Ponpes Butuh Perhatian dan Solusi Protokol Kesehatan saat Pandemi, Bukan Sanksi
Senin, 15 Juni 2020 - 21:03 WIB
BANDUNG BARAT - Kritikan terhadap Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor 443/Kep.321-Hukham/2020 tentang Protokol Kesehatan untuk Pencegahan dan Pengendalian Covid 19 di Lingkungan Pondok Pesantren terus berdatangan.
Pasalnya dalam keputusan gubernur tersebut turut dilampirkan surat pernyataan kesanggupan pondok pesantren (ponpes) untuk mematuhi protokol kesehatan. Jika melanggar, ponpes harus siap menerima sanksi. (BACA JUGA: Kepgub Protokol COVID Diprotes, Wagub Jabar: Kiai-Pengurus Ponpes Sudah Sepakat )
"Di surat pernyataan yang harus ditandatangani dan bermaterai tersebut, ponpes harus siap diberi sanksi sesuai perundang-undangan yang berlaku jika melanggar protokol kesehatan. Ini kan sangat menyudutkan ponpes. Padahal dalam kondisi seperti ini yang dibutuhkan adalah solusi bukan sanksi," kata anggota DPRD Jabar dari Fraksi Partai Golkar Dapil Kabupaten Bandung Barat Edi Rusyandi, Senin (15/6/2020).
Menurut dia, jika untuk klausul bersedia melaksanakan protokol kesehatan dan menyediakan sarana dan prasarana yang berkaitan dengan perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) masih rasional. (BACA JUGA: Ketua PDIP Jabar Desak Gubernur Cabut Kepgub soal Pencegahan COVID-19 di Pesantren )
Itu merupakan salah satu ikhtiar pemerintah Provinsi Jawa Barat dalam upaya memutus mata rantai COVID-19 di lingkungan ponpes, sehingga layak diberikan apresiasi. (BACA JUGA: Tokoh Ponpes Meradang dengan Perubahan Kepgub COVID-19 di Pesantren )
Namun ketika harus bersedia dikenakan sanksi jika terbukti melanggar protokol kesehatan Penanganan COVID-19, itu pasti akan sangat membebani para pengelola ponpes.
Poin tersebut dirasa sangat berlebihan bagi kalangan pesantren dan pasti akan mengekang kehidupan santri di pesantren. Ini juga menunjukkan jika Pemprov Jabar tidak paham dan peka atas realitas objektif dunia pesantren yang khas dan kompleks.
"Kondisi dan kemampuan pesantren itu beragam tidak bisa disamaratakan, jadi sebaiknya dicabut atau dibatalkan," kata Wakil Ketua GP Ansor Jawa Barat ini.
Edi menuturkan, aspirasi masyarakat pesantren soal protokol kesehatan dimasa pandami ini adalah kehadiran Pemprov Jabar untuk ikut memperhatikan ponpes.
Mereka ingin melanjutkan aktivitas pesantren meski dalam kondisi seperti ini. Bagaimana sarana dan layanan kesehatan, ketersediaan masker, hand sanitizer, kebutuhan pangan kyai dan santrinya dibantu. Supaya protokol kesehatan di ponpes bisa dilaksanakan.
"Saya rasa kebijakan dengan pendekatan sanksi tersebut keliru dan persepsinya justru seperti mengancam. Ini menunjukkan bahwa gubernur tidak paham pesantren dan tidak punya sense of crisis sama sekali untuk keberlangsungan pesantren," pungkas Edi.
Lihat Juga: Bey Machmudin Dampingi Presiden Jokowi Resmikan Gedung Pusat Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak RSHS Bandung
Pasalnya dalam keputusan gubernur tersebut turut dilampirkan surat pernyataan kesanggupan pondok pesantren (ponpes) untuk mematuhi protokol kesehatan. Jika melanggar, ponpes harus siap menerima sanksi. (BACA JUGA: Kepgub Protokol COVID Diprotes, Wagub Jabar: Kiai-Pengurus Ponpes Sudah Sepakat )
"Di surat pernyataan yang harus ditandatangani dan bermaterai tersebut, ponpes harus siap diberi sanksi sesuai perundang-undangan yang berlaku jika melanggar protokol kesehatan. Ini kan sangat menyudutkan ponpes. Padahal dalam kondisi seperti ini yang dibutuhkan adalah solusi bukan sanksi," kata anggota DPRD Jabar dari Fraksi Partai Golkar Dapil Kabupaten Bandung Barat Edi Rusyandi, Senin (15/6/2020).
Menurut dia, jika untuk klausul bersedia melaksanakan protokol kesehatan dan menyediakan sarana dan prasarana yang berkaitan dengan perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) masih rasional. (BACA JUGA: Ketua PDIP Jabar Desak Gubernur Cabut Kepgub soal Pencegahan COVID-19 di Pesantren )
Itu merupakan salah satu ikhtiar pemerintah Provinsi Jawa Barat dalam upaya memutus mata rantai COVID-19 di lingkungan ponpes, sehingga layak diberikan apresiasi. (BACA JUGA: Tokoh Ponpes Meradang dengan Perubahan Kepgub COVID-19 di Pesantren )
Namun ketika harus bersedia dikenakan sanksi jika terbukti melanggar protokol kesehatan Penanganan COVID-19, itu pasti akan sangat membebani para pengelola ponpes.
Poin tersebut dirasa sangat berlebihan bagi kalangan pesantren dan pasti akan mengekang kehidupan santri di pesantren. Ini juga menunjukkan jika Pemprov Jabar tidak paham dan peka atas realitas objektif dunia pesantren yang khas dan kompleks.
"Kondisi dan kemampuan pesantren itu beragam tidak bisa disamaratakan, jadi sebaiknya dicabut atau dibatalkan," kata Wakil Ketua GP Ansor Jawa Barat ini.
Edi menuturkan, aspirasi masyarakat pesantren soal protokol kesehatan dimasa pandami ini adalah kehadiran Pemprov Jabar untuk ikut memperhatikan ponpes.
Mereka ingin melanjutkan aktivitas pesantren meski dalam kondisi seperti ini. Bagaimana sarana dan layanan kesehatan, ketersediaan masker, hand sanitizer, kebutuhan pangan kyai dan santrinya dibantu. Supaya protokol kesehatan di ponpes bisa dilaksanakan.
"Saya rasa kebijakan dengan pendekatan sanksi tersebut keliru dan persepsinya justru seperti mengancam. Ini menunjukkan bahwa gubernur tidak paham pesantren dan tidak punya sense of crisis sama sekali untuk keberlangsungan pesantren," pungkas Edi.
Lihat Juga: Bey Machmudin Dampingi Presiden Jokowi Resmikan Gedung Pusat Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak RSHS Bandung
(awd)
tulis komentar anda