Kisah Ritual Tapa Telanjang, Pertapaan Sonder dan Ratu Kalinyamat
Sabtu, 01 Mei 2021 - 05:00 WIB
Ritual tapa wuda berakhir setelah Sultan Pajang menghadap Ratu Kalinyamat sambil menenteng penggalan kepala Aryo Penangsang dan semangkok darahnya. Kepala Aryo Penangsang digunakan untuk lap kaki Ratu Kalinyamat dan darahnya digunakan untuk keramas.
Sebagian kalangan mengartikan tapa wudo Ratu Kalinyamat ini dilakukan dalam kondisi telanjang bulat atau tanpa selembar busana. Namun tidak demikian dengan juru kunci pertapaan Muchlisin yang mengartikan tapa wudo sebagai kata kias.
Menurutnya tapa wudo tersebut sebagai kiasan menanggalkan gemerlap dunia dan pakaian kebesaran kerajaan. Namun tetap mengenakan pakaian layaknya rakyat jelata.
“Makna lain kata tapa wuda di sini sebagai bentuk ritual doa mencari keadilan kepada tuhan setelah suaminya tewas di tangan Arya Penangsang,” katanya.
Petilasan pertapaan Ratu Kalinyamat hingga kini dipercaya sebagai tempat keramat oleh banyak kalangan masyarakat. Tak heran jika tempat ini sering kali dipadati pengunjung terutama setiap malam Jumat Wage. Pengunjung yang datang tidak hanya dari lokal Jepara namun hingga luar pulau Jawa.
“Banyak pengunjung yang datang untuk mengharap berkah agar hajatnya terkabulkan dari didekatkan jodoh, dimudahkan rejeki, diberikan keselamatan dan kesehatan hingga mereka yang belum memiliki anak berharap segera mendapat keturunan,” timpalnya.
Terutama untuk para perempuan mitosnya yang melakukan cuci muka atau mandi di sungai dekat pertapaan bisa memancarkan aura kecantikan seperti Ratu Kalinyamat.
Dalam setiap ritual warga melakukan membersihkan diri dengan mandi di sungai dilanjutkan prosesi doa di petilasan Ratu Kaliyamat bertapa.
Perjuangan tapa wudo yang dilakukan Ratu Kalinyamat sebagai bukti kesetiaan terhadap sang suami. Petilasan Ratu Kalinyamat kini menjadi salah satu destinasi wisata religi di Jepara.
Sebagian kalangan mengartikan tapa wudo Ratu Kalinyamat ini dilakukan dalam kondisi telanjang bulat atau tanpa selembar busana. Namun tidak demikian dengan juru kunci pertapaan Muchlisin yang mengartikan tapa wudo sebagai kata kias.
Menurutnya tapa wudo tersebut sebagai kiasan menanggalkan gemerlap dunia dan pakaian kebesaran kerajaan. Namun tetap mengenakan pakaian layaknya rakyat jelata.
“Makna lain kata tapa wuda di sini sebagai bentuk ritual doa mencari keadilan kepada tuhan setelah suaminya tewas di tangan Arya Penangsang,” katanya.
Petilasan pertapaan Ratu Kalinyamat hingga kini dipercaya sebagai tempat keramat oleh banyak kalangan masyarakat. Tak heran jika tempat ini sering kali dipadati pengunjung terutama setiap malam Jumat Wage. Pengunjung yang datang tidak hanya dari lokal Jepara namun hingga luar pulau Jawa.
“Banyak pengunjung yang datang untuk mengharap berkah agar hajatnya terkabulkan dari didekatkan jodoh, dimudahkan rejeki, diberikan keselamatan dan kesehatan hingga mereka yang belum memiliki anak berharap segera mendapat keturunan,” timpalnya.
Terutama untuk para perempuan mitosnya yang melakukan cuci muka atau mandi di sungai dekat pertapaan bisa memancarkan aura kecantikan seperti Ratu Kalinyamat.
Dalam setiap ritual warga melakukan membersihkan diri dengan mandi di sungai dilanjutkan prosesi doa di petilasan Ratu Kaliyamat bertapa.
Perjuangan tapa wudo yang dilakukan Ratu Kalinyamat sebagai bukti kesetiaan terhadap sang suami. Petilasan Ratu Kalinyamat kini menjadi salah satu destinasi wisata religi di Jepara.
Lihat Juga :
tulis komentar anda