Bukti Kurang Cukup, Penyidik Bisa Hentikan Kasus Pembunuhan di Karimun
Selasa, 07 September 2021 - 15:56 WIB
JAKARTA - Bareskrim Polri bisa menghentikan penyelidikan maupun penyidikan dalam penanganan kasus pembunuhan dengan korban Taslim alias Cikok di Karimun , Kepulauan Riau. Keluarga korban melaporkan kasus ini ke Bareskrim karena merasa otak pembunuhan belum ditangkap.
Akademisi Universitas Indonesia (UI), Chudry Sitompul mengatakan, upaya yang dilakukan penyidik Polri untuk mengumpulkan bukti permulaan sudah dilakukan sesuai mekanisme prosedur hukum. "Kalau upaya resmi sudah dilakukan, penyidik bisa mengeluarkan kewenangannya demi rasa keadilan," kata Chudry kepada wartawan,Selasa (7/9/2021).
Chudry mengatakan meskipun kasus tersebut sudah cukup lama namun karena ada laporan maka harus ditindaklanjuti. Namun sesuai dengan KUHAP perlu adanya ketegasan serta kepastian kasus tersebut. "Ini masalah pro justicia. Tidak cukup bukti, hentikan. Cukup bukti, lanjutkan," lanjutnya.
Sebelumnya keluarga korban pembunuhan di Tanjung Balai, Karimun pada 14 April 2002 masih belum menemukan rasa keadilan. Sebab diduga ada satu tersangka diduga sebagai aktor intelektual sampai saat ini belum juga ditahan.
Padahal, PN Karimun sudah menetapkan Dwi Untung sebagai tersangka kasus pembunuhan terhadap Taslim. Akhirnya, keluarga Taslim melaporkan Polres Karimun ke Divisi Propam Mabes Polri pada 4 Agustus 2020 dengan Nomor SPSP2/20165/VIII/2020/Bagyaduan.
Menurut Chudry, penyidik Polri telah melakukan prosedur penyelidikan dan penyidikan secara profesional. Perkara tersebut juga sudah jelas dan terang. Menurut KUHP, kewenangan untuk menuntut pidana sudah dihapus karena sudah kedaluwarsa dan alat bukti baru tidak ditemukan.
Kemudian tentang Penetapan PN Tanjung Balai dengan nomor 30/Pen.Pid./2003/PN.TPI.TBK tertanggal 10 Maret 2003 jika dihubungkan dengan acuan hukum pidana maka menurut KUHP sudah kedaluwarsa. Terkait dengan kedaluwarsa pengajuan penuntutan, jika menurut Pasal 78 ayat (1) butir 4 KUHP, atas tindakan tersebut tidak dapat dilakukan upaya penuntutan pidana.
Pasal tersebut berbunyi:
(1.) Kewenangan menuntut pidana hapus karena daluwarsa:
Akademisi Universitas Indonesia (UI), Chudry Sitompul mengatakan, upaya yang dilakukan penyidik Polri untuk mengumpulkan bukti permulaan sudah dilakukan sesuai mekanisme prosedur hukum. "Kalau upaya resmi sudah dilakukan, penyidik bisa mengeluarkan kewenangannya demi rasa keadilan," kata Chudry kepada wartawan,Selasa (7/9/2021).
Chudry mengatakan meskipun kasus tersebut sudah cukup lama namun karena ada laporan maka harus ditindaklanjuti. Namun sesuai dengan KUHAP perlu adanya ketegasan serta kepastian kasus tersebut. "Ini masalah pro justicia. Tidak cukup bukti, hentikan. Cukup bukti, lanjutkan," lanjutnya.
Sebelumnya keluarga korban pembunuhan di Tanjung Balai, Karimun pada 14 April 2002 masih belum menemukan rasa keadilan. Sebab diduga ada satu tersangka diduga sebagai aktor intelektual sampai saat ini belum juga ditahan.
Padahal, PN Karimun sudah menetapkan Dwi Untung sebagai tersangka kasus pembunuhan terhadap Taslim. Akhirnya, keluarga Taslim melaporkan Polres Karimun ke Divisi Propam Mabes Polri pada 4 Agustus 2020 dengan Nomor SPSP2/20165/VIII/2020/Bagyaduan.
Menurut Chudry, penyidik Polri telah melakukan prosedur penyelidikan dan penyidikan secara profesional. Perkara tersebut juga sudah jelas dan terang. Menurut KUHP, kewenangan untuk menuntut pidana sudah dihapus karena sudah kedaluwarsa dan alat bukti baru tidak ditemukan.
Kemudian tentang Penetapan PN Tanjung Balai dengan nomor 30/Pen.Pid./2003/PN.TPI.TBK tertanggal 10 Maret 2003 jika dihubungkan dengan acuan hukum pidana maka menurut KUHP sudah kedaluwarsa. Terkait dengan kedaluwarsa pengajuan penuntutan, jika menurut Pasal 78 ayat (1) butir 4 KUHP, atas tindakan tersebut tidak dapat dilakukan upaya penuntutan pidana.
Pasal tersebut berbunyi:
(1.) Kewenangan menuntut pidana hapus karena daluwarsa:
tulis komentar anda