Surat Terbuka Haji Denny: Alhamdulillah, Perjuangan Tauhid Kita Tidak Terbeli

Senin, 02 Agustus 2021 - 08:24 WIB
Proses pemilihan Gubernur Kalimantan Selatan 2020 sudah selesai dengan putusan Mahkamah Konstitusi hari Jumat 30 Juli 2021. Putusan MK tersebut, meskipun tidak kami setujui, tetap harus dihormati sebagai putusan yang terakhir dan mengikat (final and binding decision). Untuk itu, ujung perjuangan kami sudah sampai, dan saatnya untuk melakukan refleksi dan kontemplasi.

Kepada seluruh pihak yang berproses bersama dalam Pilgub Kalsel ini, khususnya Paslon Nomor 1 Bapak Sahbirin dan Muhidin, jajaran KPU Kalsel dan RI, Bawaslu Kalsel dan RI, serta seluruh pihak yang terlibat termasuk aparat TNI dan Polri, izinkan kami meminta maaf atas segala salah dan khilaf.

Tidak ada niat sedikitpun untuk melukai perasaan siapapun. Semua yang kami lakukan dan ucapkan murni didasarkan pada fakta dan keinginan tulus untuk menghadirkan informasi terbaik kepada pemilih, dengan tetap didasari cara berpolitik yang sehat dan terhormat.

Kepada pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Bapak Sahbirin dan Muhidin, yang sebentar lagi akan ditetapkan KPU Kalsel, kami menghaturkan doa terbaik kepada Allah SWT agar dapat menjalankan amanah berat yang disematkan ke pundak Bapak berdua. Karena bagaimanapun, pikiran dan tindakan bapak-bapak akan menentukan baik-buruknya nasib Banua dan rakyat Kalimantan Selatan tiga tahun ke depan.

Pada kesempatan ini, izinkan saya menyampaikan pesan dan renungan yang lebih luas, tidak lagi semata soal Pilgub Kalsel 2020 yang telah selesai. Karena bagaimanapun, dalam proses panjang hampir dua tahun ini, tentu sangat banyak pelajaran yang dapat kita petik bersama dan ambil hikmahnya, khususnya bagi perbaikan kehidupan berpolitik dan bermasyarakat di Bumi Lambung Masyarakat, dan bahkan Indonesia.

Refleksi ini sama sekali bukan untuk mengkritik siapa-siapa, tetapi lebih kepada pembelajaran kita bersama dan otokritik kepada diri kita sendiri, utamanya saya pribadi yang pasti tidak sempurna, banyak kesalahan dan kekurangan, serta kekhilafan.

Duitokrasi telah membunuh demokrasi kita. Itu judul presentasi saya di Melbourne Law School, Australia, “Duitokrasi Kills Indonesian democracy”. Itulah tantangan keadaban kita sekarang, dan masih perlu nafas panjang entah sampai kapan. Pemilu bukanlah bagaimana kandidat menyampaikan program yang meyejahterakan, tetapi berganti dengan transaksi jual-beli suara. Akhirnya muncul pernyataan, “Lebih baik menang curang, daripada kalah terhormat”.

Ironis! Menyedihkan! Politik uang dilakukan dengan riang-gembira, tanpa kaku, tanpa malu. Antisuap fasih dilafadzkan dalam majelis pengajian, sekaligus secara suka-cita, dan terang-benderang dipraktikkan dengan berbagai dalih pembenaran. Tanpa takut dosa, seolah tidak beragama. Pemilu sebagai pesta rakyat, berubah menjadi pesta koruptor. Daulat rakyat (demokrasi), dikalahkan oleh daulat uang (duitokrasi).

Namun, alhamdulillah, kita di Banua bisa menunjukkan kepada Indonesia, bahkan dunia, politik Pemilihan Gubernur 2020 bisa dijalankan dengan penuh etika. Tanpa jual-beli suara, kada bedustaan, kada bededuitan. Politik adiluhung itu yang kita gelorakan.

Tidak boleh menang dengan cara-cara curang, apalagi dengan menghamba pada uang. Prestasi itu adalah hasil dukungan pian-pian seberataan yang luar biasa. Capaian kita membanggakan! Di survei awal Desember 2019, yang memilih ulun (elektabilitas) hanya 3%, yang kenal ulun (popularitas) di bawah 10%.
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More