Polisi Diminta Usut Ormas Penganiaya Mahasiswa Papua saat Demo di Makassar
Selasa, 02 November 2021 - 07:33 WIB
Karena terus disudutkan, massa aksi mulai berusaha mengamankan diri dan melindungi diri dengan melempar balik ormas. "Massa aksi mundur jalan balik hingga kembali ke titik kumpul dengan menyanyi. Setelah tiba di titik kumpul awal massa aksi membacakan pernyataan sikap," tegasnya.
Beberapa poin pernyataan sikap di antaranya, hentikan pembangunan pangkalan Militer, Mako Brimob dan Pos-pos militer di atas Tanah Papua, menolak pembangunan Smelter di Gresik Jawa Timur, cabut Omnibus Law dan Otsus Jilid II yang menjadi dalang penjajahan di atas Tanah Papua.
Akibat kejadian itu, mahasiswa mengalami sejumlah luka-luka. LBH Makassar mendesak agar aparat kepolisian untuk mengusut tuntas dan menangkap ormas pembuat onar. Tindakan ormas itu dianggap melanggar Pasal 18 Ayat 2 UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang penghalang-halangan berpendapat di muka umum.
LBH juga meminta agar pimpinan Polisi Daerah Sulsel, untuk mengevaluasi tindakan dugaan pengabaian melindungi peserta aksi oleh ormas yang berbuat seenaknya. "Ketentuan umum dalam undang-undang ini dipidana dengan pidana penjara paling lama satu tahun," tegas Haerul.
Terpisah, Kasubag Humas Polrestabes Makassar , AKP Lando menegaskan, tidak ada upaya pembiaran, saat ormas membubarkan mahasiswa yang saat itu berdemo. "Kami justru berupaya melerai agar tidak terjadi hal-hal yang merugikan untuk masyarakat," ujarnya.
Dia mengatakan aksi mahasiswa Papua itu memang telah mendapat izin melalui Surat Tanda Terima Pemberitahuan (STTP) kepolisian. Lando menegaskan tetap mengusut kasus tersebut, namun lebih dulu harus mendapat laporan polisi dari yang dirugikan.
Lando bilang pihaknya tidak mentolerir pihak-pihak yang berlagak seperti polisi. "Tidak dibenarkan ada pihak lain yang membubarkan kegiatan, selain petugas kepolisian. Dengan demikian setiap ada pelanggaran hukum, maka akan dilakukan tindakan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku," ujarnya.
Beberapa poin pernyataan sikap di antaranya, hentikan pembangunan pangkalan Militer, Mako Brimob dan Pos-pos militer di atas Tanah Papua, menolak pembangunan Smelter di Gresik Jawa Timur, cabut Omnibus Law dan Otsus Jilid II yang menjadi dalang penjajahan di atas Tanah Papua.
Akibat kejadian itu, mahasiswa mengalami sejumlah luka-luka. LBH Makassar mendesak agar aparat kepolisian untuk mengusut tuntas dan menangkap ormas pembuat onar. Tindakan ormas itu dianggap melanggar Pasal 18 Ayat 2 UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang penghalang-halangan berpendapat di muka umum.
LBH juga meminta agar pimpinan Polisi Daerah Sulsel, untuk mengevaluasi tindakan dugaan pengabaian melindungi peserta aksi oleh ormas yang berbuat seenaknya. "Ketentuan umum dalam undang-undang ini dipidana dengan pidana penjara paling lama satu tahun," tegas Haerul.
Terpisah, Kasubag Humas Polrestabes Makassar , AKP Lando menegaskan, tidak ada upaya pembiaran, saat ormas membubarkan mahasiswa yang saat itu berdemo. "Kami justru berupaya melerai agar tidak terjadi hal-hal yang merugikan untuk masyarakat," ujarnya.
Dia mengatakan aksi mahasiswa Papua itu memang telah mendapat izin melalui Surat Tanda Terima Pemberitahuan (STTP) kepolisian. Lando menegaskan tetap mengusut kasus tersebut, namun lebih dulu harus mendapat laporan polisi dari yang dirugikan.
Lando bilang pihaknya tidak mentolerir pihak-pihak yang berlagak seperti polisi. "Tidak dibenarkan ada pihak lain yang membubarkan kegiatan, selain petugas kepolisian. Dengan demikian setiap ada pelanggaran hukum, maka akan dilakukan tindakan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku," ujarnya.
(agn)
tulis komentar anda