Gantikan Risma Memang Berat, Pengamat: Eri Cahyadi Harus Sering Turun ke Lapangan
Jum'at, 26 Februari 2021 - 11:41 WIB
SURABAYA - Wali Kota Surabaya dan Wakil Wali Kota Surabaya terpilih Eri Cahyadi-Armudji bakal dilantik hari ini, Jumat (26/2/2021) sore nanti. Keduanya diprediksi tak perlu adaptasi lama untuk memimpin Kota Pahlawan.
Pengamat politik Universitas Trunojoyo Madura (UTM), Surokim Abdussalam menuturkan, untuk meneruskan sepak terjang Tri Rismaharini di Kota Surabaya memang berat. Namun, keduanya bukan sosok baru yang sebelumnya sudah berkolaborasi dengan Tri Rismaharini yang kini menjadi Menteri Sosial.
“Harapan masyarakat kepada Mas Eri Cahyadi memang sangat tinggi. Dia digadang-gadang bisa seperti Bu Risma bahkan lebih. Menurut saya, masalah ini jangan dijadikan beban karena apa yang dihadapi Mas Eri dengan Bu Risma berbeda,” ujar Surokim, Jumat (26/2/2021).
Ia melanjutkan, di masa pandemi seperti sekarang ini yang dibutuhkan Eri dan Armudji adalah responsibilitas, lebih agresif, tanpa meninggalkan ciri khas Risma. Jika di masyarakat diketahui ada masalah, maka Eri harus langsung terjun di lapangan menyelesaikan masalah tersebut secepatnya.
“Selama 100 hari kerja Eri-Armudji, persentase di lapangan harus lebih banyak dibanding di kantor. Jika dipersentasekan, 70 persen di lapangan, 30 persen di kantor. Semua masalah administrasi biar dilakukan oleh staf,” ungkapnya.
Alasan kenapa harus banyak di lapangan, katanya, di masa pandemi seperti sekarang ini, masyarakat membutuhkan sentuhan seorang pemimpin langsung. Apalagi jejak 100 hari kepemimpinan akan sangat membekas di masyarakat.
Soal solusi yang diberikan Eri itu berhasil atau tidak, selama masa pandemi ini orang akan lebih bisa memahaminya, seandainya solusi tersebut kurang berjalan baik.
“Selama 100 hari, orang akan melihat kinerja Mas Eri. Apakah sama dengan Bu Risma yang memiliki tipikal pekerja keras. Namun, kerja keras saja tidak cukup untuk Mas Eri. Harus memiliki rasa mengayomi bahwa apa yang dirasakan masyarakat itu, Mas Eri juga bisa merasakan pula. Sehingga harus tidak ada jarak antara Mas Eri dengan masyarakat,” jelasnya.
Karena harus sering ke lapangan itu, lanjutnya, penampilan Eri juga harus diperhatikan. Tidak boleh berpenampilan yang formal seperti menggunakan seragam dinas. Saat di lapangan cukup memakai pakaian non formal atau pakaian sehari-hari, sehingga terkesan santai.
“Saya menilai orang Surabaya saat ini itu tidak membutuhkan sembako. Tapi mengayominya itu lebih penting. Memberikan semangat sambil menepuk pundak masyarakat itu lebih penting. Sebab masa pandemi ini tidak bisa diselesaikan sendiri-sendiri, tapi harus besama-sama. Jika sudah begitu, Mas Eri akan terkesan tidak hanya bekerja keras seperti Bu Risma, tapi juga bisa ngayomi,” tandasnya.
Pengamat politik Universitas Trunojoyo Madura (UTM), Surokim Abdussalam menuturkan, untuk meneruskan sepak terjang Tri Rismaharini di Kota Surabaya memang berat. Namun, keduanya bukan sosok baru yang sebelumnya sudah berkolaborasi dengan Tri Rismaharini yang kini menjadi Menteri Sosial.
Baca Juga
“Harapan masyarakat kepada Mas Eri Cahyadi memang sangat tinggi. Dia digadang-gadang bisa seperti Bu Risma bahkan lebih. Menurut saya, masalah ini jangan dijadikan beban karena apa yang dihadapi Mas Eri dengan Bu Risma berbeda,” ujar Surokim, Jumat (26/2/2021).
Ia melanjutkan, di masa pandemi seperti sekarang ini yang dibutuhkan Eri dan Armudji adalah responsibilitas, lebih agresif, tanpa meninggalkan ciri khas Risma. Jika di masyarakat diketahui ada masalah, maka Eri harus langsung terjun di lapangan menyelesaikan masalah tersebut secepatnya.
“Selama 100 hari kerja Eri-Armudji, persentase di lapangan harus lebih banyak dibanding di kantor. Jika dipersentasekan, 70 persen di lapangan, 30 persen di kantor. Semua masalah administrasi biar dilakukan oleh staf,” ungkapnya.
Alasan kenapa harus banyak di lapangan, katanya, di masa pandemi seperti sekarang ini, masyarakat membutuhkan sentuhan seorang pemimpin langsung. Apalagi jejak 100 hari kepemimpinan akan sangat membekas di masyarakat.
Soal solusi yang diberikan Eri itu berhasil atau tidak, selama masa pandemi ini orang akan lebih bisa memahaminya, seandainya solusi tersebut kurang berjalan baik.
“Selama 100 hari, orang akan melihat kinerja Mas Eri. Apakah sama dengan Bu Risma yang memiliki tipikal pekerja keras. Namun, kerja keras saja tidak cukup untuk Mas Eri. Harus memiliki rasa mengayomi bahwa apa yang dirasakan masyarakat itu, Mas Eri juga bisa merasakan pula. Sehingga harus tidak ada jarak antara Mas Eri dengan masyarakat,” jelasnya.
Karena harus sering ke lapangan itu, lanjutnya, penampilan Eri juga harus diperhatikan. Tidak boleh berpenampilan yang formal seperti menggunakan seragam dinas. Saat di lapangan cukup memakai pakaian non formal atau pakaian sehari-hari, sehingga terkesan santai.
“Saya menilai orang Surabaya saat ini itu tidak membutuhkan sembako. Tapi mengayominya itu lebih penting. Memberikan semangat sambil menepuk pundak masyarakat itu lebih penting. Sebab masa pandemi ini tidak bisa diselesaikan sendiri-sendiri, tapi harus besama-sama. Jika sudah begitu, Mas Eri akan terkesan tidak hanya bekerja keras seperti Bu Risma, tapi juga bisa ngayomi,” tandasnya.
(shf)
tulis komentar anda