Pengadaan Fasilitas Prokes, Sekolah Butuh Biaya Operasional Besar
loading...
A
A
A
MAKASSAR - Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Makassar mendapat jatah paling besar pada pos Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2021 sebesar Rp929,01 miliar. Hanya saja anggaran itu dinilai masih kurang dan butuh tambahan kurang lebih Rp20 miliar (M).
Plt Kepala Dinas Pendidikan Kota Makassar , Irwan Bangsawan menyampaikan tambahan anggaran tersebut untuk menunjang pengadaan fasilitas sarana dan prasarana protokol kesehatan (prokes) jika sekolah tatap muka dibuka.
"Kita masih butuh tambahan anggaran Rp20 miliar, karena kalau sekolah tatap muka dibuka tentu fasilitas pendukung harus dipenuhi," kata Irwan Bangsawan, Minggu (29/11/2020).
Operasional belajar tatap muka di sekolah butuh anggaran cukup besar. Seluruh sekolah wajib menyiapkan tempat cuci tangan dan hand sanitizer di semua pintu masuk. Belum lagi, semua tenaga pengajar wajib mengikuti swab tes secara rutin.
Sehingga menurut Irwan, dana bantuan operasional sekolah (BOS) dinilai belum cukup untuk menganggarkan biaya operasional sekolah tatap muka . "Kalau dana BOS mungkin hanya tiga bulan, sementara pandemi ini kita belum tahu kapan berakhir," tutur dia.
Plt Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kota Makassar, Rahmat Mappatoba mengatakan penambahan anggaran dianggap sulit. Sebab, pemerintah kota bersama anggota dewan telah menyepakati KUA-PPAS Rancangan APBD 2021.
Hanya tinggal menunggu pengesahan DPRD Kota Makassar. "Tidak bisa penambahan karena sudah penetapan KUA-PPAS," ucap Rahmat.
Pj Wali Kota Makassar, Rudy Djamaluddin mengemukakan, jika sekolah tatap muka dibuka, protokol kesehatan (prokes) harus diterapkan secara ketat. Sebab dikhawatirkan muncul klaster baru akibat mengabaikan prokes.
Sekolah pun diwajibkan untuk menyediakan sarana dan prasarana protokol kesehatan. "Kuncinya itu di protokol kesehatan, dan itu tidak boleh diabaikan," ucap Rudy.
Apalagi kondisi pandemi COVID-19 di Kota Makassar saat ini masih bersifat fluktuatif. Bahkan dianggap rawan kembali ke zona merah jika tidak segera ditekan. Sehingga rencana membuka sekolah tatap muka harus melalui pertimbangan matang.
Terlebih lagi anak usia SD-SMP rentan terpapar penyakit. Penerapan prokes, seperti memakai masker, cuci tangan dan menjaga jarak bagi siswa SD-SMP berpotensi dilanggar. Padahal kunci menekan penularan terletak pada penerapan protokol kesehatan.
"Kalau anak didik kita bisa kita jamin pakai masker, sebenarnya bisa buka sekolah tatap muka . Tapi kan, anak kecil seperti itu pikirannya hanya main dan itu perilaku anak-anak dan itu sulit kita kontrol," tutur Rudy.
Kata dia, meski kebijakan membuka sekolah tatap muka sudah di tangan pemerintah daerah. Namun pihaknya tetap berkoordinasi dengan pemerintah pusat dan provinsi. Sebab hingga saat ini masih banyak jenjang pendidikan yang lebih tinggi seperti SMA dan Perguruan Tinggi belum beraktivitas.
"Jadi bertahap, universitas dulu, SMA, SMP, SD lalu TK. Kalau SMP sudah aman baru kita berpikir SD kemudian TK. Jangan langsung sekaligus," papar dia.
Rudy mengakui, ada resiko yang harus ditanggung jika sekolah tatap muka dibuka. Sehingga kesiapan sekolah dan orang tua penting untuk dipertimbangkan.
Sehingga, harus ada opsi yang diberikan kepada orang tua siswa saat sekolah tatap muka dibuka. Apalagi dampak dari pandemi COVID-19 masih berlanjut hingga tahun depan. Wajar bila orang tua masih was-was mengikutkan anaknya belajar tatap muka.
"Nah ini kembali lagi ke orang tua, makanya orang tua boleh tidak kasih sekolah luring anaknya. Jadi kita kasih opsi untuk melihat kondisi secara bertahap," tegas Rudy.
Plt Kepala Dinas Pendidikan Kota Makassar , Irwan Bangsawan menyampaikan tambahan anggaran tersebut untuk menunjang pengadaan fasilitas sarana dan prasarana protokol kesehatan (prokes) jika sekolah tatap muka dibuka.
"Kita masih butuh tambahan anggaran Rp20 miliar, karena kalau sekolah tatap muka dibuka tentu fasilitas pendukung harus dipenuhi," kata Irwan Bangsawan, Minggu (29/11/2020).
Operasional belajar tatap muka di sekolah butuh anggaran cukup besar. Seluruh sekolah wajib menyiapkan tempat cuci tangan dan hand sanitizer di semua pintu masuk. Belum lagi, semua tenaga pengajar wajib mengikuti swab tes secara rutin.
Sehingga menurut Irwan, dana bantuan operasional sekolah (BOS) dinilai belum cukup untuk menganggarkan biaya operasional sekolah tatap muka . "Kalau dana BOS mungkin hanya tiga bulan, sementara pandemi ini kita belum tahu kapan berakhir," tutur dia.
Plt Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kota Makassar, Rahmat Mappatoba mengatakan penambahan anggaran dianggap sulit. Sebab, pemerintah kota bersama anggota dewan telah menyepakati KUA-PPAS Rancangan APBD 2021.
Hanya tinggal menunggu pengesahan DPRD Kota Makassar. "Tidak bisa penambahan karena sudah penetapan KUA-PPAS," ucap Rahmat.
Pj Wali Kota Makassar, Rudy Djamaluddin mengemukakan, jika sekolah tatap muka dibuka, protokol kesehatan (prokes) harus diterapkan secara ketat. Sebab dikhawatirkan muncul klaster baru akibat mengabaikan prokes.
Sekolah pun diwajibkan untuk menyediakan sarana dan prasarana protokol kesehatan. "Kuncinya itu di protokol kesehatan, dan itu tidak boleh diabaikan," ucap Rudy.
Apalagi kondisi pandemi COVID-19 di Kota Makassar saat ini masih bersifat fluktuatif. Bahkan dianggap rawan kembali ke zona merah jika tidak segera ditekan. Sehingga rencana membuka sekolah tatap muka harus melalui pertimbangan matang.
Terlebih lagi anak usia SD-SMP rentan terpapar penyakit. Penerapan prokes, seperti memakai masker, cuci tangan dan menjaga jarak bagi siswa SD-SMP berpotensi dilanggar. Padahal kunci menekan penularan terletak pada penerapan protokol kesehatan.
"Kalau anak didik kita bisa kita jamin pakai masker, sebenarnya bisa buka sekolah tatap muka . Tapi kan, anak kecil seperti itu pikirannya hanya main dan itu perilaku anak-anak dan itu sulit kita kontrol," tutur Rudy.
Kata dia, meski kebijakan membuka sekolah tatap muka sudah di tangan pemerintah daerah. Namun pihaknya tetap berkoordinasi dengan pemerintah pusat dan provinsi. Sebab hingga saat ini masih banyak jenjang pendidikan yang lebih tinggi seperti SMA dan Perguruan Tinggi belum beraktivitas.
"Jadi bertahap, universitas dulu, SMA, SMP, SD lalu TK. Kalau SMP sudah aman baru kita berpikir SD kemudian TK. Jangan langsung sekaligus," papar dia.
Rudy mengakui, ada resiko yang harus ditanggung jika sekolah tatap muka dibuka. Sehingga kesiapan sekolah dan orang tua penting untuk dipertimbangkan.
Sehingga, harus ada opsi yang diberikan kepada orang tua siswa saat sekolah tatap muka dibuka. Apalagi dampak dari pandemi COVID-19 masih berlanjut hingga tahun depan. Wajar bila orang tua masih was-was mengikutkan anaknya belajar tatap muka.
"Nah ini kembali lagi ke orang tua, makanya orang tua boleh tidak kasih sekolah luring anaknya. Jadi kita kasih opsi untuk melihat kondisi secara bertahap," tegas Rudy.
(agn)