LBH-Kontras Minta Kapolda Tuntaskan Empat Kasus Extra Judicial Killing

Kamis, 18 November 2021 - 09:19 WIB
loading...
LBH-Kontras Minta Kapolda...
LBH Makassar dan KontraS Sulawesi mendesak penuntasan kasus dugaan pembunuhan di luar proses hukum yang diduga melibatkan anggota Polri. Foto: Faisal Mustafa
A A A
MAKASSAR - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar dan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Sulawesi mendesak untuk menuntaskan beberapa kasus dugaan Extra Judicial Killing atau pembunuhan di luar proses hukum yang diduga melibatkan anggota Polri.

Tuntutan itu ditujukan kepada Irjen Pol Nana Sudjana, selaku Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Sulawesi Selatan yang baru.

LBH Makassar dan KontraS Sulawesi mencatat selama lima tahun terakhir ada empat kasus Extra Judicial Killing terhadap warga sipil yang dinilai melanggar Pasal 28 A dan Pasal 9 Undang-Undang No 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM). Sayangnya, proses hukum kasus-kasus itu dinilai penanganannya belum maksimal dan seakan senyap di tangan kepolisian.



Kasus-kasus dugaan Extra Judicial Killing, yakni kematian Agung Pranata di Makassar pada 2016, kematian Sugianto di Bantaeng pada 2019, kematian Kaharuddin di Makassar pada tahun 2019 dan penembakan Amar, Ikbar dan Anjas warga Jalan Barukang, Makassar pada 2020, di mana Anjas tewas akibat luka tembak di kepala. Sisanya luka-luka di kaki.

Kepala Divisi Hak Sipil dan Politik LBH Makassar, Andi Haerul Karim menjelaskan, empat kasus tersebut telah dilaporkan ke Polda Sulsel, di mana terlapor adalah oknum polisi yang diduga melanggar pasal 351 ayat 3, 170 hingga 340 KUHPidana terkait tindakan kekerasan yang mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang.

Haerul menerangkan, kasus Agung Pranata telah ada lima orang tersangka yang berstatus anggota Polri dari Polsek Ujung Pandang. Agung, tewas setelah diduga disiksa oleh para tersangka dalam proses penangkapan dan penyelidikan. Agung dituduh mencuri. Belakangan kematian Agung dianggap janggal karena ditemukan bekas pukulan, tulang kepala dan belakang retak.

Polisi yang jadi tersangka, dirincikan Haerul yakni Aiptu Justan, Aiptu Syawaluddin Asryad, Bripka Astriadi, Bripka Ardin, dan Bripka Cakra Nuryadin. Namun kelima tersangka menang dalam gugatan praperadilan pada Juni 2021 sehingga para tersangka lolos dari hukuman.



Haerul menilai pada proses peradilan banyak hal yang janggal, di antaranya pembatalan penetapan tersangka, karena tidak ada saksi yang bisa dimintai konfirmasi dari termohon Polda. Tidak ada bukti petunjuk yang bisa dibaca hakim dan tidak ada juga keterangan ahli yang bisa jadi keterangan pembanding. "Kami anggap Polda tidak profesional," ucap dia di Kantornya, Rabu (17/11/2021).
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1786 seconds (0.1#10.140)