Pemecah Batu dan Pemulung di Pangkep Butuh Bantuan Sosial
Jum'at, 13 Agustus 2021 - 08:15 WIB
PANGKEP - Bantuan pemerintah untuk warga miskin sangat banyak, sayangnya tak semua bisa merasakan bantuan itu. Hal itu dirasakan warga tidak mampu di Kampung Lappa Jarange, Kelurahan Kassi, Kecamatan Balocci, Kabupaten Pangkep .
Disudut kampung yang berbatasan dengan bebatuan karst ini, sejumlah warga berjuang hanya untuk sekadar bertahan hidup. Mereka umumnya bekerja sebagai pemecah batu dan pemulung yang tinggal di rumah beralaskan tanah di lahan pemilik tambang batu.
Salah seorang warga, Takdir Daeng Sanre seorang pemecah batu diKampung Lappa Jarange mengisahkan, setiap pekan penghasilan mereka Rp100 ribu. Uang itu dari hasil kerja keras memecahkan batu karst dengan cara manual. Setiap satu truk, mereka mendapatkan uang Rp100 ribu.
"Untuk satu mobil itu saya bekerja satu pekan. Harganya Rp170 ribu. Seratus ribu untuk saya dan Rp70 ribunya dibagi untuk pemilik lahan dan uang jalan," ucapnya.
Dalam kesulitan itu, Takdir berupaya agar mendapatkan bantuan sosial dari pemerintah, khususnya dalam situasi pandemi ini. Sejak pandemi, ia mengaku baru mendapatkan bantuan sembako satu kali. Ia menuturkan, bantuan itu terdiri dari beras, mi instan dan kebutuhan pokok lain.
"Itu bantuan pertama, kalau tidak salah tahun lalu. Sudah itu, tidak pernah lagi ada bantuan," katanya.
Bukan hanya bantuan sosial, keluarga ini juga tak terdaftar dalam program sosial lain seperti Program Keluarga Harapan . "Kalau ke puskesmas saya bayar. Karena saya juga tidak dapat kartu KIS ( Kartu Indonesia Sehat )," ucapnya.
Hal yang sama juga dialami Saniati (31 tahun). Perempuan beranak satu ini harus berjalan dengan gerobak dan membawa serta anaknya yang masih balita mencari plastik bekas. Setiap hari Saniati berjalan hingga lima kilometer untuk mengumpulkan plastik bekas.
Disudut kampung yang berbatasan dengan bebatuan karst ini, sejumlah warga berjuang hanya untuk sekadar bertahan hidup. Mereka umumnya bekerja sebagai pemecah batu dan pemulung yang tinggal di rumah beralaskan tanah di lahan pemilik tambang batu.
Salah seorang warga, Takdir Daeng Sanre seorang pemecah batu diKampung Lappa Jarange mengisahkan, setiap pekan penghasilan mereka Rp100 ribu. Uang itu dari hasil kerja keras memecahkan batu karst dengan cara manual. Setiap satu truk, mereka mendapatkan uang Rp100 ribu.
"Untuk satu mobil itu saya bekerja satu pekan. Harganya Rp170 ribu. Seratus ribu untuk saya dan Rp70 ribunya dibagi untuk pemilik lahan dan uang jalan," ucapnya.
Dalam kesulitan itu, Takdir berupaya agar mendapatkan bantuan sosial dari pemerintah, khususnya dalam situasi pandemi ini. Sejak pandemi, ia mengaku baru mendapatkan bantuan sembako satu kali. Ia menuturkan, bantuan itu terdiri dari beras, mi instan dan kebutuhan pokok lain.
"Itu bantuan pertama, kalau tidak salah tahun lalu. Sudah itu, tidak pernah lagi ada bantuan," katanya.
Bukan hanya bantuan sosial, keluarga ini juga tak terdaftar dalam program sosial lain seperti Program Keluarga Harapan . "Kalau ke puskesmas saya bayar. Karena saya juga tidak dapat kartu KIS ( Kartu Indonesia Sehat )," ucapnya.
Hal yang sama juga dialami Saniati (31 tahun). Perempuan beranak satu ini harus berjalan dengan gerobak dan membawa serta anaknya yang masih balita mencari plastik bekas. Setiap hari Saniati berjalan hingga lima kilometer untuk mengumpulkan plastik bekas.
tulis komentar anda