BMKG Imbau Masyarakat Tak Panik soal Badai Tropis, Ini Bedanya dengan La Nina
Selasa, 03 November 2020 - 09:05 WIB
Namun, dalam hal ini masih terdapat perbedaan pandangan di kalangan ilmuwan iklim dimana sebagian mereka menyatakan bahwa kondisi El Nino menyebabkan intensitas siklon tropis di wilayah ini lebih kuat dan memiliki durasi lebih lama (Chun Hsu, 2013; Camargo & Sobel, 2004). Studi terbaru oleh Liu dan Chan (2017, International Journal of Climatology 38(3)) mengungkapkan jika terjadi peristiwa La NiƱa dan keadaan suhu permukaan laut sekitar kolam hangat (warm pool) Indo-Pasifik mengindikasikan persistensi lebih dingin dari wilayah sekitarnya, kemungkinan terjadinya siklon tropis akan melebihi kondisi normalnya.
"Perlu dipahami masyarakat bahwa La Nina bukanlah jenis badai tropis, bukan berupa pusat tekanan rendah dan pusaran angin yang menyebabkan curah hujan dan kecepatan angin ekstrim," katanya.
La Nina adalah kondisi penyimpangan (anomali) suhu permukaan laut Samudera Pasifik tropis bagian tengah dan timur yang lebih dingin daripada kondisi normalnya, dan diikuti oleh penguatan aliran angin pasat Timur. La Nina terjadi dalam skala waktu beberapa bulan hingga tahun dan mempengaruhi cuaca/iklim global berupa kondisi lebih basah/kering, lebih hangat/dingin, dan dinamika cuaca lainnya yang berbeda di tiap wilayah di dunia.
"Sedangkan badai atau siklon tropis adalah fenomena ekstrim gangguan cuaca dalam skala ratusan kilometer yang memiliki dampak bersifat regional baik dampak langsung maupun tidak langsung, dan berlangsung dalam beberapa hari," ungkapnya.
Secara teoritis, badai atau siklon tropis umumnya hanya bisa berkembang dan menguat di wilayah tropis diluar 10 derajat lintang utara atau selatan. Hal ini dikarenakan secara fisis pembentukan siklon dapat terjadi bila memenuhi syarat anomali suhu muka laut yang lebih hangat dibanding wilayah sekitarnya (umumnya >28C ) dan adanya potensi pusaran yang besar karena pengaruh gaya korioli.
Gaya korioli di wilayah Indonesia umumnya bernilai kecil karena dekat dengan garis ekuator, sehingga relatif lebih kecil peluang terjadinya Siklon Tropis di Indonesia.
"Perlu dipahami masyarakat bahwa La Nina bukanlah jenis badai tropis, bukan berupa pusat tekanan rendah dan pusaran angin yang menyebabkan curah hujan dan kecepatan angin ekstrim," katanya.
La Nina adalah kondisi penyimpangan (anomali) suhu permukaan laut Samudera Pasifik tropis bagian tengah dan timur yang lebih dingin daripada kondisi normalnya, dan diikuti oleh penguatan aliran angin pasat Timur. La Nina terjadi dalam skala waktu beberapa bulan hingga tahun dan mempengaruhi cuaca/iklim global berupa kondisi lebih basah/kering, lebih hangat/dingin, dan dinamika cuaca lainnya yang berbeda di tiap wilayah di dunia.
"Sedangkan badai atau siklon tropis adalah fenomena ekstrim gangguan cuaca dalam skala ratusan kilometer yang memiliki dampak bersifat regional baik dampak langsung maupun tidak langsung, dan berlangsung dalam beberapa hari," ungkapnya.
Secara teoritis, badai atau siklon tropis umumnya hanya bisa berkembang dan menguat di wilayah tropis diluar 10 derajat lintang utara atau selatan. Hal ini dikarenakan secara fisis pembentukan siklon dapat terjadi bila memenuhi syarat anomali suhu muka laut yang lebih hangat dibanding wilayah sekitarnya (umumnya >28C ) dan adanya potensi pusaran yang besar karena pengaruh gaya korioli.
Gaya korioli di wilayah Indonesia umumnya bernilai kecil karena dekat dengan garis ekuator, sehingga relatif lebih kecil peluang terjadinya Siklon Tropis di Indonesia.
(thm)
Lihat Juga :
tulis komentar anda