Misteri Hutan di Kutai Kartanegara, Bicara Sembarangan Bisa Tersesat dan Hilang
Sabtu, 24 April 2021 - 05:00 WIB
KALIMANTAN TIMUR - Anton Suparto (48) menarik tali di mesin perahu kecilnya dengan kencang. Suara deru mesin memecah keheningan Sungai Belayan, anak Sungai Mahakam.
Warga Desa Genting Tanah, Kecamatan Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur (Kaltim) itu mengajak Sindonews.com melihat hutan rawa gambut pada minggu lalu.
Tak berapa lama berselang, perahu kecil bermesin tempel memecah keheningan kawasan hutan hujan tropis dataran rendah itu.
Di depannya, sudah ada rekannya, Badri David (52), dengan perahu sejenis. Dua perahu kecil yang hanya bisa memuat tiga orang itu berjalan memecah ombak kecil sungai.
Sekitar 15 menit, perahu berbelok ke sungai yang lebih kecil. Lebarnya rata-rata hanya lima meter. Sungai tersebut bernama Sungai Luah Tanjung.
Anton dan Badri hendak membawa kami ke hutan rawa gambut yang kini sudah berstatus hutan desa. Perjalanan membutuhkan waktu sekira 45 menit untuk sampai ke hutan tersebut.
“Jangan berbicara aneh-aneh saat di hutan,” pesan Anton kepada rombongan yang dibawanya.
Tak ada pertanyaan lanjutan sebab rasa khawatir lebih dulu muncul. Pikiran soal pesan tersebut sesegara mungkin ditepis karena perahu sudah memasuki pertengahan kawasan hutan.
Setelah sampai di hutan, Anton dan Badri mengajak berkeliling melihat kondisi hutan. Mereka berdua memang bertugas menjaga hutan tersebut dari ancaman perambahan, hingga kebakaran lahan.
Warga Desa Genting Tanah, Kecamatan Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur (Kaltim) itu mengajak Sindonews.com melihat hutan rawa gambut pada minggu lalu.
Tak berapa lama berselang, perahu kecil bermesin tempel memecah keheningan kawasan hutan hujan tropis dataran rendah itu.
Di depannya, sudah ada rekannya, Badri David (52), dengan perahu sejenis. Dua perahu kecil yang hanya bisa memuat tiga orang itu berjalan memecah ombak kecil sungai.
Sekitar 15 menit, perahu berbelok ke sungai yang lebih kecil. Lebarnya rata-rata hanya lima meter. Sungai tersebut bernama Sungai Luah Tanjung.
Anton dan Badri hendak membawa kami ke hutan rawa gambut yang kini sudah berstatus hutan desa. Perjalanan membutuhkan waktu sekira 45 menit untuk sampai ke hutan tersebut.
“Jangan berbicara aneh-aneh saat di hutan,” pesan Anton kepada rombongan yang dibawanya.
Tak ada pertanyaan lanjutan sebab rasa khawatir lebih dulu muncul. Pikiran soal pesan tersebut sesegara mungkin ditepis karena perahu sudah memasuki pertengahan kawasan hutan.
Setelah sampai di hutan, Anton dan Badri mengajak berkeliling melihat kondisi hutan. Mereka berdua memang bertugas menjaga hutan tersebut dari ancaman perambahan, hingga kebakaran lahan.
tulis komentar anda