Kasus Pembakaran Bendera PDIP, Laskar Dewa Ruci Desak Pelaku Ditangkap
Jum'at, 26 Juni 2020 - 22:14 WIB
BANDUNG - Peristiwa pembakaran bendera Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ( PDIP ) memantik reaksi dari sejumlah pihak. Seperti Ormas Laskar Dewa Ruci di Bandung, Jabar yang menyayangkan terjadinya aksi pembakaran yang dilakukan oleh para pengunjuk rasa menolak Rancangan Undang-undang Haluan Ideologi Pancasila ( RUU HIP ) di depan Gedung DPR, pada Rabu, 24 Juni 2020 lalu.
“Kami menuntut pelaku untuk segera ditangkap dan dihukum sesuai undang-undang yang berlaku. Pembakaran bendera tersebut telah mempertunjukan penghinaan, permusuhan dan kebencian di muka umum terhadap sekelompok golongan rakyat Indonesia,” kata Kata Ketua Laskar Dewa Ruci, Mochtar Mohammad dalam keterangan tertulis, Jumat (26/6/2020). (Baca juga: PBNU Sebut RUU HIP Ibarat Membuka Kotak Pandora)
Dia menyebutkan, menyampaikan pendapat di muka umum bagi rakyat Indonesia telah diatur oleh Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. Bahkan menyampaikan pendapat di muka umum dijamin dalam Pasal 28 UUD 1945 yang berbunyi bahwa Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang. (Baca juga: Banteng Muda Indonesia Minta Pelaku Pembakaran Bendera PDIP Ditangkap)
“Tetapi kebabasan berpendapat tersebut harus didasari dengan rasa tanggung jawab penuh terhadap kebhinekaan Indonesia, peraturan perundang-undangan, dan ketertiban umum yang berlaku,” imbuh Sekretaris Jenderal Laskar Dewa Ruci, Sirra Prayuna.
Selain itu, Laskar Dewa Ruci juga mengamati secara seksama aksi unjuk rasa sekelompok masyarakat menolak RUU HIP itu. “Kami menilai bahwa aksi unjuk rasa tersebut terdapat banyak pelanggaran dan kelalaian sehingga melukai hati banyak masyarakat Indonesia,” katanya.
Hal itu sebagaimana diatur dalam Peraturan Kapolri Nomor 7 Tahun 2012 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Pelayanan, Pengamanan, dan Penanganan Perkara Penyampaian Pendapat di Muka Umum yang melarang keras unjuk rasa yang menyatakan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia.
Selain itu, melarang segala bentuk unjuk rasa yang menyiarkan, mempertunjukkan atau menempelkan tulisan atau lukisan di muka umum yang mengandung pernyataan permusuhan, kebencian atau penghinaan di antara atau terhadap golongan rakyat Indonesia.
“Kami menuntut pelaku untuk segera ditangkap dan dihukum sesuai undang-undang yang berlaku. Pembakaran bendera tersebut telah mempertunjukan penghinaan, permusuhan dan kebencian di muka umum terhadap sekelompok golongan rakyat Indonesia,” kata Kata Ketua Laskar Dewa Ruci, Mochtar Mohammad dalam keterangan tertulis, Jumat (26/6/2020). (Baca juga: PBNU Sebut RUU HIP Ibarat Membuka Kotak Pandora)
Dia menyebutkan, menyampaikan pendapat di muka umum bagi rakyat Indonesia telah diatur oleh Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. Bahkan menyampaikan pendapat di muka umum dijamin dalam Pasal 28 UUD 1945 yang berbunyi bahwa Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang. (Baca juga: Banteng Muda Indonesia Minta Pelaku Pembakaran Bendera PDIP Ditangkap)
“Tetapi kebabasan berpendapat tersebut harus didasari dengan rasa tanggung jawab penuh terhadap kebhinekaan Indonesia, peraturan perundang-undangan, dan ketertiban umum yang berlaku,” imbuh Sekretaris Jenderal Laskar Dewa Ruci, Sirra Prayuna.
Selain itu, Laskar Dewa Ruci juga mengamati secara seksama aksi unjuk rasa sekelompok masyarakat menolak RUU HIP itu. “Kami menilai bahwa aksi unjuk rasa tersebut terdapat banyak pelanggaran dan kelalaian sehingga melukai hati banyak masyarakat Indonesia,” katanya.
Hal itu sebagaimana diatur dalam Peraturan Kapolri Nomor 7 Tahun 2012 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Pelayanan, Pengamanan, dan Penanganan Perkara Penyampaian Pendapat di Muka Umum yang melarang keras unjuk rasa yang menyatakan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia.
Selain itu, melarang segala bentuk unjuk rasa yang menyiarkan, mempertunjukkan atau menempelkan tulisan atau lukisan di muka umum yang mengandung pernyataan permusuhan, kebencian atau penghinaan di antara atau terhadap golongan rakyat Indonesia.
(shf)
tulis komentar anda