Draft Perda Covid-19 Makassar, Memuat Sanksi dan Denda
Jum'at, 30 Oktober 2020 - 08:30 WIB
MAKASSAR - Pemerintah Kota (Pemkot) Makassar segera merampungkan draft peraturan daerah (perda) tentang penanggulangan covid-19. Bagian Hukum Pemkot bahkan segera menyodorkannya ke DPRD Kota Makassar untuk dimasukkan ke dalam program legislasi daerah (prolegda) tahun anggaran 2021.
Kepala Bagian Hukum Kota Makassar, Hari menyampaikan, aturan yang tertuang perda Covid-19 ini tidak jauh beda dengan tiga peraturan wali kota terkait penanggulangan covid-19 yang sudah disusun sebelumnya. (Baca Juga: pemkot-makassar-tak-ingin-buru-buru-godok-perda-covid-19)
Hanya saja, perda Covid-19 ini sudah memuat sanksi pidana yang tidak diatur dalam perwali. Bahkan, perda ini nantinya akan dikomparasi dengan perda wajib masker yang sudah diterbitkan Pemerintah Kabupaten Gowa. “Nanti kita lihat perkembangan, Covid-19 inikan hal baru jadi dilihat sesuai perkembangannya. Apalagi hukum itu sifatnya dinamis mengikuti dinamika kehidupan dan kebutuhan masyarakat," kata Hari, kepada SINDONews, Kamis (29/10).
Tidak hanya soal penanganan Covid-19, ragulasi ini juga akan mengatur tentang upaya pemulihan ekonomi. Apalagi, saat ini pemerintah kota terus berupaya mendorong pergerakan ekonomi di tengan pandemi. (Baca Juga: ranperda-covid-19-di-maros-disepakati-ancaman-sanksi-pidana-menanti)
Kata Hari, saat ini pihaknya sementara mempersiapkan program pembentukan peraturan daerah (propemperda) dan merangkum seluruh ranperda yang akan diajukan masing-masing SKPD. Jika sudah rampung, barulah Pemkot Makassar melalui Bagian Hukum menyurat ke DPRD untuk dimasukkan ke prolegda tahun depan dan dibentuk panitia khusus (pansus).
Targetnya, ada kurang lebih 20-an perda yang akan diusul masuk ke prolegda 2021. "Boleh jadi prolegda 2019 yang tidak selesai kita masukkan lagi ke prolegda tahun depan. Jadi kita juga masih menunggu itu karena sebagian masih proses pembahasan di pansus," paparnya. (Baca Juga: program-wisata-duta-covid-19-sulsel-diterapkan-di-empat-daerah)
Pj Wali Kota Makassar, Rudy Djamaluddin sebelumnya mengatakan, rancangan perda Covid-19 sementara disusun bagian hukum. Menurutnya, payung hukum terkait penerapan protokol kesehatan di tengah pandemi covid-19 harus lebih baik. “Memasuki new normal memang kita butuh dudukan hukum yang lebih kuat," ucap Rudy.
Penanganan covid-19 di Kota Makassar merujuk pada tiga regulasi yakni Perwali 51/2020, Perwali 36/2020, dan Perwali 53/2020. Dalam perwali itu sudah diatur terkait sanksi denda administratif berupa uang tunai hingga Rp20 juta. Khusus masyarakat umum, ada sanksi berupa teguran lisan, tertulis, sanksi sosial, hingga sanksi denda uang tunai maksimal Rp100 ribu.
Sedangkan untuk pelaku usaha pasar rakyat, warung makan, hingga pedagang kaki lima juga dikenakan sanksi berupa teguran lisan, tertulis, penghentian sementara kegiatan, hingga sanksi denda maksimal Rp300 ribu. (Baca Juga: dpr-dukung-bawaslu-tegas-tangani-pelanggar-protokol-kesehatan)
Begitu pula dengan pelaku usaha lainnya. Selain denda teguran lisan, tertulis dan penghentian kegiatan sementara. Mereka juga disanksi denda berupa uang tunai. Nilainya berbeda. Bergantung jenis usaha. Khusus pelaku usaha, pengelola, penyelenggera atau penanggungjawab transportasi umum diberikan sanksi denda maksimal Rp500 ribu dan pelaku usaha industri Rp5 juta.
Sementara untuk pengelola atau penanggungjawab terminal, pelabuhan, bandar udara, toko, apotek, cafe, pasar modern, rumah makan, restoran, tempat wisata dan area publik lainnya dikenakan sanksi denda paling banyak Rp10 juta.(Baca Juga: menko-perekonomian-minta-dki-jakarta-tiru-wisata-covid-19-sulsel)
Sedangkan kepada pelaku usaha perhotelan ataupun penginapan yang melanggar protokol kesehatan akan didenda uang tunai maksimal Rp20 juta.
Kepala Bagian Hukum Kota Makassar, Hari menyampaikan, aturan yang tertuang perda Covid-19 ini tidak jauh beda dengan tiga peraturan wali kota terkait penanggulangan covid-19 yang sudah disusun sebelumnya. (Baca Juga: pemkot-makassar-tak-ingin-buru-buru-godok-perda-covid-19)
Hanya saja, perda Covid-19 ini sudah memuat sanksi pidana yang tidak diatur dalam perwali. Bahkan, perda ini nantinya akan dikomparasi dengan perda wajib masker yang sudah diterbitkan Pemerintah Kabupaten Gowa. “Nanti kita lihat perkembangan, Covid-19 inikan hal baru jadi dilihat sesuai perkembangannya. Apalagi hukum itu sifatnya dinamis mengikuti dinamika kehidupan dan kebutuhan masyarakat," kata Hari, kepada SINDONews, Kamis (29/10).
Tidak hanya soal penanganan Covid-19, ragulasi ini juga akan mengatur tentang upaya pemulihan ekonomi. Apalagi, saat ini pemerintah kota terus berupaya mendorong pergerakan ekonomi di tengan pandemi. (Baca Juga: ranperda-covid-19-di-maros-disepakati-ancaman-sanksi-pidana-menanti)
Kata Hari, saat ini pihaknya sementara mempersiapkan program pembentukan peraturan daerah (propemperda) dan merangkum seluruh ranperda yang akan diajukan masing-masing SKPD. Jika sudah rampung, barulah Pemkot Makassar melalui Bagian Hukum menyurat ke DPRD untuk dimasukkan ke prolegda tahun depan dan dibentuk panitia khusus (pansus).
Targetnya, ada kurang lebih 20-an perda yang akan diusul masuk ke prolegda 2021. "Boleh jadi prolegda 2019 yang tidak selesai kita masukkan lagi ke prolegda tahun depan. Jadi kita juga masih menunggu itu karena sebagian masih proses pembahasan di pansus," paparnya. (Baca Juga: program-wisata-duta-covid-19-sulsel-diterapkan-di-empat-daerah)
Pj Wali Kota Makassar, Rudy Djamaluddin sebelumnya mengatakan, rancangan perda Covid-19 sementara disusun bagian hukum. Menurutnya, payung hukum terkait penerapan protokol kesehatan di tengah pandemi covid-19 harus lebih baik. “Memasuki new normal memang kita butuh dudukan hukum yang lebih kuat," ucap Rudy.
Penanganan covid-19 di Kota Makassar merujuk pada tiga regulasi yakni Perwali 51/2020, Perwali 36/2020, dan Perwali 53/2020. Dalam perwali itu sudah diatur terkait sanksi denda administratif berupa uang tunai hingga Rp20 juta. Khusus masyarakat umum, ada sanksi berupa teguran lisan, tertulis, sanksi sosial, hingga sanksi denda uang tunai maksimal Rp100 ribu.
Sedangkan untuk pelaku usaha pasar rakyat, warung makan, hingga pedagang kaki lima juga dikenakan sanksi berupa teguran lisan, tertulis, penghentian sementara kegiatan, hingga sanksi denda maksimal Rp300 ribu. (Baca Juga: dpr-dukung-bawaslu-tegas-tangani-pelanggar-protokol-kesehatan)
Begitu pula dengan pelaku usaha lainnya. Selain denda teguran lisan, tertulis dan penghentian kegiatan sementara. Mereka juga disanksi denda berupa uang tunai. Nilainya berbeda. Bergantung jenis usaha. Khusus pelaku usaha, pengelola, penyelenggera atau penanggungjawab transportasi umum diberikan sanksi denda maksimal Rp500 ribu dan pelaku usaha industri Rp5 juta.
Sementara untuk pengelola atau penanggungjawab terminal, pelabuhan, bandar udara, toko, apotek, cafe, pasar modern, rumah makan, restoran, tempat wisata dan area publik lainnya dikenakan sanksi denda paling banyak Rp10 juta.(Baca Juga: menko-perekonomian-minta-dki-jakarta-tiru-wisata-covid-19-sulsel)
Sedangkan kepada pelaku usaha perhotelan ataupun penginapan yang melanggar protokol kesehatan akan didenda uang tunai maksimal Rp20 juta.
(nic)
tulis komentar anda