Dampak Covid-19, Pemerintah Harus Siapkan Skenario Pemulihan Fiskal
Minggu, 14 Juni 2020 - 12:54 WIB
KOTA MALANG - Anggota DPR Daerah Pemilihan (Dapil) V Jatim (Kabupaten Malang, Kota Malang, dan Kota Batu) Andreas Eddy Susetyo meminta pemerintah segera mempersiapkan kebijakan fiskal yang berkesinambungan yang dapat menjaga stabilitas makro ekonomi.
Hal ini terkait kondisi makro ekonomi Indonesia sedang mengalami guncangan hebat akibat pandemi. Koreksi atas target makroekonomi pun tak terelakkan sehingga terbit Perppu1/2020 yang sudah menjadi UU No.2/2020 dan Perpres 54/2020. (BACA JUGA: Wali Kota Aminullah Tinjau Kesiapan Akhir Pasar Gemilang Lamdingin)
Terbukti baru di triwulan I-2020 saja realisasi indikator makro ekonomi meleset jauh dari target APBN. Ekonomi Indonesia hanya mampu tumbuh 2,97%, inflasi tumbuh 2,67% (yoy), nilai tukar rupiah terhadap USD melemah di Rp14.642, dan turunnya harga minyak di USD 44 per barel.
Sebagai reaksi atas rentannya kondisi fiskal, Pemerintah kembali mengantisipasi melalui rencana revisi Perpres 54/2020. Biaya penanganan pandemi, baik kesehatan, jaminan sosial, dan stimulus ekonomi meningkat, dari Rp405 T menjadi Rp677,5 T, dan akan meningkat lagi menjadi Rp695,2 T.
Kondisi ini membuat beban pemerintah semakin berat. Pelebaran defisit tak terelakkan. Namun lebih dari itu, Pemerintah perlu segera mempersiapkan skenario pemulihan yang lebih komprehensif demi kesinambungan fiskal.
"Salah satu aspek penting adalah kinerja penerimaan negara yang mumpuni, khususnya pajak. Kondisi tahun ini sangat berat sehingga penerimaan pajak sangat tertekan, apalagi demi mengatasi dampak pandemi dan pemulihan ekonomi nasional telah digelontorkan insentif pajak sejumlah Rp123,01 T," kata Andreas dalam keterangan tertulisnya saat kunjungan kerja di Kota Malang, Jawa Timur, Minggu (14/6/2020).
Ia mengatakan, sinyal perlambatan penerimaan pajak yang di tumbuh melambat -3,09%(yoy) di April harus diwaspadai. Ada risiko shortfall pajak yang bisa mencapai Rp388 T atau bahkan lebih.
"Tanpa kalkulasi cermat dengan risiko melebarnya shortfall yang sangat terbuka, maka akan memperlebar defisit dan menambah beban utang," ucapnya. (BACA JUGA: Bupati Pasangkayu Vidcon Bersama Kemendagri Terkait Pilkada Serentak)
Untuk itu, angg0ta Fraksi PDIP ini mendorong agar segera disusun skenario konsolidasi fiskal yang solid dengan target defisit yang terukur menjadi di bawah 3% pada tahun 2023 dan outlook penerimaan pajak yang realistis dan menjanjikan.
Yang harus diwaspadai, kata ia, adanya pelebaran defisit yang berimbas pada penambahan utang dan bunga utang akan mengancam kesinambungan fiskal sehingga hal ini perlu dicermati dan diantisipasi.
Hal ini terkait kondisi makro ekonomi Indonesia sedang mengalami guncangan hebat akibat pandemi. Koreksi atas target makroekonomi pun tak terelakkan sehingga terbit Perppu1/2020 yang sudah menjadi UU No.2/2020 dan Perpres 54/2020. (BACA JUGA: Wali Kota Aminullah Tinjau Kesiapan Akhir Pasar Gemilang Lamdingin)
Terbukti baru di triwulan I-2020 saja realisasi indikator makro ekonomi meleset jauh dari target APBN. Ekonomi Indonesia hanya mampu tumbuh 2,97%, inflasi tumbuh 2,67% (yoy), nilai tukar rupiah terhadap USD melemah di Rp14.642, dan turunnya harga minyak di USD 44 per barel.
Sebagai reaksi atas rentannya kondisi fiskal, Pemerintah kembali mengantisipasi melalui rencana revisi Perpres 54/2020. Biaya penanganan pandemi, baik kesehatan, jaminan sosial, dan stimulus ekonomi meningkat, dari Rp405 T menjadi Rp677,5 T, dan akan meningkat lagi menjadi Rp695,2 T.
Kondisi ini membuat beban pemerintah semakin berat. Pelebaran defisit tak terelakkan. Namun lebih dari itu, Pemerintah perlu segera mempersiapkan skenario pemulihan yang lebih komprehensif demi kesinambungan fiskal.
"Salah satu aspek penting adalah kinerja penerimaan negara yang mumpuni, khususnya pajak. Kondisi tahun ini sangat berat sehingga penerimaan pajak sangat tertekan, apalagi demi mengatasi dampak pandemi dan pemulihan ekonomi nasional telah digelontorkan insentif pajak sejumlah Rp123,01 T," kata Andreas dalam keterangan tertulisnya saat kunjungan kerja di Kota Malang, Jawa Timur, Minggu (14/6/2020).
Ia mengatakan, sinyal perlambatan penerimaan pajak yang di tumbuh melambat -3,09%(yoy) di April harus diwaspadai. Ada risiko shortfall pajak yang bisa mencapai Rp388 T atau bahkan lebih.
"Tanpa kalkulasi cermat dengan risiko melebarnya shortfall yang sangat terbuka, maka akan memperlebar defisit dan menambah beban utang," ucapnya. (BACA JUGA: Bupati Pasangkayu Vidcon Bersama Kemendagri Terkait Pilkada Serentak)
Untuk itu, angg0ta Fraksi PDIP ini mendorong agar segera disusun skenario konsolidasi fiskal yang solid dengan target defisit yang terukur menjadi di bawah 3% pada tahun 2023 dan outlook penerimaan pajak yang realistis dan menjanjikan.
Yang harus diwaspadai, kata ia, adanya pelebaran defisit yang berimbas pada penambahan utang dan bunga utang akan mengancam kesinambungan fiskal sehingga hal ini perlu dicermati dan diantisipasi.
(vit)
tulis komentar anda