Eka Putra, pemilik SMA SPI Kota Batu.
Baca juga: LPSK Minta Hentikan Intimidasi terhadap Korban Kekerasan Seksual di Sekolah SPI
Namun massa kali ini jumlahnya jauh lebih sedikit. Tak hanya itu, pengamanan kepolisian pun tak terlalu ketat dibandingkan sebelumnya. Setiap pengunjung yang masuk pun tak diperiksa ketat, seperti halnya persidangan ke-20 pada Rabu lalu (20/7/2022).
Sempat diwarnai skor oleh majelis hakim untuk istirahat. Persidangan kembali dilanjutkan pada pukul 11.30 WIB. Total persidangan tuntutan ini memerlukan waktu kurang lebih empat jam sejak berlangsung pukul 09.15 WIB hingga berakhir pukul 12.45 WIB.
Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Batu Agus Rujito mengungkapkan, Julianto Eka Putra dituntut 15 tahun penjara oleh JPU. Pembacaan tuntutan tersebut dibacakan oleh jaksa penuntut umum di persidangan ke-21.
"Tadi sudah berlangsung sidang pembacaan tuntutan kepada terdakwa, dan JPU menuntut terdakwa 15 tahun," kata Agus Rujito, seusai jalannya persidangan, pada Rabu siang (27/7/2022).
Selain tuntutan penjara 15 tahun, JPU juga menuntut terdakwa Julianto Eka Putra membayar denda Rp 300 juta subsider enam bulan penjara, serta membayar pidana restitusi kepada korban sebesar Rp 44.744.623. Terdakwa dituntut ancaman maksimal sesuai Pasal 81 Undang-undang Nomor 23 tentang Perlindungan Anak, karena melakukan bujuk rayu persetubuhan ke anak.
"(Sesuai) Pasal 81 ayat 2, UU nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak. Bujuk rayu untuk melakukan persetubuhan terhadap anak," tukasnya.
(msd)
tulis komentar anda