Pengadaan Fasilitas Prokes, Sekolah Butuh Biaya Operasional Besar
Senin, 30 November 2020 - 08:09 WIB
Sekolah pun diwajibkan untuk menyediakan sarana dan prasarana protokol kesehatan. "Kuncinya itu di protokol kesehatan, dan itu tidak boleh diabaikan," ucap Rudy.
Apalagi kondisi pandemi COVID-19 di Kota Makassar saat ini masih bersifat fluktuatif. Bahkan dianggap rawan kembali ke zona merah jika tidak segera ditekan. Sehingga rencana membuka sekolah tatap muka harus melalui pertimbangan matang.
Terlebih lagi anak usia SD-SMP rentan terpapar penyakit. Penerapan prokes, seperti memakai masker, cuci tangan dan menjaga jarak bagi siswa SD-SMP berpotensi dilanggar. Padahal kunci menekan penularan terletak pada penerapan protokol kesehatan.
"Kalau anak didik kita bisa kita jamin pakai masker, sebenarnya bisa buka sekolah tatap muka . Tapi kan, anak kecil seperti itu pikirannya hanya main dan itu perilaku anak-anak dan itu sulit kita kontrol," tutur Rudy.
Kata dia, meski kebijakan membuka sekolah tatap muka sudah di tangan pemerintah daerah. Namun pihaknya tetap berkoordinasi dengan pemerintah pusat dan provinsi. Sebab hingga saat ini masih banyak jenjang pendidikan yang lebih tinggi seperti SMA dan Perguruan Tinggi belum beraktivitas.
"Jadi bertahap, universitas dulu, SMA, SMP, SD lalu TK. Kalau SMP sudah aman baru kita berpikir SD kemudian TK. Jangan langsung sekaligus," papar dia.
Rudy mengakui, ada resiko yang harus ditanggung jika sekolah tatap muka dibuka. Sehingga kesiapan sekolah dan orang tua penting untuk dipertimbangkan.
Sehingga, harus ada opsi yang diberikan kepada orang tua siswa saat sekolah tatap muka dibuka. Apalagi dampak dari pandemi COVID-19 masih berlanjut hingga tahun depan. Wajar bila orang tua masih was-was mengikutkan anaknya belajar tatap muka.
"Nah ini kembali lagi ke orang tua, makanya orang tua boleh tidak kasih sekolah luring anaknya. Jadi kita kasih opsi untuk melihat kondisi secara bertahap," tegas Rudy.
Apalagi kondisi pandemi COVID-19 di Kota Makassar saat ini masih bersifat fluktuatif. Bahkan dianggap rawan kembali ke zona merah jika tidak segera ditekan. Sehingga rencana membuka sekolah tatap muka harus melalui pertimbangan matang.
Terlebih lagi anak usia SD-SMP rentan terpapar penyakit. Penerapan prokes, seperti memakai masker, cuci tangan dan menjaga jarak bagi siswa SD-SMP berpotensi dilanggar. Padahal kunci menekan penularan terletak pada penerapan protokol kesehatan.
"Kalau anak didik kita bisa kita jamin pakai masker, sebenarnya bisa buka sekolah tatap muka . Tapi kan, anak kecil seperti itu pikirannya hanya main dan itu perilaku anak-anak dan itu sulit kita kontrol," tutur Rudy.
Kata dia, meski kebijakan membuka sekolah tatap muka sudah di tangan pemerintah daerah. Namun pihaknya tetap berkoordinasi dengan pemerintah pusat dan provinsi. Sebab hingga saat ini masih banyak jenjang pendidikan yang lebih tinggi seperti SMA dan Perguruan Tinggi belum beraktivitas.
"Jadi bertahap, universitas dulu, SMA, SMP, SD lalu TK. Kalau SMP sudah aman baru kita berpikir SD kemudian TK. Jangan langsung sekaligus," papar dia.
Rudy mengakui, ada resiko yang harus ditanggung jika sekolah tatap muka dibuka. Sehingga kesiapan sekolah dan orang tua penting untuk dipertimbangkan.
Sehingga, harus ada opsi yang diberikan kepada orang tua siswa saat sekolah tatap muka dibuka. Apalagi dampak dari pandemi COVID-19 masih berlanjut hingga tahun depan. Wajar bila orang tua masih was-was mengikutkan anaknya belajar tatap muka.
"Nah ini kembali lagi ke orang tua, makanya orang tua boleh tidak kasih sekolah luring anaknya. Jadi kita kasih opsi untuk melihat kondisi secara bertahap," tegas Rudy.
tulis komentar anda