Bermodal Harapan, Pengusaha Muda Surabaya Ini Bangkit dari Tragedi Kebakaran
Rabu, 27 Oktober 2021 - 13:57 WIB
Lima anak muda, salah satunya Agung Dwi Kurnianto (31) bangkit setelah usaha yang mereka rintis Revolt Industri habis karena musibah kebakaran. Kini punya 48 karyawan.Foto/ist
SURABAYA - Semangat Sumpah Pemuda 28 Oktober 2021 menjadi motivasi pengusaha muda asal Surabaya ini untuk bangkit dari keterpurukan. Lima anak muda, salah satunya Agung Dwi Kurnianto (31) mencoba bangkit setelah usaha yang mereka rintis "Revolt Industri" habis karena musibah kebakaran.
Kisah inspiratif ini dimulai setelah mereka lulus kuliah sekitar 2014. Agung dan rekan-rekannya memulai bisnis kerajinan kulit seperti dompet dan tas dari garasi kecil. “Bermodal nekat, kami berlima autodidak belajar menjahit, me-manage tim, bisnis dan keuangan. Semua dari internet,” jelas Agung.
Baca juga: Duta Raka-Raki Jatim Diminta Promosikan Wisata Lewat Berbagai Kanal Digital
Pertengahan 2014, Revolt Industry resmi berdiri. “Revolt bisa diartikan perjuangan, perlawanan atau pemberontakan untuk bangkit, sedangkan kata Industry melambangkan sesuatu yang terus bergerak,” kata Agung.
“Bisnis kami adalah perjuangan tanpa henti untuk mengangkat produk lokal agar kita bisa bangkit bersama karena UMKM lokal adalah penggerak ekonomi nasional,” tambah Agung.
Revolt Industry pertama kali memasarkan produk lewat sebuah event di Surabaya. Penjualan mereka meledak usai mengikuti event tersebut, namun di akhir tahun 2014, tempat usaha mereka ludes terbakar dalam 15 menit.
“Akhirnya kami mulai lagi dari nol, bahkan dapat dibilang minus. Langkah awal dengan sewa kontrakan. Sempat mengalami kebanjiran, perampokan dan masih banyak tantangan lain, tetapi selama masih ada harapan, kami tetap melanjutkan perjuangan,” ujar Agung.
Kini Revolt Industry mampu mempekerjakan 40 karyawan. Pandemi kemudian menjadi pukulan tersendiri. Omzet mereka anjlok hingga 80%. “Kami memutar otak agar minimal biaya operasional bisa ter-cover dan pengurangan karyawan tidak perlu dilakukan. Pertahanan paling baik adalah dengan menyerang,” tambahnya.
Revolt Industry akhirnya menyerang dengan membuka gallery store pertama selama tujuh tahun dan dengan terus berinovasi melalui desain produk, mental manusia-manusia di dalamnya hingga kampanye - misal ‘Play Role Campaign’ untuk mengajak masyarakat membantu pemulihan ekonomi yang terdampak pandemi dengan memakai produk lokal - namun tidak mengambil untung.
“Yang terpenting adalah bagaimana kita menyikapi, tidak melulu menyalahkan keadaan, tapi apa yang dapat kita lakukan untuk diri sendiri maupun sekitar. 10% hasil penjualan kami donasikan ke yayasan dan turut serta dalam aksi di Surabaya dan sekitarnya untuk membantu masyarakat yang kelaparan,” tambah Agung.
Platform digital seperti Tokopedia menjadi harapan Revolt Industry untuk bertahan terutama selama pandemi. Tokopedia, menurut Agung, sangat memudahkan mengelola bisnis, “Hanya dari depan laptop, kita bisa mendekorasi toko, mengatur buka tutup toko, stok, hingga menganalisis pasar.
Kisah inspiratif ini dimulai setelah mereka lulus kuliah sekitar 2014. Agung dan rekan-rekannya memulai bisnis kerajinan kulit seperti dompet dan tas dari garasi kecil. “Bermodal nekat, kami berlima autodidak belajar menjahit, me-manage tim, bisnis dan keuangan. Semua dari internet,” jelas Agung.
Baca juga: Duta Raka-Raki Jatim Diminta Promosikan Wisata Lewat Berbagai Kanal Digital
Pertengahan 2014, Revolt Industry resmi berdiri. “Revolt bisa diartikan perjuangan, perlawanan atau pemberontakan untuk bangkit, sedangkan kata Industry melambangkan sesuatu yang terus bergerak,” kata Agung.
“Bisnis kami adalah perjuangan tanpa henti untuk mengangkat produk lokal agar kita bisa bangkit bersama karena UMKM lokal adalah penggerak ekonomi nasional,” tambah Agung.
Revolt Industry pertama kali memasarkan produk lewat sebuah event di Surabaya. Penjualan mereka meledak usai mengikuti event tersebut, namun di akhir tahun 2014, tempat usaha mereka ludes terbakar dalam 15 menit.
“Akhirnya kami mulai lagi dari nol, bahkan dapat dibilang minus. Langkah awal dengan sewa kontrakan. Sempat mengalami kebanjiran, perampokan dan masih banyak tantangan lain, tetapi selama masih ada harapan, kami tetap melanjutkan perjuangan,” ujar Agung.
Kini Revolt Industry mampu mempekerjakan 40 karyawan. Pandemi kemudian menjadi pukulan tersendiri. Omzet mereka anjlok hingga 80%. “Kami memutar otak agar minimal biaya operasional bisa ter-cover dan pengurangan karyawan tidak perlu dilakukan. Pertahanan paling baik adalah dengan menyerang,” tambahnya.
Revolt Industry akhirnya menyerang dengan membuka gallery store pertama selama tujuh tahun dan dengan terus berinovasi melalui desain produk, mental manusia-manusia di dalamnya hingga kampanye - misal ‘Play Role Campaign’ untuk mengajak masyarakat membantu pemulihan ekonomi yang terdampak pandemi dengan memakai produk lokal - namun tidak mengambil untung.
“Yang terpenting adalah bagaimana kita menyikapi, tidak melulu menyalahkan keadaan, tapi apa yang dapat kita lakukan untuk diri sendiri maupun sekitar. 10% hasil penjualan kami donasikan ke yayasan dan turut serta dalam aksi di Surabaya dan sekitarnya untuk membantu masyarakat yang kelaparan,” tambah Agung.
Platform digital seperti Tokopedia menjadi harapan Revolt Industry untuk bertahan terutama selama pandemi. Tokopedia, menurut Agung, sangat memudahkan mengelola bisnis, “Hanya dari depan laptop, kita bisa mendekorasi toko, mengatur buka tutup toko, stok, hingga menganalisis pasar.
(msd)
Lihat Juga :
tulis komentar anda