Catur Piwulang dan Singo Mengkok, Senjata Sunan Drajat Menebar Syiar Islam di Pesisir
Sabtu, 17 April 2021 - 05:00 WIB
"Paring teken marang kang kalunyon lan wuto"; "Paring pangan marang kang keliren"; "Paring sandang marang kang kawudan"; "Paring payung marang kang kodanan".
Catur Piwulang ini menjadi senjata bagi Sunan Drajat untuk menebar syiar Islam. Di pesisir yang keras, anak Sunan Ampel itu mampu menyebarkan Islam melalui jalan kesenian yang disukai oleh masyarakat. Kesenian itu larut dalam deburan ombak yang terdengar sejak di pesisir Paciran, Lamongan.
Dalam Catur Piwulang itu, masyarakat begitu kental dengan ajakan kebaikan. "Berikan tongkat kepada orang yang berjalan dijalan licin dan buta"; "Berikanlah makan kepada orang yang kelaparan"; "Berikanlah busana kepada orang yang telanjang"; "Berikanlah payung kepada orang yang kehujanan".
Sunan Drajat menciptakan tembang Pangkur, ajaran baik yang selalu mendarat di kepala masyarakat. Tembang Pangkur dipadukan dengan alat musik yang digunakan berupa gamelan yang diberi nama Singo Mengkok . Alat musik ini masih disimpan di Museum Sunan Drajat.
Sunan Drajat yang juga dikenal sebagai Raden Qasim merupakan salah satu anggota Wali Songo yang tersohor menebar syiar Islam di pesisir utara di Desa Drajat, Kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan.
Catur Piwulang yang dibawanya ke tiap perkampungan di kawasan pesisir mengajarkan dan menekankan pada aspek pendidikan moral. Kedekatannya dengan kaum miskin menjadi bagian dalam perjalanan panjangnya untuk memberi pertolongan, makan, pakaian, serta melindungi masyarakat yang membutuhkan.
Bukunya berjudul Atlas Wali Songo (2012) yang ditulis oleh Agus Sunyoto memberikan gambaran jelas bagaimana jejak Sunan Drajat mendidik masyarakat untuk bisa saling memberikan kepedulian terhadap nasib fakir miskin, mengutamakan kesejahteraan umat, serta memiliki empati pada semua orang.
Baca Juga
Catur Piwulang ini menjadi senjata bagi Sunan Drajat untuk menebar syiar Islam. Di pesisir yang keras, anak Sunan Ampel itu mampu menyebarkan Islam melalui jalan kesenian yang disukai oleh masyarakat. Kesenian itu larut dalam deburan ombak yang terdengar sejak di pesisir Paciran, Lamongan.
Dalam Catur Piwulang itu, masyarakat begitu kental dengan ajakan kebaikan. "Berikan tongkat kepada orang yang berjalan dijalan licin dan buta"; "Berikanlah makan kepada orang yang kelaparan"; "Berikanlah busana kepada orang yang telanjang"; "Berikanlah payung kepada orang yang kehujanan".
Sunan Drajat menciptakan tembang Pangkur, ajaran baik yang selalu mendarat di kepala masyarakat. Tembang Pangkur dipadukan dengan alat musik yang digunakan berupa gamelan yang diberi nama Singo Mengkok . Alat musik ini masih disimpan di Museum Sunan Drajat.
Baca Juga
Sunan Drajat yang juga dikenal sebagai Raden Qasim merupakan salah satu anggota Wali Songo yang tersohor menebar syiar Islam di pesisir utara di Desa Drajat, Kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan.
Catur Piwulang yang dibawanya ke tiap perkampungan di kawasan pesisir mengajarkan dan menekankan pada aspek pendidikan moral. Kedekatannya dengan kaum miskin menjadi bagian dalam perjalanan panjangnya untuk memberi pertolongan, makan, pakaian, serta melindungi masyarakat yang membutuhkan.
Bukunya berjudul Atlas Wali Songo (2012) yang ditulis oleh Agus Sunyoto memberikan gambaran jelas bagaimana jejak Sunan Drajat mendidik masyarakat untuk bisa saling memberikan kepedulian terhadap nasib fakir miskin, mengutamakan kesejahteraan umat, serta memiliki empati pada semua orang.
tulis komentar anda