Diduga Korban Rasisme, Tiga Pengusaha China Dibunuh dan Dibakar di Zambia
Senin, 08 Juni 2020 - 08:59 WIB
Meskipun polisi tidak secara langsung mengaitkan pembunuhan ketiga pengusaha itu dengan sentimen anti-China, kejahatan itu mengingatkan akan ledakan kekerasan yang dihadapi beberapa orang China saat tinggal di Zambia, mitra kunci proyek "Belt and Road" yang didambakan China. (BACA JUGA: Dokter China Hu Weifeng Kulitnya Menghitam akibat Covid-19 Kini Meninggal)
"Bahkan beberapa orang yang telah tinggal di sini selama lebih dari 20 tahun, mereka juga dikejutkan oleh tindakan kriminal semacam ini," kata Eric Shen, seorang pengusaha China yang telah tinggal di Zambia selama lebih dari satu dekade, seperti dikutip dari CNN, Minggu (7/6/2020).
Karantina Paksa
Zambia melaporkan kasus pertama virus corona baru (Covid-19) pada 18 Maret. Seperti di sebagian besar Afrika, infeksi awal tidak datang dari China, tetapi dari Eropa, setelah pasangan baru-baru ini kembali dari perjalanan ke Prancis "mengimpor" virus.
Negara Afrika Tengah ini telah menerapkan lockdown atau penguncian parsial dengan menutup perbatasan, bisnis, dan menerapkan aturan jarak sosial.
Ketika pandemi itu mendatangkan malapetaka pada ekonomi Zambia, laporan-laporan mulai bermunculan bahwa beberapa perusahaan China menentang penguncian, baik dengan terus melayani pelanggan China atau dengan mengarantina pekerja Zambia di tempat mereka.
Wali Kota Sampa telah memulai kampanye untuk melaporkan kasus-kasus seperti itu.
Pada 18 Mei, Sampa menutup sebuah restoran China, yang menurut laporan menolak pelanggan Zambia untuk menjual produk berlabel dalam bahasa China dan bukan bahasa Inggris, seperti yang disyaratkan oleh hukum setempat. Beberapa hari kemudian, dia mencabut izin salon rambut China dengan alasan melakukan "diskriminasi terhadap orang kulit hitam".
Setelah penggerebekan, Sampa mem-posting video dirinya menggerebek manajer China makan malam di pabrik perakitan truk, di mana para pekerja seharusnya tinggal di lokasi selama pandemi dan tidak kembali ke keluarga mereka, sehingga mereka dapat terus bekerja tanpa risiko menyebabkan infeksi di masyarakat.
"Kami menemukan pekerja Zambia dipaksa tidur di sebuah ruang kecil (enam orang di sebuah ruang) dengan kasur di lantai," tulis Sampa di Facebook. (BACA JUGA: Sekuriti SD di China Mengamuk, 39 Anak-anak dan Staf Sekolah Terluka)
"Bahkan beberapa orang yang telah tinggal di sini selama lebih dari 20 tahun, mereka juga dikejutkan oleh tindakan kriminal semacam ini," kata Eric Shen, seorang pengusaha China yang telah tinggal di Zambia selama lebih dari satu dekade, seperti dikutip dari CNN, Minggu (7/6/2020).
Karantina Paksa
Zambia melaporkan kasus pertama virus corona baru (Covid-19) pada 18 Maret. Seperti di sebagian besar Afrika, infeksi awal tidak datang dari China, tetapi dari Eropa, setelah pasangan baru-baru ini kembali dari perjalanan ke Prancis "mengimpor" virus.
Negara Afrika Tengah ini telah menerapkan lockdown atau penguncian parsial dengan menutup perbatasan, bisnis, dan menerapkan aturan jarak sosial.
Ketika pandemi itu mendatangkan malapetaka pada ekonomi Zambia, laporan-laporan mulai bermunculan bahwa beberapa perusahaan China menentang penguncian, baik dengan terus melayani pelanggan China atau dengan mengarantina pekerja Zambia di tempat mereka.
Wali Kota Sampa telah memulai kampanye untuk melaporkan kasus-kasus seperti itu.
Pada 18 Mei, Sampa menutup sebuah restoran China, yang menurut laporan menolak pelanggan Zambia untuk menjual produk berlabel dalam bahasa China dan bukan bahasa Inggris, seperti yang disyaratkan oleh hukum setempat. Beberapa hari kemudian, dia mencabut izin salon rambut China dengan alasan melakukan "diskriminasi terhadap orang kulit hitam".
Setelah penggerebekan, Sampa mem-posting video dirinya menggerebek manajer China makan malam di pabrik perakitan truk, di mana para pekerja seharusnya tinggal di lokasi selama pandemi dan tidak kembali ke keluarga mereka, sehingga mereka dapat terus bekerja tanpa risiko menyebabkan infeksi di masyarakat.
"Kami menemukan pekerja Zambia dipaksa tidur di sebuah ruang kecil (enam orang di sebuah ruang) dengan kasur di lantai," tulis Sampa di Facebook. (BACA JUGA: Sekuriti SD di China Mengamuk, 39 Anak-anak dan Staf Sekolah Terluka)
tulis komentar anda