Pagebluk Telah Membelengu, Jalan Terakhir Rakyat Jelata Mengadu pada Batu
Selasa, 15 Juni 2021 - 18:49 WIB
SURABAYA - Tembang macopat lebut dilantunkan Besut, sambil mengiringi langkah kecilnya menuju pesinggahan agung. Kain putih ia lilitkan pada batu besar berbentuk manusia petapa. Sesekali, Besut menengadahkan kedua tangan ke langit. Mengadu pada sang pencipta atas kebuntuan yang dihadapi.
Besut merupakan gambaran rakyat jelata yang dilakonkan oleh seniman sekalugus sutradara Meimura . Performance "Polah Tanpo Aran" atau bergerak tanpa nama (kesenian) tersebut adalah reaksi ruang tubuh terhadap ruang luar (semesta dan isinya dan berbagai persoalannya).
Konsep ini sudah dilakukan Meimura dari dulu di berbagai candi dan ruang yang lain. Hal itu merupakan reaksi hasil dari kontemplasinya selama ini. Kali ini, Polah Tanpo Aran, yang mengangkat tema mengadu pada "batu" adalah hasil dari sebuah perenungan terhadap berbagai sesuatu yang menimpa bangsa ini.
"Mengadu pada batu adalah sebuah simbul betapa rumit dan mentoknya apa yang dilaminya bangsa ini. Tapi bukan tiada jalan, karenanya meski menghadap "batu". Mantra yang terucap tetap kepada Sang Pencipta," kata Meimura usai performance di Arca Joko Dolog kawasan Jalan Taman Apsari, Surabaya.
Meimura mengatakan, amburadulnya kebijakan pemerintah serta dampak wabah corona yang berkepanjangan membuat rakyat makin terjepit. Saat ini, kata dia, rakyat sudah tidak tahu harus mengadu pada siapa, sehingga hanya bisa mengadu pada batu.
Bahkan agin segar tatanan kehidupan baru yang dihembuskan dimasa pandemi COVID-19 juga belum sepenuhnya menjadi jalan lurus untuk membangkitkan kembali gairah masyarakat . Baca juga: Terlanjur Dihajar hingga Babak Belur Saat Ditangkap, Warga Pekanbaru Ini Ternyata Bukan Teroris
Aksi ini sekaligus bentuk kekecewaan Besut terhadap merebaknya COVID-19 di sejumlah daerah, terutama di Bangkalan. Besut menilai, ketaatan protokol kesehatan masyarakat selama merantau di Surabaya, menjadi lalai ketika pulang ke kampung halaman, menjadi awal mula ganasnya wabah COVID-19.
Besut merupakan gambaran rakyat jelata yang dilakonkan oleh seniman sekalugus sutradara Meimura . Performance "Polah Tanpo Aran" atau bergerak tanpa nama (kesenian) tersebut adalah reaksi ruang tubuh terhadap ruang luar (semesta dan isinya dan berbagai persoalannya).
Konsep ini sudah dilakukan Meimura dari dulu di berbagai candi dan ruang yang lain. Hal itu merupakan reaksi hasil dari kontemplasinya selama ini. Kali ini, Polah Tanpo Aran, yang mengangkat tema mengadu pada "batu" adalah hasil dari sebuah perenungan terhadap berbagai sesuatu yang menimpa bangsa ini.
Baca Juga
"Mengadu pada batu adalah sebuah simbul betapa rumit dan mentoknya apa yang dilaminya bangsa ini. Tapi bukan tiada jalan, karenanya meski menghadap "batu". Mantra yang terucap tetap kepada Sang Pencipta," kata Meimura usai performance di Arca Joko Dolog kawasan Jalan Taman Apsari, Surabaya.
Meimura mengatakan, amburadulnya kebijakan pemerintah serta dampak wabah corona yang berkepanjangan membuat rakyat makin terjepit. Saat ini, kata dia, rakyat sudah tidak tahu harus mengadu pada siapa, sehingga hanya bisa mengadu pada batu.
Baca Juga
Bahkan agin segar tatanan kehidupan baru yang dihembuskan dimasa pandemi COVID-19 juga belum sepenuhnya menjadi jalan lurus untuk membangkitkan kembali gairah masyarakat . Baca juga: Terlanjur Dihajar hingga Babak Belur Saat Ditangkap, Warga Pekanbaru Ini Ternyata Bukan Teroris
Aksi ini sekaligus bentuk kekecewaan Besut terhadap merebaknya COVID-19 di sejumlah daerah, terutama di Bangkalan. Besut menilai, ketaatan protokol kesehatan masyarakat selama merantau di Surabaya, menjadi lalai ketika pulang ke kampung halaman, menjadi awal mula ganasnya wabah COVID-19.
(eyt)
tulis komentar anda