Kisah Soetarjo, Gerilyawan yang 4 Kali Tertangkap Pasukan Belanda Tapi Lolos dari Cengkeraman Maut

Rabu, 21 Agustus 2024 - 08:41 WIB
loading...
Kisah Soetarjo, Gerilyawan...
Soetarjo, kini berusia 99 tahun, masih mengingat dengan jelas betapa kejamnya masa-masa ketika Belanda dan sekutunya mencoba merebut kembali kendali atas Indonesia. Foto/Avirista Midaada
A A A
Di sebuah desa tenang di Mulyoagung, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang , hidup seorang pejuang kemerdekaan yang tak kenal menyerah. Soetarjo, kini berusia 99 tahun, masih mengingat dengan jelas betapa kejamnya masa-masa ketika Belanda dan sekutunya mencoba merebut kembali kendali atas Indonesia. Sebagai gerilyawan yang berjuang mempertahankan kemerdekaan, Soetarjo mengalami langsung kerasnya perjuangan di medan tempur. Tidak hanya sekali, tetapi empat kali ia tertangkap oleh pasukan Belanda, dan setiap kali ia berhasil lolos dari cengkeraman maut.

Perjuangan Soetarjo dimulai tak lama setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945. Ketika Belanda dan sekutu mereka kembali ke Indonesia untuk menguasai kembali negara yang baru merdeka, Soetarjo bergabung dengan barisan gerilyawan di Solo. Saat itu, perjuangan dilakukan dengan sembunyi-sembunyi, tanpa dukungan instansi militer seperti yang ada saat ini. Dalam kondisi seperti itu, gerilyawan harus mengandalkan kecerdikan, keberanian, dan tekad yang kuat.

Penangkapan pertama Soetarjo terjadi pada tahun 1947, ketika Belanda dan sekutunya mulai masuk ke Solo. Malam itu, sekitar pukul 10, ia ditangkap oleh tentara Belanda yang datang dengan tank dan panser. Saat diinterogasi, Belanda menuduhnya sebagai "garong," istilah yang mereka gunakan untuk menyebut gerilyawan. Soetarjo, dengan cerdik, mengaku sebagai buruh pabrik, mencoba menyelamatkan diri dengan penampilannya yang sederhana. Namun, kekerasan tetap tidak terhindarkan, dan ia dipukuli oleh para tentara Belanda.



"Saya mengakunya buruh pabrik, karena pakaian saya kan pakaian biasa saja. Belanda dulu nangkap orang seenaknya saja, ada orang lewat ditangkap, terus diinterogasi," kenang Soetarjo. Meskipun ia berhasil menyembunyikan identitas aslinya, tidak semua rekannya seberuntung itu. Dua temannya yang tertangkap bersama Soetarjo, diketahui sebagai gerilyawan dan langsung ditembak di tempat.

Penangkapan kedua Soetarjo terjadi tidak lama setelah ia meloloskan diri dari penahanan pertama. Kali ini, ia dipukul dengan popor senapan oleh tentara KNIL (Koninklijke Nederlands(ch)-Indische Leger), tentara Hindia Belanda yang sebagian besar anggotanya adalah orang Indonesia sendiri. Soetarjo menderita luka yang parah, tetapi ia berhasil kabur dari penyiksaan yang dialaminya.

Tak lama setelah itu, Soetarjo kembali tertangkap untuk ketiga kalinya, kali ini ketika ia hendak menuju Wonogiri. Ironisnya, penyiksaan paling berat yang dialaminya justru dilakukan oleh KNIL yang terdiri dari orang Indonesia. Mereka memukul dan menyiksa Soetarjo tanpa ampun, tidak peduli bahwa mereka menyakiti sesama bangsa mereka sendiri. "Yang menyiksa saya banyak dari KNIL orang Indonesia sendiri," ujarnya, mengenang betapa pedihnya pengkhianatan yang ia rasakan.

Pada tahun 1948, Soetarjo mengalami penangkapan keempat, yang merupakan penangkapan paling brutal. Pasukan Belanda yang sudah mengenali wajahnya dari penangkapan sebelumnya, kali ini tidak memberikan ampun. Ia dipukuli sampai muntah darah, dan nyawanya hampir saja melayang. Namun, nasib baik berpihak pada Soetarjo. Di tengah kekerasan yang ia terima, tiba-tiba terjadi panggilan darurat yang membuat pasukan Belanda dan KNIL meninggalkan tempat dengan tergesa-gesa. Dengan tubuh yang lemah dan penuh luka, Soetarjo memanfaatkan kesempatan itu untuk kabur bersama dua rekannya.

Kisah Soetarjo bukan hanya tentang keberanian melawan penjajah, tetapi juga tentang ketahanan luar biasa dalam menghadapi pengkhianatan dan kekerasan dari sesama bangsa sendiri. Empat kali ia tertangkap, empat kali pula ia berhasil lolos dari maut. Kini, di usia senjanya, Soetarjo tetap menjadi simbol semangat perjuangan yang tidak pernah padam, mengingatkan kita semua akan harga yang harus dibayar untuk kemerdekaan.
(hri)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2522 seconds (0.1#10.140)