Masih Ada Waktu untuk Evaluasi Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan
Sabtu, 16 Mei 2020 - 10:10 WIB
BOGOR - Langkah Presiden Jokowi yang kembali menaikkan iuran BPJS Kesehatan dipandang merupakan pilihan yang sulit di tengah pandemi COVID-19. Hal itu disampaikan oleh Muhadjir Effendy, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan.
"Pilihannya memang sulit ya, karena BPJS itu dananya dari iuran peserta," ujar Muhadjir saat berkunjung ke Kampung/Desa Cikeas Udik, Kecamatan Gunung Putri, Kabupaten Bogor, Jumat (15/5/2020). ( Baca:Pedagang dan Pengunjung Pasar di Lubuklinggau Jalani Rapid Tes )
Menurutnya, kenaikan iuran BPJS Kesehatan menjadi dianggap bermasalah karena pemerintah juga hanya memberi sedikit subsidi iuran. Maka, lanjut dia, ketika iuran sudah tidak mungkin lagi untuk dijadikan dasar pelayanan kesehatan minimum, terpaksa harus disesuaikan kenaikan iuran BPJS Kesehatan tersebut.
"Pemerintah itu mensubsidi memberi bantuan sedikit maka ketika iuran sudah tidak mungkin lagi dijadikan dasar untuk membuat standar pelayanan kesehatan minimum, ya terpaksa harus disesuaikan (naik). Ini masalahnya di situ (BPJS)," tambahnya.
Muhadjir mengatakan, seluruh pihak tidak perlu khawatir soal selisih kenaikan dalam membayar iuran BPJS Kesehatan yang sempat dibayarkan sebelumnya. Pemerintah telah menutup selisih kenaikan iuran yang barang tentu sudah otomatis dimasukkan dalam iuran bulan berikutnya.
"Selisihnya dipakai untuk bayar berikutnya. Sudah ada sistemnya jadi kalau yang kemarin sudah terlanjur bayar lebih, nanti akan digunakan untuk bayar bulan berikutnya. Otomatis itu," terangnya.
Meski begitu, mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ini juga mengakui bahwa kebijakan Presiden Jokowi itu baru akan berlaku bulan Juli mendatang. Dia ingin semua pihak untuk bisa bersabar karena masih ada waktu evaluasi sehingga ada kemungkinan kebijakan itu bisa direvisi.
"Nanti masih Juli kan itu berlakunya, sekarang ini baru dibalikin lagi ke terkait sebelumnya. Sabar nanti akan kita evaluasi dulu kan masih ada waktu untuk diadakan evaluasi," jelasnya.
Diberitakan sebelumnya, Presiden Jokowi kembali menaikkan iuran BPJS Kesehatan. Kenaikan ini tertuang dalam Perpres Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.
Beleid tersebut diteken oleh Presiden Joko Widodo pada Selasa (5/5/2020). Kenaikan iuran bagi peserta mandiri segmen pekerja bukan penerima upah (PBPU) dan bukan pekerja (BP) diatur dalam Pasal 34.
Rinciannya, iuran peserta mandiri kelas I naik, dari Rp80.000 menjadi Rp150.000. Sementara Iuran peserta mandiri kelas II meningkat, dari Rp51.000 menjadi Rp100.000. Kemudian, iuran peserta mandiri kelas III juga naik dari Rp25.500 menjadi Rp42.000. Namun, kelas III pemerintah memberi subsidi Rp16.500 sehingga yang dibayarkan tetap Rp25.500.
Kendati demikian, pada 2021 mendatang, subsidi untuk kelas III yang dibayarkan pemerintah berkurang menjadi Rp7.000, sehingga yang harus dibayarkan peserta adalah Rp35.000.
"Pilihannya memang sulit ya, karena BPJS itu dananya dari iuran peserta," ujar Muhadjir saat berkunjung ke Kampung/Desa Cikeas Udik, Kecamatan Gunung Putri, Kabupaten Bogor, Jumat (15/5/2020). ( Baca:Pedagang dan Pengunjung Pasar di Lubuklinggau Jalani Rapid Tes )
Menurutnya, kenaikan iuran BPJS Kesehatan menjadi dianggap bermasalah karena pemerintah juga hanya memberi sedikit subsidi iuran. Maka, lanjut dia, ketika iuran sudah tidak mungkin lagi untuk dijadikan dasar pelayanan kesehatan minimum, terpaksa harus disesuaikan kenaikan iuran BPJS Kesehatan tersebut.
"Pemerintah itu mensubsidi memberi bantuan sedikit maka ketika iuran sudah tidak mungkin lagi dijadikan dasar untuk membuat standar pelayanan kesehatan minimum, ya terpaksa harus disesuaikan (naik). Ini masalahnya di situ (BPJS)," tambahnya.
Muhadjir mengatakan, seluruh pihak tidak perlu khawatir soal selisih kenaikan dalam membayar iuran BPJS Kesehatan yang sempat dibayarkan sebelumnya. Pemerintah telah menutup selisih kenaikan iuran yang barang tentu sudah otomatis dimasukkan dalam iuran bulan berikutnya.
"Selisihnya dipakai untuk bayar berikutnya. Sudah ada sistemnya jadi kalau yang kemarin sudah terlanjur bayar lebih, nanti akan digunakan untuk bayar bulan berikutnya. Otomatis itu," terangnya.
Meski begitu, mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ini juga mengakui bahwa kebijakan Presiden Jokowi itu baru akan berlaku bulan Juli mendatang. Dia ingin semua pihak untuk bisa bersabar karena masih ada waktu evaluasi sehingga ada kemungkinan kebijakan itu bisa direvisi.
"Nanti masih Juli kan itu berlakunya, sekarang ini baru dibalikin lagi ke terkait sebelumnya. Sabar nanti akan kita evaluasi dulu kan masih ada waktu untuk diadakan evaluasi," jelasnya.
Diberitakan sebelumnya, Presiden Jokowi kembali menaikkan iuran BPJS Kesehatan. Kenaikan ini tertuang dalam Perpres Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.
Beleid tersebut diteken oleh Presiden Joko Widodo pada Selasa (5/5/2020). Kenaikan iuran bagi peserta mandiri segmen pekerja bukan penerima upah (PBPU) dan bukan pekerja (BP) diatur dalam Pasal 34.
Rinciannya, iuran peserta mandiri kelas I naik, dari Rp80.000 menjadi Rp150.000. Sementara Iuran peserta mandiri kelas II meningkat, dari Rp51.000 menjadi Rp100.000. Kemudian, iuran peserta mandiri kelas III juga naik dari Rp25.500 menjadi Rp42.000. Namun, kelas III pemerintah memberi subsidi Rp16.500 sehingga yang dibayarkan tetap Rp25.500.
Kendati demikian, pada 2021 mendatang, subsidi untuk kelas III yang dibayarkan pemerintah berkurang menjadi Rp7.000, sehingga yang harus dibayarkan peserta adalah Rp35.000.
(ihs)
tulis komentar anda